Thirty Four

21.3K 1.2K 83
                                    

hola! maaf kemarin batal update yaaa. akunya belum kelar ngetik dan masih ada tanggungan untuk tugas.

so! ramein part ini ya!!! untuk next part aku mau nyoba 450 vote bisa gaaa ya? harus bisa!!! yukk ah ramein part ini untuk vote dan komennya ya!!!

VIRALIN DAN REKOMENDASIIN CERITA INI DI AKUN TIKTOK KALIAN YA!

HAPPY READING
🦋🦋🦋

Pagi ini benar-benar suasana rumah begitu ramai. Bisa dibayangkan kalian saat akan bersiap untuk bersekolah, bekerja dan tentunya mengawali pagi kalian tanpa persiapan. Pasti ricuh dan berisik. Belum lagi, ibu kalian yang akan jadi bulan-bulanan pertanyaan apapun itu. Entah barang, letak barang maupun keperluan lainnya.

Seperti di kediaman Arka dan Ranika saat ini. Jam sudah menunjukkan pukul 6.15 pagi, baik Arka maupun Alden masih ribut dengan sautan teriakan dari masing-masing mereka. Ranika yang baru saja kelar membuat sarapan, dibuat pulang dan ingin menangis mendengar keributan di lantai atas.

Terdengar suara perdebatan kecil dan barang-barang yang jatuh. Siapa pelakunya Ranika tak ingin ambil pusing. Untuk menghampiri keduanya saja, rasanya sudah malas. Mengingat anaknya yang berada di dalam kandungan ikut-ikutan aktif menendang perutnya. Sungguh, benar-benar keributan yang lengkap pagi ini.

"Ran! Dasi aku di mana?" Teriak Arka dari atas.

Diikuti suara lengkingan dari bocah laki-laki. "Bundaaaaa! Kaos kaki putihnya di mana?"

Ranika meringis kala mendengar suara teriakan dari keduanya. Bahkan dirinya sangat dongkol dengan keributan pagi ini. Tangannya ia gunakan untuk menopang kepalanya yang terasa pening. Bukan karena ia sakit, tapi karena pusing mendengar keributan dari atas.

Terdengar suara langkah terburu-buru dari atas. Lantas Ranika mendongak, benar saja dugaanya. Dua laki-laki dengan beda usia ini menuruni tangga bersamaan. Herannya tak ada satupun yang berpakaian dengan rapih.

"Ran, kok, aku teriak ngga di jawab, sih?" Tanya Arka.

"Bunda, kenapa diem? Kan, Alden mau sekolah." Timpal Alden.

Ranika berdecak. "Kalian berdua astaga! Baru sehari bunda ngga nyiapin kebutuhan kalian, loh. Rasanya kaya udah bulanan."

"Cepet, Ran, dasi aku di mana?" Tanya Arka tak sabaran.

"Ih! Ayah! Punya Alden dulu." Sela Alden Tak terima.

Ranika hanya menatap cengo keduanya. Tak ada satupun yang menanggapi ucapannya. Hanya pertanyaan ulang di mana barang yang mereka cari. Kejadian pagi ini, benar-benar menguji kesabaran Ranika. Ranika bangkit dan menatap garang keduanya.

Baik Alden dan Arka langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Perdebatan yang mereka lakukan mendadak hening seketika, saat Ranika bangkit dengan memberikan sebuah tatapan yang mengerikan. Mereka mungkin lupa, Ranika ini sedang hamil. Kemarahannya mungkin bisa membuat bangunan rumah ini runtuh seketika.

"Kok, diem? Ayo terusin! Bunda jadi wasit. Cepet!" Tantang Ranika.

Benar kan Ranika dalam mode galak. Arka sendiri sebagai suaminya tak berani menjawab, apalagi Alden. Bocah ini meringsut mendekati ayahnya. Tangan kanannya digunakan untuk mencubit paha ayahnya, seakan-akan memberi kode untuk menjawab apa yang dilontarkan oleh Ranika.

Arka dibuat garuk-garuk kepala dan meringis seperti frustasi. Salah sedikit saja, berakhir ia harus tidur pisah kamar. Tentu Arka tida mau itu terjadi. Tanpa Ranika di sebelahnya, mampu membuat dirinya uring-uringan. Ibarat tidur tanpa bantal dan guling yang lengkap.

ArkanikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang