14. Menjual Kenangan

3.5K 786 50
                                    

Oktober, 1977.

Kalandra memacu vespanya menuju rumah berpagar putih dengan dua tanaman bougenvile menghiasi halaman. Setengah jam sebelumnya, ia telah tiba di bioskop, hanya untuk menemukan seluruh tayangan film telah dibubarkan, para petugas telah bersiap pulang, dan beberapa muda mudi berjalan bergandengan sembari membahas film yang tadi mereka saksikan.

Setelah beberapa kali mengetuk, bukan Sofia yang muncul di depan pintu, melainkan sang ibu.

"Nak Kala," sapanya dengan senyum berkedut, tidak seramah biasanya.

"Sofia ada, Tante?"

"Sofia baru pulang tadi naik taksi. Sepertinya dia kecapekan dan langsung pergi tidur."

Dia sedang berbohong, Kalandra tahu.

Secara otomatis, Kalandra menoleh pada terali jendela, dimana dia dengan yakin melihat gordennya bergerak, seperti habis disingkap, lalu ditutup cepat-cepat, tahu bahwa arah pandang Kalandra menuju ke arahnya. Dan ia nyaris yakin, Sofia ada di sana, di belakang gorden itu.

"Bisakah saya menemuinya, Tante? Sebentar saja. Tolong bangunkan dia. Ada yang ingin saya bicarakan."

"Nak Kala─"

"Sebentar saja, Tante."

"Sofia tidak ingin berbicara dengan Ananda. Selamat malam, Nak Kala."

Dan itu adalah kalimat finalnya. Karena setelahnya, dia tidak lagi membiarkan Kalandra bicara. Wanita itu beringsut mundur, lantas menutup pintu dengan pelan.

Kalandra tidak bisa berbuat apa-apa, selain berjalan mundur dengan lunglai. Dan mungkin ... mempertanyakan kejutan-kejutan yang terjadi hari ini.

 mempertanyakan kejutan-kejutan yang terjadi hari ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dia akan melupakannya, Kalandra telah memutuskan.

Dia akan beranggapan, pertemuan itu tidak pernah terjadi.

Seandainya ia dapat menghapuskan semua itu, mengenyahkan Senja dari segala kenangannya, ia dan Sofia akan baik-baik saja. Semua orang akan baik-baik saja.

Ya, lebih baik seperti itu. Ia hanya perlu menguburnya dalam-dalam. Jauh lebih dalam dari sebelumnya.

Dan melupakan, Kalandra melakukannya. Setidaknya berusaha.

Hari demi hari berikutnya, mawar mulai berdatangan ke rumah sakit tempat magang Sofia. Setiap harinya diiringi surat-surat, satu satu menjadi puluhan surat yang ditulis rapi. Membuat gadis itu perlahan luluh.

Pada hari ketujuh, usai menyimpan buket mawar di tangan di pelukannya, Sofia berjalan keluar usai menyelesaikan shift-nya. Dan pria itu berdiri di sana, di depan gerbang rumah sakit. Menunggunya.

"Kita perlu bicara."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Senjakala, 1977Where stories live. Discover now