Thirty One

25.9K 1.5K 140
                                    

Hai! Arkanika kembali hehe. Oh ya, selamat menunaikan ibadah puasa ya bagi kalian yang menjalankan puasa ditahun ini. Mohon maaf ya buat kalian yang mengikuti kisah ini dari awal banyak merasakan emosi, kesal dan sedih berkepanjangan. 

Part kemarin agak sedih pas komen ngga tembus. Nggapapa, aku harap di part ini baik komen dan votenya tembus ya? Yuk,jangan jadi side riders! Syarat untuk next part 415 VOTE dan 250 komen NEXT.

RAMEIN PART INI YA! VIRALIN DAN REKOMENDASIIN CERITA INI!

HAPPY READING

🦋🦋🦋

Hari ini mereka semua sudah kembali ke Jakarta. Selama di Villa kemarin mereka menghabiskan waktu untuk istirahat. Sebab, Alden sedang rewel-rwelnya akibat demam. Jadi, keduanya memilih berdiam diri di Villa untuk menjaga Alden. Kondisi Ranika tentunya menjadi alasan utama. Takut-takut nanti Ranika dan Alden sakit bersamaan.

Arka melirik arloji hitam yang berada di lengan kirinya. Jarum menujukkan pukul 11 siang. Ia menyandarkan punggungnya. Memijat pelipisnya yang terasa berat. Mengingat hari ini Yessa dan Carlos datang untuk memberikan laporan terkait seluk beluk Alden.

Sambil menunggu keduanya, Arka membuka ponselnya dan menekan ikon galeri. Jarinya bergerak lihai menggeser foto demi foto kebersamaan ketiganya. Senyumannya muncul secara tak sadar. Melihat canda, tawa dan riang yang ada di dalam foto tersebut membuat Arka merasa bahagia.

Tak sadar sampai di akhir isi galeri, ia menatap sendu foto pernikahan keduanya. Terlihat hanya ada senyum kebahagiaan dari istrinya. Berbanding terbalik dengan dirinya yang menatap datar dan dingin kamera saat menghadap keduanya. Sungguh saat Arka mengingat masa-masa itu semuanya terasa menyayat hatinya.

"Kamu tahu, Ran, aku mungkin manusia brengsek yang masih dikasihani oleh Tuhan. Untuk kamu bertahan sama aku pun kadang ngga mungkin terjadi. Tapi, aku ngerti kenapa Tuhan ngasih garis takdir kita kaya gini," ujarnya bermonolog.

Pikirannya mendadak buyar saat suara ketukan pintu dari luar mengalihkan atensinya. Segera saja Arka bangkit untuk membukakan pintu. Yaps, seperti yang ia duga. Yessa dan Carlos datang bersamaan dengan map yang mereka bawa masing-masing.

"Masuk dulu," titah Arka.

Keduanya masuk mengikuti langkah Arka dengan posisi di belakang. Ketiganya mengambil posisi untuk duduk di sofa dan meja yang di sediakan di dalam ruangan ini.

"Ngga perlu basa-basi, langsung aja." Tutur Arka.

Yessa lebih dulu menyodorkan berkasnya yang dilapisin amplop cokelat. Arka langsung menerima dan membuka berkas tersebut. Sambil membaca setiap laporan yang ada di situ.

"Ar, gue sama Carlos udah cari informasi terkait anak yang bernama Alden. Jujur, awalnya susah banget. Bahkan, gue sampe frustasi sendiri." Tutur Yessa.

Arka mengernyit. "Susah? Lah, ini kan keahlian lo, Sa? Sesusah apapun biasanya lo ngga akan begini,"

Yessa menghelas nafasnya dan melirik Carlos, seolah memberitahu untuk dirinya menjelaskan terkait apa yang terjadi.

"Jadi begini, Tuan. Nama anak tersebut sebenarnya bukan Alden. Nama itu di sematkan saat dia ditemukan oleh preman jalanan. Untuk keluarganya sampai saat ini masih misteri. Ada dua kemungkinan, anak ini terlahir sengaja tanpa identitas atau memang dibuang dengan segala identitasnya dihapuskan secara total." Jelas Carlos.

Arka sudah menduga kemungkinan ini. Memang sulit untuk menemukannya. Terlebih jejak kelahiran Alden di seluruh rumah sakit tak meninggalkan rekam jejak siapa ibu dan ayah biologis dari anak tersebut.

ArkanikaWhere stories live. Discover now