04

28 12 0
                                    

Gavin memandang lekat bangunan yang ada didepannya, pria itu lalu berjalan untuk memasuki bangunan tersebut. Gavin membuka pintu bangunan seperti rumah kosong yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya, setelah Gavin membuka pintu bangunan itu, dia langsung disambut oleh seseorang yang sepertinya menunggu kedatangannya ditempat ini.

Gavin menatap seorang laki-laki yang sepantaran dengannya itu penuh emosi, jika hukum itu tak ada Gavin ingin sekali menghabisi nyawa orang itu dengan tangannya sendiri saat ini juga. Sedangkan yang ditatap hanya memperlihatkan tatapan remeh kepada Gavin.

"Gue udah lakuin semuanya, jadi berhenti ngincer adek gue lagi" ucap Gavin tegas pada orang yang ada didepannya itu.

"Tapi gue masih mau ngincer adek lo, gimana dong? Adek lo juga kayaknya lumayan" ucapnya berbisik di telinga Gavin saat dia mengucapkan kalimat terakhirnya.

"Gila lo!! Dia nggak tau apa-apa anjing!! Dan gue nggak bakal biarin adek gue disentuh sama lo!!" ucap Gavin yang kini mulai terpancing emosi.

"Wihh.. kalem, adek gue lo apain hah?! Lo tidurin aja gue nggak marah, kan?"

"Bohong!! Lo marah Do, gue tau lo marah tapi gue mohon jangan apa-apain adek gue, dia nggak tau apa-apa" kini nada bicara Gavin seperti memohon dan meminta belas kasihan.

∞~∞

"Siapa?" tanya Adelard pada Gemma.

"Pembantu gue ternyata, hehe.." ucap Gemma sambil cengengesan.

Adelard hanya menganggukkan kepalanya paham, mereka berdua masih saja di dalam ruang kelas yang semakin lama semakin dingin dan gelap.

"Pipi lo kenapa? Kok merah?" tanya Adelard yang baru sadar jika pipi Gemma merah sekarang.

Gemma yang mendengar itu langsung saja menutupinya dengan tangan kirinya, kemudian tersenyum kikuk didepan Adelard yang kini memandangnya bingung.

"Nggak papa kok" ucap Gemma sambil tersenyum kikuk.

"Nggak papa gimana? Orang merah gitu"

"Tapi seriusan nggak papa, udah biasa"

"Maksudnya?"

"Gue udah biasa"

"Siapa yang nampar lo?"

"Rahasia, lo nggak boleh tau orangnya siapa. Yang jelas gue nggak papa" ucap Gemma sambil tersenyum manis, dia sedang mencoba meyakinkan Adelard bahwa saat ini dia baik-baik saja.

"Sinting" umpat Adelard, "tunggu bentar, jangan kemana-mana" sambungnya lalu berlari keluar kelas, tanpa menunggu balasan dari Gema yang kini menatap punggungnya bingung.

10 menit sudah Gemma menunggu Adelard yang sedari tadi tak muncul juga dihadapannya, gadis itu tak tahu kenapa tiba-tiba Adelard pergi begitu saja. Merasa tak ada tanda-tanda Adelard akan datang kembali Gemma berdiri dari duduknya, tak lupa tas yang dia tenteng di tangan kanannya.

Dia malas memakainya, badannya terasa pegal karena tidur dengan posisi duduk. Ini baru pertama kalinya bagi Gemma, lalu bagaimana dengan Adelard yang setiap harinya melakukan hal itu. Apakah punggungnya tak sakit? Pertanyaan itulah yang Gemma pikirkan sekarang.

Baru saja ingin keluar dari ruang kelas. Adelard sudah sampai didepannya dengan napas yang tak beraturan, bisa dipastikan Adelard tadi berlari entah darimana Gemma juga tak tahu. Adelard lalu mengajak Gemma ke taman sekolah yang ajaibnya cewek itu langsung menurutinya tanpa adu bacot terlebih dahulu seperti biasanya.

.
.
.

Disinilah mereka, Adelard dan Gemma duduk disebuah bangku taman yang ada di sekolah, suasananya nampak sejuk karena matahari juga mulai menenggelamkan dirinya untuk menjadi bulan.

Blood is Love (TAMAT)Where stories live. Discover now