41

8 4 0
                                    

Setelah sepersekian abad melakukan adu mulut dulu dengan Adelard, gadis itu kini duduk dibangku kantin bersama dengan Gavin yang berada didepannya. Gemma hanya fokus pada ponsel di genggamannya, membiarkan Gavin yang sedari tadi diam memperhatikannya.

Beberapa menit kemudian, pergerakan jari Gemma yang sedang asik menscroll akun media sosial dibuat terhenti kala Gavin bersuara.

"Lo mau makan apa?" tanya Gavin.

"Nggak perlu, gue nggak laper kok" ketus Gemma tanpa menatap Gavin sedikitpun, jari-jemari itu akhirnya bergerak kembali. Sebisa mungkin Gemma harus bisa menahan rasa kesalnya karena suruhan dari Adelard agar dia mau istirahat bersama dengan Gavin.

"Tapi tadi pagi lo belum makan" ujar Gavin kembali. Gemma dengan gerakan malas menatap kedua netra legam sang kakak.

"Urusan lo apa? Bukannya selama ini lo nggak pernah peduliin gue, ya?" sindir Gemma.

Gavin tersenyum tipis. "Iya, emang bener kok. Gue jahat, ya sama lo?"

"Banget. Lo bahkan kakak paling jahat, brengsek yang paling gue kenal" mata Gemma berkaca-kaca, sesak mulai menghantam dadanya.

Sebisa mungkin ia tak boleh meluncurkan cairan asin itu, Gemma sadar dan masih punya rasa malu. Mengingat dirinya kini tengah berada diarea kantin yang padat, banyak sepasang mata yang melihatnya. Sudah cukup semua warga sekolah dibuat gempar karena dirinya yang tengah istirahat bersama dengan Gavin.

Momen yang sangat langka bagi penglihatan mereka.

"Lo mau bakso, siomay atau nasi goreng?"

"Gue cuma mau lo diem, pesenin aja apa yang lo mau. Gue pasti bakal makan kok, karena gue tau gimana cara ngehargain orang lain, apalagi dia punya hubungan darah sama gue"

Gavin sedikit tertohok dengan ucapan Gemma barusan, ucapannya sangat pedas nan menusuk baginya. Bisa Gavin akui mulut Gemma itu memang mungil, tapi ucapannya sungguh sangat pedas.

Tak mau membuang waktu dan kesempatan, Gavin bangkit dari duduknya lalu berjalan kearah tempat penjual makanan yang ia sebut tadi berada. Sedangkan Gemma kini melirik kesal kearah meja dipojok sana, terlihat jelas dari sini jika Adelard, Erfan, Niko, Nia dan Gea tengah menatapnya. Tak jarang pula cengiran khas itu terpancar dari teman-temannya begitu pula Adelard, gadis itu menatapnya tajam.

Tatapannya siap menerkam cowok itu sekarang juga, ingin sekali Gemma mencakar-cakar wajah mulus kekasihnya. Tak peduli seberapa tampan cowok itu yang terpenting sekarang adalah rasa kesalnya terobati, jika seperti ini rasa-rasanya Gemma ingin mutilasi orang!! Bersama dengan Gavin bukanlah hal yang ia inginkan saat ini, jika ada waktu pun Gemma ingin sekali meluapkan emosinya pada sang kakak. Akan tetapi egonya masih terlalu besar untuk mengutarakan semuanya.

Jika Gemma punya kesempatan sekali atau bahkan seterusnya, gadis itu ingin sekali mengulang kejadian ini dengan senang hati. Jika waktu bisa berhenti pun, Gemma ingin sekali bersama terus dengan sang kakak. Ia ingin perhatian, kasih sayang dan sikap lembut Gavin.

Selang beberapa menit melamun, gadis itu tersadar kembali setelah Gavin menghampirinya dan membawa sebuah nampan berisikan dua piring nasi goreng dan dua gelas es lemon tea. Dengan hati-hati Gavin memberikan satu piring tersebut pada Gemma dan minuman itu, Gemma tentu saja menerima dengan senang hati karena nasi goreng tersebut adalah kesukaannya saat berada dikantin sekolah.

"Thanks, bang" lirih Gemma. Gavin hanya tersenyum menanggapinya, setelah itu keduanya memakan nasi goreng milik mereka masing-masing dalam keheningan.

.
.
.

Sementara dimeja lain, kelima muda-mudi itu memperhatikan interaksi kakak-beradik itu horor. Membiarkan pesanan makanan yang mereka pesan beberapa menit yang lalu dingin karena tak kunjung dimakan, bagi mereka makanan sekarang tak begitu penting karena yang terpenting bagi mereka berlima adalah melihat interaksi Gemma dan Gavin.

Blood is Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang