chapter thirteen : moment of truth

721 99 34
                                    



"Sometimes being in love means open up your heart and let someone get inside you and mess you up."

— Joyceline



"Jo, mau naik ferrish wheel?" Joyce meraih tangan Jonathan dan menariknya menuju area di mana orang-orang yang ingin menaiki ferrish wheel mengantre

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jo, mau naik ferrish wheel?" Joyce meraih tangan Jonathan dan menariknya menuju area di mana orang-orang yang ingin menaiki ferrish wheel mengantre. Dia menengadahkan wajah untuk menatap Jonathan yang menjulang di sebelahnya, menyadari raut wajahnya yang tampak berbeda dari kali pertama mereka memasuki alun-alun tempat pasar malam dengan tema Happy Night Fair digelar. "Kamu nggak takut ketinggian atau apa, kan? Kalau kamu punya fobia sama ketinggian kita bisa—"

"It's okay." Jonathan berusaha mengulas senyum. Diraihnya satu tangan Joyce sebelum membawanya ke dalam genggaman. Jemari mereka saling berkelindan dan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, Jonathan kembali merasa lengkap. "Aku sama sekali nggak punya fobia sama ketinggian. Lihat ferrish wheel begini cuma... bikin aku ingat sama seseorang."

Joyce sedikit mengerutkan alisnya. Tidak bisa menahan rasa penasaran yang menggelitik hatinya, dia bertanya, "Siapa?"

Jonathan tidak langsung menjawab karena tiba giliran mereka berdua untuk membayar biaya agar bisa menaiki ferrish wheel. Tadinya dia ingin membayar untuk dua orang sekaligus, tapi Joyce menolaknya dengan halus dan membayar sendiri. Mereka kemudian dipandu untuk memasuki salah satu kursi bianglala, dan begitu kotak besi tersebut bergerak, barulah laki-laki itu membuka mulutnya untuk berbicara—melanjutkan percakapan mereka yang tadi sempat tertunda.

"Adikku." Jonathan mengulas senyum tipis di permukaan bibirnya. Meskipun begitu, Joyce bisa melihat adanya kemuraman yang terpancar di dalam kedua manik matanya. "Adik perempuanku."

"Adik... perempuan?" Joyce mengernyit heran. Jonathan jarang sekali membicarakan tentang keluarganya meskipun mereka sudah resmi berpacaran sejak tiga bulan terakhir. Hanya sekali Jonathan pernah menyinggung tentang memiliki seorang adik, tapi bukan adik perempuan melainkan adik laki-laki. "Kamu bilang kamu nggak punya saudara perempuan, tapi cuma punya adik laki-laki yang—"

"—tingkahnya kadang mirip perempuan karena saking manjanya." Jonathan menginterupsi sambil mendenguskan tawa pelan. Joyce tidak ikut tertawa, karena di balik tawa dan wajah ringan yang berusaha Jonathan perlihatkan padanya, dia bisa melihat kemuraman dan kesedihan yang begitu purna di baliknya. "Maaf nggak jujur sama kamu waktu itu. Aku punya dua adik sebenarnya. Perempuan dan laki-laki. Mereka kembar."

"Wow. Twins?" Joyce tampak tertarik ketika akhirnya Jonathan mau sedikit lebih terbuka padanya tentang keluarganya. "It must be nice to have twins as siblings like you. Aku anak perempuan tunggal di keluargaku karena kesehatan Mama nggak begitu mendukung buat kasih aku adik, jadi aku habisin hampir 18 tahun hidupku dengan tumbuh tanpa saudara." Dia tertawa pelan. "Adik kamu yang kembar ini pasti salah satunya mirip kamu deh, Jo. Atau malah dua-duanya mirip kamu?"

BITTERSWEET LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang