15 - Sebuah Kabar

313 59 48
                                    

"Seorang Ayah sekali pun, hanyalah seonggok manusia biasa yang bisa diliputi kesedihan."

~🌹🌹🌹~

Perjalanan selama beberapa jam ternyata cukup membuat tubuh Hanan kepayahan. Selama perjalanan itu pula, hanya gelisah yang dirasakan. Tidak bisa tertidur sama sekali akibat pening yang tiba-tiba menyergapnya. Padahal, ini bukanlah pertama kali Hanan melakukan perjalanan udara dalam waktu lumayan lama, bahkan dirinya pernah melakukan perjalanan yang lebih jauh dari ini.

"Bapak sakit? Mukanya pucet banget, Pak." Suara Andri mengintrupsi saat Hanan sedang membereskan beberapa barang bawaannya di kamar hotel. Mereka berdua sengaja memilih berada di satu kamar agar lebih mudah berdiskusi dan berkoordinasi.

Hanan tidak sanggup untuk berbohong. Karena nyatanya kepalanya begitu terasa berat, ditambah tubuhnya yang benar-benar lemas tak berdaya. "Kepala saya pusing banget. Mungkin karena abis perjalanan jauh."

Sebagai orang yang sudah cukup lama bekerja dengan Hanan, tentu saja Andri cukup banyak mengetahui tentang atasannya itu. Andri pun sering mengikuti beberapa perjalanan bisnis yang melibatkan Hanan, baik jarak dekat maupun jauh. Maka melihat keadaan Hanan yang kepayahan dalam perjalanan, agaknya memang ada yang tidak beres.

"Biasanya Bapak yang paling kuat kalo bepergian."

Hanan memilih untuk duduk di salah satu kursi yang ada di kamar tersebut. Mengistirahatkan tubuhnya yang terasa semakin lemas. Tidak peduli barangnya yang belum selesai dibereskan.

"Ya, namanya umur gak bisa dibohongi, Ndri. Makin tua organ tubuh juga makin lemah," katanya sedikit bercanda.

Andri terkekeh menanggapi perkataaan tersebut. "Iya, juga, Pak. Saya juga sekarang jadi sering capek kalo lembur atau kena ujan sedikit. Padahal, waktu muda begadang sampe jam berapa pun kuat."

"Ya udah, Bapak mendingan istorahat dulu aja, Pak. Beres-beresnya dilanjut nanti aja."

Perkataan Andri sedikit banyaknya dipertimbangkan oleh Hanan, sehingga akhirnya ia membawa tubuhnya ke salah satu Single bed. Menyandarkan tubuhnya pada tumpukan bantal di kepala ranjang.

"Pak, tasnya saya simpan di sini, ya." Andri meletakkan tas Hanan di meja sudut kamar tersebut.

"Oh iya, Pak. Gimana keadaan Biru?" Andri duduk di tepian ranjang, kemudian langsung memijit kaki Hanan untuk membantu menghilangkan lelah atasannya itu.

Menyadari hal tersebut, Hanan melarang Andri melakukan pijatan. Bukan apa-apa, sudah pasti Andri juga sama lelahnya akibat perjalanan yang jauh, tetapi dengan sopan Andri berkata, "Tidak apa-apa, Pak. Saya gak sebegitu lelah, kok."

Kemarin, Hanan sempat bercerita tentang anak bungsunya yang masuk rumah sakit. "Tadi saya sudah telpon sekalian mau ngabarin kalo saya sudah sampai. Tapi, dia lagi tidur. Kata istri saya demamnya naik lagi."

"Ya Allah. Kasian kalo anak sakit tuh, ya, Pak, apalagi masih kecil. Semoga Biru cepet sembuh, ya, Pak," ucap Andri tulus. Dia pun sama seperti Hanan. Seorang suami dan juga ayah. Itu sebabnya, sedikit banyaknya ia bisa merasakan apa yang sedang dikhawatirkan oleh Hanan.

Hanan mengaminkan perkataan Andri. Kemudian, memilih kembali terpejam dan menikmati setiap pijatan yang Andri berikan. Benar kata yang lebih muda, perasaan lelahnya jadi sedikit berkurang.

"Ndri. Nanti kamu makan duluan saja sama yang lain. Jangan nungguin saya, saya mau istirahat dulu."

"Bapak mau dibelikan makanannya tidak?"

"Saya sih gampang, Ndri. Kalian aja dulu. Terus abis itu istirahat, biar besok seger pas diinterogasi," tutur Hanan.

"Siap, Pak. Bapak jangan lupa juga minum obatnya."

Menuntut Bahagia pada Ayah ✔Where stories live. Discover now