Thirty Eight

19.5K 1.2K 48
                                    

hai! selamat hari raya idul fitri ya!💘
minal aidzin walfaidzin. mohon maaf lahir batin semuanyaa💘💘

huhu, akhirnya ketemu lagi yaa sama Arkanika💘💖
kangen ngga? kangen lah hihi.

agak sedih target kemarin ngga sampe 600vote🥺
gapapa, tapi dipart ini aku minta 500vote nyampe ya buat next part! please, jangan jadi side reader oke? ramein part ini ya!💖💖

yang mau join chanel khusus readers wp aku. bisa cek linknya di highlight IG coretanorange ya!💘

JANGAN LUPA VIRALIN DAN REKOMENDASIIN CERITA INI YA!💖

HAPPY READING

🦋🦋🦋

Sebulan menuju bulan ke-9 usia kehamilan Ranika. Persiapan segala sesuatu mulai ditata dari sekarang. Bahkan, suaminya kian hari kian posesif. Bukan posesif dalam artian cemburuan, tapi ngeri ngeliat istrinya yang selalu ke sana ke mari dengan semangat. 

Seperti saat ini, Lina—mertua Ranika sedang mengadakan acara makan bersama. Terbilang dadakan acaranya. Dikarenakan ia rindu kebersamaan dengan anak, cucu dan menantunya. 

Berbagai menu terhidang dengan rapih di meja makan. Dimulai dari menu makanan Indonesia yang kering sampai dengan yang berkuah. Semua ada di meja ini. Kalian pikir mereka akan habis memakannya? Tentu tidak, nanti akan dibagikan dengan pekerja rumah mereka.

Ranika kelewat excited saat mempersiapkan semua hidangan di meja ini. Semua yang melihat Ranika berjalan ke sana ke mari merasa capek. Tapi, tidak dengan wanita itu. Jika ditanya capek atau tidak jawabannya jelas tidak. Hebat kan?

Suaminya sendiri dibuat pening seketika. Disuruh duduk istrinya barang satu menit saja tidak mau. Ada saja alasan untuk berdiri dan berjalan. 

"Ar, istri kamu disuruh duduk itu." Ujar Mahesa—Ayah Arka.

Arka berdecak. "Mana mau pah. Kalo disuruh duduk sebentar aja, nanti berdiri lagi."

Mahesa mengamati gerak-gerik menantunya. Sangat ceria dan bersemangat. 

"Istri kamu keliatan bahagia, Ar," 

Arka mengangguk. Dirinya juga mengamati segala gerak-gerik istrinya. "Bukan hanya terlihat, tapi memang kenyataannya bahagia, pah."

"Menyesal kamu bertahan sama dia?"

"Ngga sama sekali,"

Mahesa terkekeh. "Dulu kamu harus papah paksa sana sini biar melek sama Ranika. Kadang papah suka takut, Ar, kamu menyesal dikemudian hari."

Arka menghelas nafasnya. Bayang-bayang tentang masa lalu saat ia menikahi Ranika. Berat. Diamanati lamatamat wanita yang kini sangat ia cintai. 

"Kalo papah bilang takut aku menyesal dikemudian hari, jujur aku merasa ada penyesalan, pah." Jawab Arka sambil tersenyum pedih menatap sang istri.

"Penyesalan yang aku rasain, hampir membuat orang yang mencintai aku dengan tulus bisa pergi tanpa aku minta. Awalnya aku selalu menepis rasa itu, pah. Tapi, semenjak Ranika hamil. Dari situ perasaan penyesalan muncul tanpa aku minta." Lanjutnya.

Mahesa diam. Membenarkan apa yang dilontarkan putranya. Menantunya bisa pergi meninggalkan anak semata wayangnya. Tapi sekali lagi, lembutnya hati Ranika untuk menerima segala kekurangan Arka benar-benar bisa mempertahankan semuanya. 

Kadang orang-orang berfikir untuk bertahan dikeadaan seperti itu, jelas menyakitkan. Tetapi, melepaskan apa yang kita cintai jauh lebih sakit—pengorbanan dalam sebuah hubungan itu lumrah.

ArkanikaWhere stories live. Discover now