Derita Dan Tekanan

162 47 22
                                    

Aku berdiri di atas tebing dengan wujud manusiaku. Kali ini aku memakai jubah hitam milik Alan agar tak mencolok. Mataku menyipit tajam, berharap menemukan keanehan dengan aktifitas anggota pack di bawah sana. Semua tampak normal hingga aku mulai penat.

Aku ingin sekali maju dan berada di tengah-tengah mereka untuk melihatnya secara langsung. Sayangnya, aku tak bisa melakukannya dan hanya berharap Alan menemukan sesuatu yang mencurigakan dan memberitahukannya padaku.

Tak lama, mataku menangkap sosok Alan yang kebetulan sedang berjalan menuju balai pusat. Tubuhnya yang besar memang terlihat mencolok di antara yang lain. Dengan raut lugasnya, ia benar-benar berwibawa layaknya pemimpin.

Kini sosoknya menghilang dari pelataran setelah ia masuk ke bangunan besar di tengah pemukiman. Mungkin saja ia tengah berdiskusi mengenai mata-mata di pack-nya bersama dua wakilnya.

Aku mengunyah sepotong daging kelinci yang sengaja kusiapkan sebagai kudapan selama mengintai. Pipiku merona saat kurasakan daging lembut yang seperti memanjakan lidah. Aku jadi menyesal karena hanya memburu satu ekor.

"Mau sampai kapan kau tetap seperti itu?"

Tubuhku melonjak kaget saat sosok serigala putih bermata biru berdiri tepat di belakangku. Aku mematung saat menoleh hingga daging di tanganku terjatuh. Otakku berhenti bekerja seketika seiring rasa takut yang menjalar.

"Moon Goddess," gumamku masih syok. "Ke-kenapa kau bisa di sini?"

Ia tak menjawab dan hanya menyipitkan matanya. Aku mengedarkan pandangan sejenak. Biasanya Moon Goddess menemuiku lewat mimpi dengan pemandangan hutan musim gugur yang bisa berganti-ganti.

Namun yang kulihat tetap sama. Ah, tidak. Langitnya jauh lebih pekat dari yang biasa kulihat. Apa itu berarti....aku sedang bermimpi? Bagaimana aku bisa ketiduran?

"Mau sampai kapan kau tetap seperti itu?" tanyanya mengulang.

"Maksudmu?"

"Aku membutuhkan keturunan Alan Mourish."

Aku tercengang atas kalimatnya. "Keturunan Alan Mourish?" tanyaku membeo. "Untuk apa?"

"Untuk memimpin perang."

Aku ternganga sejenak. Kinerja otakku seperti menurun drastis untuk memahami ucapannya. "Perang? Maksudmu...perang dengan manusia?"

"Jangan banyak bertanya. Kau hanya perlu melahirkan anak Alan Mourish. Itu adalah tugas utamamu."

Perlahan, aku menata pikiranku dan menjernihkannya. Setelah beberapa lama hening, akhirnya aku paham apa yang diinginkannya.

"Aku bisa saja melahirkan anak Alan Mourish, tapi tidak sekarang," kataku menjelaskan. "Saat ini kami sedang berurusan dengan Asosiasi pemburu. Aku tak ingin mereka memanfaatkan fisikku yang lemah ketika mengandung anak itu, jadi beri aku waktu."

"Kau hanya perlu bersembunyi selama mengandung anak itu." Nadanya semakin dingin. "Setelah keturunan Alan Mourish lahir, kau mati di tangan pemburu pun aku tak peduli."

Mataku melebar dengan perasaan terguncang. Sepertinya kalimat-kalimat kejamnya memang hanya diperuntukkan untukku.

"Lalu setelah anak itu lahir, apa yang akan kau lakukan?" tanyaku sedikit tersinggung.

"Menyelesaikan sesuatu yang belum usai."

Menyelesaikan sesuatu katanya? Masalah apa? Dengan siapa? Keningku berkerut, tak paham apa yang diucapkannya. Namun saat aku hendak menanyakannya, suaraku tiba-tiba menghilang.

"Semakin tinggi levelnya, maka akan menghasilkan keturunan yang kuat. Untuk saat ini, hanya kau Beta yang terlahir wanita. Jika ada Beta wanita lain, aku takan sudi menakdirkan Alan bersamamu," ucapnya lagi, kali ini rasanya lebih menusuk jantungku.

ScarletOnde histórias criam vida. Descubra agora