chapter twenty-three : crashed

451 86 22
                                    



"Love makes life's sweetest pleasures and worst misfortunes."



JONATHAN meletakkan buket bunga anyelir merah muda ke atas meja nakas di samping tempat tidur ibunya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

JONATHAN meletakkan buket bunga anyelir merah muda ke atas meja nakas di samping tempat tidur ibunya. Seulas senyum kecil terbersit di kedua sudut bibirnya, sedikit banyak menggambarkan perasaannya siang hari ini ketika dia mengunjungi Griya Werdha tempat ibunya mendapatkan perawatan intensif untuk demensia tingkat menengahnya.

Menarik kursi untuknya duduk, Jonathan kemudian mengulurkan tangan untuk menggenggam salah satu tangan Alana yang mulai dihiasi garis-garis keriput samar. Wanita itu sedang tertidur pulas setelah salah seorang perawat membantunya makan siang dan minum obat. Beberapa helai rambutnya sudah mulai beruban, sama seperti gurat-gurat halus di dahi dan sudut-sudut matanya yang mulai menunjukkan usianya.

Jonathan membawa tangan ibunya yang dia genggam ke pipi, lalu menghela napas panjang ketika pandangannya tertuju pada wajah damai sang ibu yang tengah tertidur. Setelah Hans pergi meninggalkan mereka dan lebih memilih keluarganya yang lain dibanding mereka berdua—Jonathan adalah satu-satunya orang terdekat yang dimiliki Alana. Karenanya Jonathan tahu seburuk apa kepahitan dan penderitaan yang dirasakan dan dialami ibunya dulu, entah sebelum atau sesudah dia bercerai dengan Hans.

Selama lima tahun pertama setelah orang tuanya resmi berpisah, Jonathan belum merasa ada hal yang aneh dengan ibunya. Yang Jonathan tahu saat itu Alana adalah sesosok ibu yang sangat menyayangi putra semata wayangnya. Dia bekerja keras, memanfaatkan ijazah sarjananya untuk bekerja sebagai akuntan publik, nyaris tidak pernah menyentuh uang yang dikirimkan Hans setiap bulan karena income dari pekerjaannya sendiri sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hariannya dengan Jonathan.

Lalu ketika Jonathan mulai beranjak remaja, dia tahu kalau ibunya tidak benar-benar baik-baik saja. Tidak hanya sekali dua kali dia sering mendapati ibunya menangis malam-malam setiap kali menumpahkan beban hatinya—di ruang berdoa, di kamar, bahkan ketika sedang tidur... Namun setiap kali Jonathan bertanya ada apa, Alana hanya akan menjawab kalau dia baik-baik saja sambil memasang senyum cantik keibuannya seperti biasa.

Jonathan masih ingat kali pertama dia menemukan botol obat-obatan yang tersimpan di laci kamar ibunya. Usianya baru saja menginjak enam belas tahun dan dia masih duduk di bangku kelas dua SMA. Waktu itu dia pikir botol obat-obatan itu tidak lebih dari sekadar obat yang selalu dikonsumsi ibunya setiap kali merasa kelelahan, namun beberapa tahun kemudian ketika mereka sudah pindah dari Jakarta dan tinggal di Surabaya, barulah Jonathan sadar kalau obat-obatan itu adalah sejenis antidepresan dan obat tidur dosis tinggi yang membuat konsumennya bisa mengalami penurunan daya ingat jika dikonsumsi dalam jangka panjang dan terus-menerus. Saat itulah Alana didiagnosa dengan demensia tingkat menengah dan harus mendapatkan perawatan intensif agar demensianya tidak semakin parah.

BITTERSWEET LOVEWhere stories live. Discover now