Epilog

216 43 8
                                    

___Ravendize, Ibukota Artiarch___

Seorang pria paruh baya duduk dengan meletakan kaki di atas meja. Asap mengepul setiap ia mengisap cerutunya. Entah berapa lama ia menghabiskan ratusan tahun hanya untuk mengoleksi para Werewolf yang tak lagi bernyawa.

Ia tersenyum puas. Dipandanginya sebuah lukisan wanita anggun berambut perak layaknya salju yang berkilau di bawah cahaya bulan. Mata biru gelap yang tenang seperti lautan dingin, begitu manis dengan senyum tipis di bibirnya.

"Sudah lama sejak aku mengutukmu, Xylia," gumamnya. Pria itu menyeringai sekaligus merasa gejolak rindu yang tak bisa dijelaskan. "Aku akan menunggu sampai kau menyerah dan datang padaku."

"Tuan, nona Lorraine ingin bertemu." Seorang remaja pria dengan pakaian pelayan datang.

"Biarkan dia masuk."

Pelayan tadi membukakan pintu yang kini menampakkan sosok wanita berpakaian khas pemburu yang sudah berantakan.

"Kalau kau sudah kembali, berarti perburuan sudah selesai?" Pria itu berkata tanpa menoleh. "Bagaimana hasilnya? Kau dapat yang kau inginkan?"

Lorraine terdiam sejenak dengan raut kesal yang sedikit ia tahan. "Alan Mourish terlalu kuat."

"Oh, berarti kau gagal membawa kepalanya, ya? Ck ck ck...kasihan sekali. Padahal waktu itu kau terlihat bersemangat dan yakin kalau kau akan mendapatkannya."

"Tapi setidaknya banyak anggota Black Moon Howlers pack yang berhasil kami tangkap. Pack itu sendiri pun juga hancur. Hanya Alan Mourish dan sedikit anggotanya yang tersisa."

"Lalu untuk apa kau menemuiku?"

"Saya membawa sesuatu untuk anda." Lorraine memberi aba-aba pada bawahannya. "Saya yakin anda akan tertarik."

Mendengar hal itu, pria yang sedari tadi duduk nyaman di tempatnya kini bangkit dari kursi dan memutar tubuhnya. Hal itu bertepatan dengan masuknya bawahan Lorraine yang datang sambil menggendong bayi laki-laki yang mungil.

"Bayi?"

"Anak Alan Mourish. Penerus Alpha Black Moon Howlers pack."

Pria itu terpana sejenak dan menatap bayi yang kini terlelap dengan nyaman. Wajahnya tampak senang dan sedikit merona. "Wah, lucunya."

"Itu hasil buruan kali ini. Anggap saja sebagai hadiah untuk anda. Tadinya saya akan membawanya ke rumah lelang jika anda tidak bersedia menerimanya."

"Anak Alan Mourish," gumamnya menyeringai. "Tentu saja aku akan menerimanya."

Kini tubuh mungil itu berpindah tangan. Pria itu tersenyum samar saat membelai kepala yang hanya sebesar kepalan tangannya.

"Sebenarnya ada satu anak lagi. Dia perempuan dengan level Beta. Apa anda juga akan mengambilnya?"

"Tidak. Ini saja sudah cukup," jawab pria itu tanpa melepas pandangannya dari sang bayi. "Terserah mau kau apakan anak perempuan itu. Kau bunuh pun juga tak masalah."

"Ah, baiklah. Kalau begitu saya pamit undur diri, tuan."

"Ya."

Hening. Pria itu tersenyum sambil menimang bayi dalam dekapannya. Mata bayi itu terbuka sedikit dalam tidurnya, menampakan iris kuning yang kosong.

"Alpha." Ia kembali duduk di kursinya. Senyumnya berubah menjadi seringai saat pandangannya kembali tertuju pada lukisan di hadapannya. "Senjata yang bagus."

* * *

Rumah lelang Dientresch, pusat lelang terbesar di kota Ravendize. Biasanya dibuka satu bulan sekali untuk menawarkan barang-barang langka pada kaum elit di ibukota. Keberadaannya sangat terselubung dan bersifat rahasia. Hanya kaum-kaum elit tertentu yang mengetahui tempat itu karena barang yang ditawarkan sebagian besar bersifat ilegal.

ScarletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang