20. The First Three Minutes

3.4K 619 49
                                    


.... Presiden Mesir Anwar Sadar resmi melakukan perjalannya ke Israel. Beliau menjadi pemimpin Arab pertama yang mengunjungi negara Yahudi tersebut.

Pesawat Presiden Mesir mendarat di bandara Ben Gurion dan disambut Perdana Menteri Israel Menachim Begin dan Presiden Israel Ephraim Katzir dan 21 tembakan sebagai simbol penghormatan. Setelah upacara di bandara, Presiden Sadat diantar ke Yerusalem untuk keeseokan harinya berpidato di parlemen Israel yang akan disiarkan secara langsung dan disampaikan dalam bahasa Arab.

Televisi hitam putih di ruang tengah tampak menampilkan video yang mengabadikan momen pidato seperti yang diberitakan. Layarnya berbintik-bintik dan bergoyang. Suaranya bergemuruh. Hingga, dengan setengah malas, Desi harus berdiri dan meraih antena yang terletak di atas kotak TV tersebut, menggeser dan menggoyang-goyangkannya agar mendapat siaran yang lebih bagus.

Usai mendapatkan apa yang dia inginkan, ia memutar tombol volume sedikit ke arah kanan, suara dari tabung tersebut pun menjadi lebih nyaring. Puas, Desi kembali duduk.

Meski, Mesir dan Israel telah berperang empat kali dan Israel masih menduduki Semenanjung Sinai yang merupakan bagian dari Mesir. Direbut oleh Israel pada tahun 1967.

Beban bertambah di sofa merah berlengan kayu yang tengah dia duduki. Desi menoleh, menemukan abangnya yang tidak terlihat sepagian ini sekarang duduk di sana, rambut berantakan habis bangun tidur.

"Ini sudah siang, abang baru bangun?" tanyanya heran. Sekarang sudah pukul sebelas siang. Tidak biasanya abangnya bangun sesiang itu.

Lalu, di detik yang sama, ia menyadari beberapa fakta. Seperti pria itu yang menghilang selama makan malam, ia yang mendengar motor Kalandra di halaman dan suara seperti pintu, atau jendela dibuka pelan menjelang subuh. Juga fakta bahwa kemarin hari Sabtu, setahunya, Kalandra pergi dengan wangi parfum yang tertinggal setelahnya. Tidak sulit untuk menjumlahkan dua dengan dua.

"Abang bersenang-senang tadi malam?" tegurnya, mengangkat sebelah alis.

Sikap tubuh Kalandra menegang seketika, seolah ia tidak menduga pernyataan itu. Dia pikir, tidak ada seorangpun yang terbangun ketika jam empat pagi dia menyelundup masuk ke kamarnya sendiri lewat jendela.

Kalandra berdeham, coba mengembalikan kontrol atas dirinya. "Apa maksudmu?" tanyanya seolah ia tidak mengerti. Seolah, ia tidak melakukan apa-apa.

Desi memutar bolamata. "Apa lagi kalau bukan Sofia, eh?" alisnya terangkat sementara senyum bermain-main di bibirnya.

Kalandra telah menyusun elakan di dalam kepala. Siap meluncur melalui lidah. Tapi pada nama yang disebutkan adiknya tersebut, ia mendadak menjadi kelu. Sofia. Ah, Sofia. Wanita itu. Wanita yang akan ia nikahi. Wanita yang ia yakini, begitu ia cintai.

Tetapi mengapa ... ia bahkan dapat melupakannya sepanjang malam?

Desi menyenggolnya dari lamunan. "Desi kira, abang sudah berubah jadi pria baik-baik," ujarnya, lalu tertawa.

Senjakala, 1977Where stories live. Discover now