21. Hidangan Dari Italia

2.9K 590 27
                                    

Sabtu belum datang, tetapi Kalandra menemukan dirinya sibuk menyelesaikan pekerjaan pada Rabu siang demi pulang pukul lima tepat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sabtu belum datang, tetapi Kalandra menemukan dirinya sibuk menyelesaikan pekerjaan pada Rabu siang demi pulang pukul lima tepat. Ia tidak langsung berkendara ke rumah, melainkan menemui Senja, yang telah menunggunya di tempat pertemuan mereka.

"Aku membuatmu menunggu?" Kalandra melepaskan helm dan menaruhnya di atas jok motor.

Berdiri di depan gubuk adalah Senja. Ia mengenakan dress di bawah lutut berwarna hijau pupus dan pita rambut dengan warna senada, hanya sandalnya yang berwarna cokelat.

Kalandra tersenyum, menyadari semringah di wajah Senja. Ia lalu berjalan menghampiri gadis itu sembari memperbaiki tatanan rambut. Tetapi rupanya, Senja sudah amat tidak sabar sehingga ia berlari menghampiri dan menarik tangan pria itu seketika.

"Kau sedikit terlambat," katanya. Lalu menarik Kalandra dengan tenaga yang ditambahkan, berhubung pria itu tidak jua menurutinya untuk beranjak. "Ayo!"

"Kemana?"

Kalandra tercengang. Pasalnya, ini bukan arah yang ia perkirakan. Mereka tidak menuju gubuk melainkan Senja menyeretnya berjalan menjauhinya.

"Senja?"

"Sshhh. Pokoknya, kau akan tahu!"

Kalandra hampir lupa, bukan Senja namanya jika tidak penuh kejutan. Ia hampir lupa rasanya, selalu berdebar-debar, selalu bersemangat menebak-nebak apa yang akan gadis itu lakukan berikutnya, atau katakan selanjutnya. Ia hampir lupa rasanya, terpesona pada seseorang sedemikian rupa.

Dan sekarang, gadis itu seperti ingin mengingatkannya kembali.

Mereka berhenti di panti asuhan tempat Senja dulunya dibesarkan. Tempat itu masih terlihat sama seperti yang Kalandra ingat, meski juga ada beberapa perbaikan di sana sini. Terasnya tampak baru, bagian dapurnya lebih panjang dari yang dulu, dan sofa merah usang di ruang tamu, sebelumnya tidak ada di situ.

"Apa yang kita lakukan ke sini?" Kala tidak bisa tidak bertanya. Seumur hidupnya, ia hanya pernah memasuki tempat itu saku kali. Dan itu ketika tidak ada orang lain di sana selain Senja. Sekarang, dari jauh saja sudah terdengar ribut-ribut suara anak-anak.

"Kau ingat kau pernah berkunjung ke sini?"

Kalandra tersenyum. Tentu ia ingat. Momen satu itu adalah salah satu yang tidak terlupakan baginya. Waktu itu panti asuhan sedang kosong karena ditinggalkan seluruh penghuninya untuk ke restoran, seorang pengusaha kaya ingin mentraktir mereka. Sayangnya, Senja jatuh sakit tepat pada pagi harinya. Terpaksa, ia tinggal seorang diri karena semua orang tidak ingin melewatkan makanan enak.

"Malang sekali gadis kecil ini," godanya waktu itu sembari melongokkan kepala melalui jendela yang gadis itu bagi bersama tiga remaja lainnya dalam satu ruangan sempit.

Senja mendengkus dan bangkit dari tempat tidurnya yang terletak di bagian sayap kiri. Hanya ada dua buah ranjang besi di tempat itu dengan kelambu yang disingkap ke atas. Kalandra duga, Senja pasti harus berbagi ranjang itu dengan teman sekamarnya yang lain.

Senjakala, 1977Where stories live. Discover now