Memilih Pergi

175 55 16
                                    

Aku memilih pamit untuk pergi bersama Alan. Sebenarnya, tanpa menunggu kedatangan Alan pun aku memang sudah berniat untuk pergi, hanya saja ada banyak anggota yang sengaja membuatku sibuk dan aku tahu itu perintah Aldric. Ia seperti tak ingin aku pergi dengan memberiku banyak aktifitas.

Kedatangan Alan kali ini merupakan kesempatan bagiku, walau situasinya sempat memanas, tapi pada akhirnya mereka terpaksa harus merelakanku pergi, terutama Ethan yang juga berat hati walau tak terang-terangan seperti Aldric.

Aku berjalan dalam wujud manusiaku sambil membawa peti berukuran sedang yang berisi pakaian. Uap putih mengepul setiap kali kuhembuskan napas. Sementara, Alan memilih bertahan dengan wujud serigalanya.

"Berjalan dengan dua kaki pasti sangat melelahkan. Naiklah ke punggungku!" ucapnya di tengah perjalanan setelah hening cukup lama.

Aku tak membantah karena yang dikatakannya memang benar. Berjalan dengan dua kaki rasanya lebih melelahkan dan memakan waktu lama. "Baiklah, maaf jika tubuhku sedikit berat."

Alan menunduk dan aku naik di punggungnya seperti menaiki kuda. Ia berdiri kemudian berjalan dengan cepat. Jemariku meremas bulunya yang tak selembut kelihatanya.

"Kau ringan seperti bayi," ocehnya tertawa. "Saking ringannya, aku takut kau terhempas saat aku berlari."

"Terima kasih untuk ejekannya. Lain kali aku akan berwujud serigala saat kau menggedongku."

Ia terkekeh. "Aku akan menyerah lebih dulu."

Aku tersenyum, situasinya begitu normal sampai-sampai napasku terasa sesak mengingat banyak situasi bahaya yang menunggu. Sejenak, aku mulai bimbang. Di satu sisi aku ingin kembali untuk memastikan siapa mata-mata di sana.

Namun jika aku ikut dengannya maka kondisinya akan semakin berbahaya. Mata-mata itu pasti akan langsung menyampaikan laporan bahwa aku telah kembali ke Black Moon Howlers pack dan langsung mengepungku. Bukan hanya itu, pihak Asosiasi juga pasti juga semakin yakin kalau aku telah berbohong waktu itu.

"Irina," panggil Alan yang langkahnya juga terhenti. "Aku merasakan kebimbanganmu."

"Alan, aku tidak ingin kembali ke sana."

Ia tak menjawab. Aku merasakan dadanya mengembang di kakiku karena menghela napas.

"Ada masalah rumit yang akan terjadi jika aku lembali. Ah, satu hal lagi yang harus kau tahu. Di pack-mu ada mata-mata dari Asosiasi. Dia membocorkan segala informasiku teemasuk tentang bahwa aku adalah pasanganmu."

"Mata-mata?" Alan menggeram dengan kuku mencuat yang menggaruk tanah.

"Kau harus menemukannya dan berhati-hatilah," lanjutku khawatir.

Serigala besar itu tak merespon kalimatku sama sekali dan malah membawaku berlari. Aku berpegangan pada bulunya yang lebat sambil menjaga keseimbangan. Napasnya menderu, meluapkan geramannya yang seperti menahan marah.

"Kau ingin membawaku kemana?"

Ia sama sekali tak menjawab. Guncangan yang tak ramah ini membuat perutku bergolak dan ingin muntah. Petiku hampir saja jatuh jika aku tak segera menangkapnya saat terlempar. Aku menjadi kesal seketika karena tingkahnya.

"Berhenti!" sergahku tapi ia tak peduli. "Kubilang berhenti!" jeritku yang kemudian terlempar saat ia berhenti mendadak.

"Aku tak suka dengan apa yang kau pikirkan," geramnya. "Kenapa kau bertindak seolah-olah tidak membutuhkanku? Kau menanggung masalahmu sendirian!"

Aku hanya terperangah, menatap wajahnya yang marah.

"Kau terlibat dengan Asosiasi, kau mengkhawatirkanku, kau mencemaskan pack-ku, tapi kau sama sekali tak menceritakan masalahmu. Kenapa?" Nadanya begitu getir. "Apa karena aku bisa membaca pikiranmu, lantas lisanmu akan selamanya bungkam padaku?"

ScarletWhere stories live. Discover now