Nine

42.8K 2.6K 224
                                    

Hallo! Aaaa ketemu lagi ya sama Arkanika. Seneng ga? Harus seneng lah🤣

Btw, aku makasih banget ya sama kalian semua!😭
Cerita ku jadi serame ini dan udah tembus 4k lebih😭

Makasi banget buat kalian yg suka sama cerita ini. Komen kalian tuh mood banget😭. Maafya ga aku balesin satu-satu. Tapi aku bacain semuanya. Makasi yaaa kalian!😘

Biar makin akrab panggil aku bun/bunda ya!😘
Komen perbaris bsa gak? Bisa dong🤪

Happy Reading!

🦋🦋🦋

Hari ini Ranika ditemani bersama sahabatnya yaitu Fifi. Sebenarnya ia tidak masalah tinggal sendirian. Namun mertuanya kurang setuju perihal keinginannya. Jadilah, Fifi ikut tinggal bersama dirinya.

Keduanya tengah bersantai di kolam belakang ditemani jus jambu buatan Ranika. Sesekali kakinya ia celupkan ke dasar air. Memikirkan bagaimana suaminya jika ia pergi. Ranika menghela nafas. Hal tersebut mencuri perhatian Fifi.

"Kenapa, Ran?" Tanya Fifi.

Ranika menggelng. "Engga,"

Fifi berdecak. "Mikirin laki lo, ya? Udah, sih, jangan dipikirin dulu sementara waktu, Ran."

"Dia bakalan nyariin aku engga, ya, Fi?"

Fifi mengedikan bahu. "Mana gue tahu," Fifi bangkit untuk mengubah posisi duduknya agar lebih dekat dengan Ranika. "Kemarin chat lo di bales engga sama dia?"

"Engga," Jawabnya dengan Lesu. "Di baca doang, Fi." Tambahnya.

"Ran, gue tahu dia suami lo. Tapi, ish, anjir! Gregetan gue. Lo secinta itu sama dia?"

Ranika mengangguk. "Iya, tapi aku takut sama dia."

Fifi mengernyit. "Takut?" menatap bingung sahabatnya. "Sejak kapan lo takut? Di apain lo sama dia?"

Ah Ranika hampir saja membeberkan perihal apa yang terjadi beberapa waktu lalu. Mana mungkin ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Bisa-bisa Fifi heboh marah dan masalahnya makin runyam.

"Maksud aku takut dia engga nyariin aku, Fi. Jangan mikir aneh-aneh!" Jawab Ranika gugup..

"Ya..ya..ya. Tapi gue engga bisa percaya gitu aja. Mata gue engga buta, Ran, kalo lo lupa!" Ujar Fifi kesal.

Ranika menatap bingung dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya, aku tahu kamu engga buta. Emangnya ada apa, sih?"

Fifi menunjuk salah satu bagian tubuh Ranika. Ya, yang ditunjuk Fifi adalah leher Ranika yang masih meninggalkan jejak merah keunguan. Hal tersebut membuat Ranika bingung dan menutup lehernya dengan kedua tangannya.

"Ish, ini tuh gatel, Fi!" Elaknya dengan panik.

"Dih, panik?" Fifi tertawa. "Santai. Lo sama dia udah sah, Ran."

Ranika menghela nafas. "Iya. Kalo nanti aku hamil, anak aku diterima Nas Arka engga? Aku mikirin anakku nantinya, Fi. Misal dia engga bisa cinta sama aku. Seenggaknya dia bisa cinta sama darah dagingnya sendiri. "

Fifi hanya terdiam mendengarkan curahan hati sahabatnya. Ia tak berani memberi banyak komentar perihal masalah tersebut. Ranika pun dilanda pikiran yang luar biasa gilanya.

Andai kata nanti dirinya ditakdirkan hamil. Apakah anaknya akan diterima atau justru akan dibuang dan merasakan sakitnya seperti dirinya. Ah, Ranika tak sanggup membayangkan. Yang saat ini ia lakukan merenung dan menangis.

-oOo-

"Pak, ini ada dokumen yang harus bapak tanda tangani." Tutur Salsa sambil menyodorkan dokumen tersebut ke meja Arka. Namun, tak ada respon dari lelaki tersebut. Hanya ada tatapan kosong dari seorang Arka.

ArkanikaWhere stories live. Discover now