Gelisah

149 36 12
                                    

Setelah berjalan sejauh dua kilometer, akhirnya aku sampai di desa wilayah timur. Cukup ramai di hari yang gelap. Lentera menyala di sepanjang rumah penduduk, memberi kesan hangat yang terang.

Berbagai aroma tercium sangat kuat. Ada bau manis seorang anak kecil, aroma parfum dari bunga, berbagai makanan dari kedai dan juga...ada sedikit bau tak sedap dari tempat pembuangan yang tak tertutup rapat.

Namun satu-satunya aroma yang menarik perhatianku adalah bau manis yang segar dari sebuah tempat makan yang ramai. Aku menelan ludah, masih menahan lapar. Kudatangi tempat itu dan mereka menyambutku ramah sebagai pelanggan.

Aku melihat-lihat aneka makanan yang tersaji dan...itu dia! Bau enak ini asalnya dari sup di wadah besar. Aneh...ya ini aneh. Aku memandangi makanan itu tak percaya. Aku ingin sup wortel!

"Nona, anda mau makan apa?"

"Oh, aku mau...itu." Aku menunjuk sup yang sedari tadi kulihat. "Satu mangkuk."

"Ada lagi?"

"Aku juga mau itu dan itu." Aku masih menunjuk makanan yang kupilih dan semuanya adalah sayuran.

"Baik, tunggulah di meja kosong yang tersedia."

Aku mengangguk dan berjalan ke arah meja kosong di sudut ruangan. Pelayan lain dengan sigap menuang air minum di gelasku.

"Silahkan nona."

Aku mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih."

Astaga, yang benar saja! Sepertinya aku benar-benar sudah gila. Aku ini pemakan daging, kenapa tiba-tiba aku ingin sayur? Apa karena aku sedang frustrasi dengan keputusan Alan yang ingin tinggal bersama mantan kekasihnya?

Lamunanku buyar saat seorang pramusaji mengantar makanan pesananku. Masih tertegun dengan hidangan yang tersaji. Penampilannya sama sekali tidak menarik, tapi baunya tercium menggoda dan membuatku lapar.

Dengan ragu, aku mencoba menyendok kepingan oranye di mangkuk dan mengunyahnya. Mataku terpejam, berharap aku tak memuntahkannya. Lidahku meraba rasa, seharusnya aku benar-benar memuntahkannya, tapi...tunggu, ini enak.

Aku menyendoknya lagi dan mengunyahnya dengan heran. Rasanya begitu manis dan sedikit renyah dengan kuah kaldu yang memenuhi mulutku. Duniaku seperti runtuh. Aku seperti lupa jati diriku saat mengunyah sayur yang seharusnya kuhindari sebagai menu makanan.

"Nah, ketemu!"

Aku mengangkat wajahku dan sudah ada sosok pria berjubah hitam dengan iris kuning yang mencolok. Dia duduk di hadapanku dan menatap nanar hidanganku.

"Kenapa kau di sini?" tanyaku, merasa terganggu.

"Aku khawatir kau akan bertindak ceroboh dengan memburu mangsa di desa yang ramai seperti ini," jawabnya, tanpa mengalihkan pandangannya dari kepingan wortel di mangkukku.

"Aku tidak sebodoh itu."

Kali ini aku mencoba untuk memakan lobak. Sial, ini juga enak.

"Cukup, tolong hentikan." Ia menahan suapanku dengan khawatir. "Kau tak harus menjadi Vegetarian hanya karena marah padaku."

"Lepas!" Aku menepis tangannya dan menyendok wortelku lagi. "Aku lapar. Tolong jangan ganggu aku."

"Walaupun kita memiliki wujud manusia, tapi kita tetap Karnivora!" tegasnya. "Jangan menyiksa diri seperti ini."

"Aku tidak menyiksa diri!" sergahku sambil menyeruput kuah sup yang membuat mulutku penuh air. "Entah kenapa tiba-tiba aku ingin sayur-sayuran."

"Sudah, cukup Irina!" Alan menahan tanganku lagi. "Aku akan berburu untukmu. Kau ingin apa? Rusa? Domba? Atau..." Ia menyondongkan tubuhnya dan berbisik. "Manusia?"

ScarletWhere stories live. Discover now