01 - Keluarga di Hari Senin

1.8K 118 88
                                    

"Kata Ayah, keluarga itu ada untuk saling melengkapi dan melindungi."

~🌹🌹🌹~

Cerita pagi hari di hari senin ini diawali dengan suara tegas yang menggema dari arah kamar. Suara yang terdengar begitu membara akan amarah, bahkan saat tidak melihat orang yang membuat suara tersebut.

"BU! SINI KAMU, KE KAMAR DULU!" teriaknya lagi, saat yang dipanggil ternyata masih belum menghampirinya.

Arini yang masih sibuk dengan masakannya berdecak sebal saat dirinya kembali dipanggil. Berbalik badan untuk segera menuju kamar depan agar tidak terjadi keributan lebih lanjut.

"IYA, SEBENTAR!" Tanpa sadar, Arini ikut berteriak sambil berjalan tergesa.

"Biru, tunggu di sini dulu, ya, Sayang! Ibu mau nyamperin Ayah dulu," ucapnya pada si bungsu yang telah duduk patuh menantinya di meja makan.

Arini kembali berjalan dengan celemek yang masih menempel di tubuhnya. Rambut setengah punggungnya ia ikat sembarang dengan beberapa anak rambut yang mencuat tidak beraturan. Dirinya berusaha sabar menekan emosi saat suaminya harus berteriak pagi-pagi dan membuat keributan.

Di jalan menuju kamarnya, wanita berusia empat puluh sembilan tahun itu berpapasan dengan lelaki muda yang berstatus sebagai anak sulungnya. Tidak seperti pagi sebelumnya yang selalu ia sempatkan seulas senyum pada anak-anaknya, kali ini ia melangkah tegas dan berlalu begitu saja.

Arfan tidak heran, sebab ia juga sudah mendengar teriakan ayahnya dari tadi. Itulah alasannya ia tidak lantas keluar dari kamarnya. Malas berurusan dengan keributan dan kemarahan sang ayah.

"Ada apa? Pagi-pagi udah teriak-teriak. Gak enak di dengernya sama tetangga," ucap Arini pelan, tetapi penuh penekanan.

"Kamu liat ini? Kenapa bisa kayak gini?" Hanan menunjuk bagian atas pinggangnya sampai hampir mendekati daerah dada. Terdapat noda berwaran hitam dengan ukuran besar.

Mata Arini terbelalak, langkahnya mendekat ke arah suaminya yang masih penuh dengan amarah untuk melihat noda hitam itu. Sepertinya kemeja suaminya itu terkena noda luntur saat sedang di cuci.

Arini ingat betul, kemeja Hanan itu dicuci dan disetrika oleh Shafira minggu lalu.

"Ya sudah, maaf. Ibu gak sengaja bikin bajunya kena luntur." Arini kemudian berjalan menuju almari, mencari baju Hanan yang lain.

"Bu, hari ini Ayah ada rapat sama atasan. Gak mungkin Ayah pake baju kotor kayak gini!" Suara Hanan sudah lebih melembut, tetapi masih dengan kemarahannya.

"Ya sudah, pake yang ini saja. Atau seragam lain yang udah Ibu setrika." Arini masih berusaha bersabar dalam setiap untaian katanya.

"TERUS KAMU MAU AKU DAPET SURAT PERINGATAN DARI ATASAN KARENA PAKE BAJU GAK SESUAI JADWAL? Hanan yang sumbu amarahnya pendek, kembali berteriak di depan wajah Arini.

"Maafin aku, tapi aku beneran gak sengaja." Arini berbohong, ia tidak ingin anaknya mendapat kemarahan Hanan.

"Kamu pikir maafmu bisa bikin noda ini langsung hilang? Aku kan sudah pernah bilang sama kamu buat hati-hati kalo nyuci kemeja kerja," sewot Hanan yang semakin menjadi.

Menuntut Bahagia pada Ayah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang