03 - Saling Mengerti

480 83 43
                                    

"Jangan pernah merasa paling menderita, bisa saja kamu juga adalah luka untuk orang lain"

_____________________

Dua puluh empat tahun yang lalu, Hanan mengucapkan akad nikah untuk Arini Rahmaliani. Di usianya yang ke dua puluh delapan dan terbilang matang, Hanan berjanji menerima Arini sebagai istri dan tanggung jawabnya.

Sedangkan Arini saat itu berusia tiga tahun lebih muda dari Hanan. Setelah akad nikah diucapkan, itu berarti secara sah ia menyerahkan dirinya dan hidupnya untuk Hanan.

Dari detik itu, mereka berjanji akan menerima segala kekurangan dan kelebihan. Menyatukan dua pemikiran yang berbeda dalam satu ikatan pernikahan. Saling bertahan baik suka maupun duka, serta merengkuh satu sama lain apabila dalam kelaraan

Termasuk berjanji akan saling menerima satu sama lain dan akan belajar mengubah sifat buruk sebelumnya, untuk keharmonisan keluarga agar tidak terjadi keretakkan.

~🌹🌹🌹~

Arini dibanjiri banyak pertanyaan oleh Biru, apalagi saat melihat mata Arini memerah. Untuk menghindari dari perasaan sedih Biru, terpaksa Arini harus berbohong dengan alasan terkena debu.

Setelah selesai makan malam ditemani oleh Arfan, Arini menunaikan solat isya dan segera masuk ke kamar Biru untuk menemani si bungsu tidur.

"Ibu. Maaf kalo hari ini Biru nakal, ya."

Arini membuka matanya yang ikut mengantuk saat berbaring untuk memberi usapan pada punggung Biru.

"Kenapa Biru ngomongnya begitu?" tanya Arini, "Biru gak nakal, kok. Biru malah tadi bantuin ibu angkatin jemuran, 'kan?"

Biru mendonggak untuk melihat wajah Arini. "Ayah marahin Ibu karena Biru tadi bilang ke Ayah buat liat gambar. Maaf ya, Bu," lirih Biru, kemudian ia mengeratkan pelukan pada ibunya.

Arini tertegun mendengar itu. Tidak menyangka bahwa ucapan Biru tepat mengenai sasaran.

"Enggak kok, Sayang. Biru gak nakal. Kata siapa Ibu dimarahin Ayah?"

Biru mengerjap pelan, membuat Arini tersenyum lembut. Ia bubuhkan sebuah kecupan di pucuk kepala Biru dan mengusapnya sayang.

"Ibu sama Ayah baik-baik aja, kok. Kalau marahan juga enggak suka lama-lama. Besok juga udah baikan. Jadi, lebih baik sekarang Biru tidur, ya. Biar besok bangunnya enggak telat. Jangan lupa baca doa."

Biru mengangguk patuh. Ia lantunkan doa sebelum tidur yang ibunya ajarkan. Mata si kecil ia pejamkan sampai dalam beberapa menit kemudian Biru benar-benar terlelap.

"Selamat malam, Sayang," ucap Arini. Sebuah kecupan singkat kembali ia berikan, kemudian beranjak dan membetulkan selimut Biru.

Selesai mengantarkan Biru menuju alam mimpinya, Arini keluar dari kamar Biru dan menuju kamar anaknya yang lain. Memang masih terlalu cepat jika Arfan dan Shafira tidur. Namun, setidaknya Arini bisa tahu apa yang sedang anak-anaknya lakukan.

Kamar pertama yang ia datangi adalah kamar Shafira. Dilihatnya Shafira yang tampak fokus menonton sesuatu di ponselnya sambil berbaring di atas kasur.

"Kak, itu nontonnya jangan sambil tiduran! Gak baik buat matanya. Terus jangan malem-malem, ya! Kalo udah selesai tugas dan nontonnya, cepetan tidur," ucapnya sedikit tegas agar Shafira mau mendengarkannya.

Menuntut Bahagia pada Ayah ✔Where stories live. Discover now