24. Pernikahan Bukan Saja Perihal Cinta

3.3K 585 36
                                    

"Apa yang sedang kau kerjakan?"

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

"Apa yang sedang kau kerjakan?"

Kalandra rehat sejenak dari aktifitasnya di atas mesin tik. Ia menoleh ke sisi, pada sumber suara, dan menemukan Gun sedang mengintip pekerjaannya.

"Bikin laporan," sahut Kalandra singkat.

Gun mencibir. "Kerja rodi kau, ya? Hari gini sudah bikin laporan segala?"

Kalandra terkekeh. Tatapannya mengikuti Gun yang kini sudah berpindah tempat. Pria tinggi yang tampak selalu tampil trendy dengan jambul rapi, cambang seperti Elvis Presley, serta kaca mata berwarna merah ala John Lennon yang tersampir di belahan kemeja putihnya. Kemeja itu selalu terbuka dua kancing atasnya, menampakkan dada yang ditumbuhi bulu, dipadukan celana cutbray dan sepatu pantofel mengilap.

"Bukan begitu," Kalandra mencoba menjelaskan. "Aku kan mau cuti sebentar lagi. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan."

"Alah," Gun mengibaskan satu tangan, tangan lainnya tengah memegangi sebuah mug. "Ngopi dulu lah kita. Iya, kan, Kinar?"

Kinaryosih, atau yang akrab disapa oleh Kaladnra sebagai Mas Kinar yang baru saja membuka pintu untuk masuk menghentikan langkah, kaget atas pertanyaan tiba-tiba yang dia tidak tahu darimana asalnya itu. Kalandra tertawa, lantas bangkit dari kursinya. Ia menghampiri Kinar yang tengah membawa baki berisi dua gelas kopi. Biasanya, jika sedang tidak banyak pekerjaan, pria itu akan menawarkan kopi ke rekan-rekan kerjanya yang lain.

Kalandra mengambil segelas dari Kinar. "Duduk dulu, Mas. Ngopi dulu. Si Gun sudah bikin kopinya sendiri. Sayang kan, kalau dingin."

"Kinar menimbang sesaat, lantas mengangguk. "Baik, Mas," katanya sebelum dengan sopan mendudukkan diri di ujung sofa.

Kalandra mengambil tempat di posisi kosong lainnya. Pelan, dia mulai menyesap kopinya. Kopi buatan Kinar memang memiliki citarasa paling nikmat, dan buatan Gun ... ah sudahlah, dia malas mengingat ketika dia muntah-muntah waktu itu.

"Kemana kau rencananya akan bulan madu?" Gun kembali memulai sesi wawancaranya, yang diikuti kepulan asap putih yang ia embuskan dari mulut dan hidung.

"Belum terpikirkan," Kalandra menjawab jujur.

Selama ini, kepalanya dipenuhi oleh tetek bengek rencana pernikahan. Yang meskipun seharusnya keluarganya yang mengurus, tetapi wanita itu bersama Sofia terus memberondonginya dengan berbagai pertanyaan dan pernyataan. Permasalahan baju, tenda, makanan, tamu undangan, semuanya. Belum lagi masalah lain yang menyita lebih dari separuh pikirannya. Senja, dan senyumannya.

"Bah! Yang benar?!"

"Tentu." Kalandra mengendikkan bahu. "Kau tentu tahu, Bung, perkawinan ini akan menjadi walimah perkawinan pertama di keluargaku. Ibu menginginkan acara yang mewah, seperti raja, katanya."

"Almarhum kakakmu itu ... siapa itu namanya, belum pernah kahwin juga?"

"Lingga," ia memberitahu, lantas mengangguk. "Belum. Ibu menjodohkannya dengan Sofia, tetapi Tuhan ternyata lebih mencintainya."

Senjakala, 1977Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt