23 - Hujan Bersama Ayah

293 50 48
                                    

Hampir satu bulan mereka larut dalam sedih dan masalah. Memang tidak lagi kentara, setiap anggota keluarga sudah berusaha menjalani harinya seperti biasa. Namun, hati manusia tidak ada yang tahu dasarnya. Sekalipun mereka terikat dalam hubungan pernikahan ataupun hubungan darah. Manusia tetaplah manusia, makhluk yang penuh rahasia.

Masalah Hanan perlahan mulai menyusut setelah pengakuan Andri pada pihak perusahaan dan pihak berwajib. Sebagai gantinya, Andri kini yang harus berurusan dengan pihak polisi. Entah hukuman seperti apa yang akan didapatkan oleh bawahannya itu. Yang jelas, Andri menyesali semua kekhilafan yang ia lakukan selama ini.

Sudahlah. Hanan tidak ingin memperbesar lagi masalah itu. Tidak apa akhirnya ia juga yang harus mengganti sebagian kerugian yang muncul dengan biaya yang lumayan. Sedikit banyaknya, ini juga kesalahannya. Jadi, ia pun menerima konsekuensinya.

Dan untuk masalahnya dengan manager lama, ia terbukti tidak terlibat dalam kasus penggelapan dana tersebut. Maka, beberapa minggu kemarin, ia sudah dinyatakan bebas dari status terlapornya.

"Kakak mau dijemput Ibu lagi, gak?"

"Iya, Bu. Soalnya kalo sama Naomi terus juga gak enak. Abang juga mau ke rumahnya Kak Rio buat ngerjain tugas."

"Ya udah, nanti kasih kabar aja ke Ibu kalo udah jam pulang, ya."

Setelah mengucapkan kalimat itu, tidak ada lagi percakapan berarti dalam kegiatan pagi. Semua anggota keluarga -termasuk Hanan dan Arini sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Arfan dan Shafira sudah berpamitan untuk berangkat ke sekolah, kemudian disusul oleh Hanan yang juga akan menjalankan tanggung jawabnya di kantor.

Sekilas. Memang tidak ada yang aneh di antara mereka. Hanya rutinitas pagi hari seperti keluarga pada umumnya. Hanya saja, tidak ada yang tahu, mereka hanya sedang berusaha memperbaiki hati masing-masing. Berusaha memunguti kembali serpihan perasaan mereka yang sempat hancur tak tersisa. Berusaha menata keberanian agar bisa kembali menghadapi hidup yang tersisa.

Bahkan, setelah badai pun, kehidupan masih belum berakhir bukan?

Mereka akhirnya memutuskan untuk membuka lembaran baru. Mengisi lembar putih dengan kisah baru tanpa menutup cerita lama. Biarkan lembar sebelumnya menjadi bagian dari rangkaian kisah yang indah.

Bahwa Sagara Biru adalah bagian dari kisah pilu, tetapi selalu mengundang rindu.

🌹🌹🌹

Shafira menggerutu sepanjang melewati lapangan tempatnya berlatih. Tidak masalah dengan lelah akibat latihan yang terus menerus dilakukan. Yang jadi masalahnya saat ini adalah. Waktu sudah semakin petang, bahkan sudah lebih dari jam pulang sekolahnya. Sedangkan dirinya masih berada di luar sekolah. Tiba-tiba saja pelatih pasukan tongkatnya menginginkan latihan gabungan dengan sekolah lain. Itulah sebabnya ia sekarang terjebak di lapangan luas itu.

Beberapa temannya sudah ada yang pulang lebih awal. Hanya tersisa beberapa orang dan sisanya adalah senior yang tidak begitu ia kenal. Parahnya, ponselnya pun harus kehabisan daya. Pantas saja sedari tadi tidak ada panggilan dari ibunya. Ibunya pasti sudah cemas karena sudah menjelang petang dirinya tidak ada di sekolah.

"Kenapa sih pake low segala. Ibu pasti udah nungguin di sekolah," gerutu Shafira yang kesal pada ponselnya. Salahnya sendiri memang, tidak mengisi daya terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah.

Tadi siang, ia berangkat sendiri ke tempat latihan. Naomi tidak ikut latihan ini. Maka dari itu, Shafira berangkat menggunakan ojek online. Sayangnya, saat ini jangankan untuk memesan ojek, untuk hidup saja ponselnya sudah tidak bisa.

Menuntut Bahagia pada Ayah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang