Perubahan Rasa

187 44 8
                                    

Aku mencengkeram bulu-bulu hangatnya sambil tiarap saat Alan membawaku berlari kencang. Tubuh telanjangku menggigil akibat menerobos udara dingin yang menggigit. Aku membayangkan bisa berubah wujud untuk mengurangi rasa dingin yang menikamku. Namun Alan yang penuh kuasa atas ragaku, tak mengijinkanku melakukannya.

Tanganku mulai kebas, mungkin sebentar lagi peganganku akan terlepas dan aku akan terhempas dengan kecepatan tinggi. Kemudian terpelanting dan aku akan membeku di hamparan salju.

"Aku takan membiarkanmu jatuh," ujarnya, membaca pikiranku. "Bertahanlah! Sebentar lagi kita sampai."

Aku langsung mendongakkan kepala. Kupikir ia akan membawaku ke tempat lain atau ke pack-nya, tapi ternyata ia membawaku ke rumah mungil yang baru saja kita tempati. Aku menarik napas lega sambil mempererat genggamanku.

Tak butuh waktu terlalu lama, akhirnya kami sampai. Dengan satu hentakan ia membanting tubuhku ke sofa panjang dengan kasar. Tanganku masih terasa lemas akibat koyakan mengerikan yang menganga.

"Tidurlah!"

Mataku langsung terpejam dengan tubuh terkulai. Ia masih menggunakan kekuatan pengendali tubuh. Ragaku memang tertidur sesuai perintahnya, tapi tidak dengan pikiranku.

Aku bisa merasakan tubuhku dibopong olehnya. Rupanya ia sudah berubah wujud, aku bahkan bisa merasakan tangan kekarnya. Ia membaringkanku dengan hati-hati lalu menyelimuti tubuhku dengan selimut hangat.

Hening. Ya, ia meninggalkanku di tempat tidur dan sepertinya....dia sedang mencari sesuatu. Tak lama, langkahnya terdengar lagi. Terdengar bunyi bergeletuk, entah apa yang ia bawa. Untuk saat ini aku hanya mengandalkan telingaku, itupun hanya beberapa persen saja. Rasanya...seperti mimpi.

Alan seperti mengoleskan cairan di tanganku yang terluka, lalu membalutnya dengan perban. Ah, rupanya ia cukup perhatian, padahal luka itu dia sendiri yang membuatnya.

Keadaan kembali hening, tapi aku tahu ia masih di sini...mengawasiku. Aku bisa mendengar suara napasnya yang seperti...sedang bimbang. Tubuhku dipeluk beberapa saat setelahnya. Aku bisa merasakan bahwa kami berada dalam satu selimut.

Ia bergeming sejenak, entah apa yang ia lakukan. Mungkin saja ia tengah menatapku. Namun, kali ini aku merasakan ujung jarinya menyentuh pipiku. Awalnya hanya memberi tekanan lembut, semakin lama menjadi sebuah belaian.

Untung saja mataku terpejam, jika tidak mungkin aku tengah menahan malu setengah mati. Ia terus membelai pipiku...cukup lama. Kurasa ia menatapku sambil memikirkan sesuatu. Sesekali ia menarik napas dengan gelisah, entah apa yang bersarang di otaknya.

"Haruskah aku menandai seluruh tubuhmu agar semua tahu bahwa setiap inci dirimu adalah milikku?" lirihnya, terdengar bimbang.

Astaga, kupikir ia sedang memikirkan sesuatu yang serius, ternyata dia masih memikirkan hal itu? Sifat cemburunya benar-benar tidak bisa ditolong.

Alan mengubah posisi dan menindihku. Sungguh, posisi yang cukup berbahaya untuk seseorang yang sedang menahan diri. Tangan kekarnnya memenjarakanku di tempat tidur dan juga...otot-otot di dadanya yang bidang. Aku menjadi waspada, apa dia akan melakukan hal itu lagi di saat ragaku tertidur?

Ia menciumku dan memagutnya dengan lembut. Pikiranku kacau seketika walau tubuhku begitu tenang tanpa respon. Napasku mulai sesak dan ia melepasnya. Aku bisa mendengarnya terengah, lalu menciumku lagi, tapi kali ini lebih bernafsu.

Cukup lama dan membuatku gelisah. Seharusnya dia tahu bahwa aku tak tidur, tapi dia memperlakukanku seolah aku terlelap. Ia melepas ciuman gilanya lalu terdiam sejenak sambil menarik napas panjang.

Aku menahan napas saat ia mendekatkan wajahnya di leherku. Kupikir ia akan menyumbuiku di sana sambil memelukku, tapi ternyata ia menggigitnya. Aku memekik pelan menahan sakit. Taringnya begitu terasa saat menancap.

ScarletWhere stories live. Discover now