04 - Keluarga Normal

382 65 28
                                    

Pagi harinya, semua wajah anggota keluarga terlihat panik, apalagi Arini. Tidak biasanya ia bangun kesiangan sehingga berakhir terlambat menyiapkan sarapan. Entah memang karena terlalu letih dengan aktivitas rumah atau hal lain yang membuatnya bangun terlambat. Yang pasti, hubungannya dengan Hanan sudah jauh lebih baik.

"Makannya jangan buru-buru!" tegur Hanan saat melihat anak-anaknya mengunyah cepat nasi uduk yang Arini beli tadi pagi-pagi sekali.

"Kakak ada pelajaran matematika, Yah. Gurunya tepat waktu banget," jawab Shafira dengan mulut penuh.

Sedangkan Arini tidak ikut sarapan dengan suami dan anaknya. Ia sibuk menyiapkan hal-hal yang harus dibawa oleh Hanan dan anaknya. Mulai dari sepatu sampai kaos kaki yang selalu saja mereka keluhkan tidak ada sebelah. Padahal, Arini selalu melipatnya satu pasang dan disimpan di lemari masing-masing. Namun, sudah menjadi sesuatu yang lumrah, apalagi jika sedang buru-buru.

Selesai sarapan, semuanya telah bersiap untuk berangkat. Arini tentu saja mengantar mereka sampai ke teras depan. Shafira dan Arfan sudah melaju lebih dulu, takut dihukum katanya. Sedangkan Biru masih menunggu Hanan yang sedang mengeluarkan mobil.

"Maaf, ya, Ibu gak sempet bikinin bekal. Nanti Ibu titip ke Mamanya Faris, ya," pesannya pada si bungsu yang diangguki dengan cepat, kemudian ia raih tangan ibunya untuk mencium dan memknta izin.

Arini mengantar Biru sampai ia memastikan aman berada di kursi penumpang sebelah Hanan.

"Bu. Ayah berangkat dulu, ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Arini.

Detik selanjutnya, mobil itu berlalu meninggalkan Arini seorang diri di teras rumah. Setelah menghilang di telah kejauhan, Arini kembali masuk untuk sarapan dan membereskan rumah. Serta mengeringkan rambutnya yang masih basah.

~🌹🌹🌹~

Shafira memasuki kelas dengan tergopoh-gopoh. Napasnya saling berkejaran karena ia berlari dari gerbang sampai ke ruang kelasnya yang ada di lantai dua. Untungnya, ia masih memiliki waktu sehingga tidak terlambat masuk ke kelas.

Segera ia mendudukan diri di tempatnya. Barisan kedua bersama seorang temannya yang sudah duduk lebih awal. Namun, anehnya. Tidak terlihat panik seperti dirinya, yang ada dia malah sibuk menulis sesuatu di buku catatannya. Bahkan, beberapa anak lainnya pun masih asyik bercanda dan ada beberapa yang masih berada di luar kelas.

"Lo lagi nulis apa, sih?" tanya Shafira pada Naomi penasaran.

Yang ditanya sedikit menoleh, kemudian kembali fokus. "Ini gue lagi nyalin tugas yang fungsi linear punya Zahra. Gue kan belom, sekarang harus dikumpulin jam delapan." Naomi menjelaskan.

"Hah?"

Naomi berdecak sebal. Ia tarus pulpennya dengan sedikit kasar karena memang sudah selesai menyalin tugas temannya. "Kebiasan," ucap Naomi.

Shafira semakin kebingungan. Ia keluarkan buku pelajarannya dari dalam tasnya. Dilihatnya stiker yang tertera di bagian depan adalah "Matematika Peminatan", sedangkan hari ini adalah mata pelajaran matematika wajib.

"Fir, lo udah mau setaun ya sekolah di sini. Masih aja salah jadwal. Semalem udah gue ingetin padahal kalo hari ini tuh bagian matematika wajib, bukan peminatan," tegur Naomi yang sudah pusing dengan kelakuan teman sebangkunya.

Menuntut Bahagia pada Ayah ✔Where stories live. Discover now