19

24.7K 2K 78
                                    

"Dia Abang gw, Abang kandung gw. Dulu kita bertiga bahagia, bermain bersama, senang susah bersama, apapun selalu bersama. Tapi, semenjak SMA Abang gw berubah, yang dulunya mereka perhatian sama gw, sekarang mereka malah mengabaikan gw, mereka selalu jadi garda terdepan di saat gw terluka, di saat gw di ejek, tapi, sekarang mereka juga jadi garda terdepan yang menghina gw, mencaci gw, memukul gw, mereka nampar gw, bahkan mereka juga tidak menganggap gw adek." Kata Alina semakin terisak. Ada rasa sakit di dada yang menghantamnya. Ia tahu ini adalah perasaan Alina yang asli.

Mata Alina berkaca-kaca. "Gak sakit emang, hmm. Gak di anggap sebagai keluarga oleh mereka? Sakit!" Air mata Alina turun dari kelopak matanya.

"Dan untuk kalian berdua." Tunjuk Alina kepada Galang dan Gilang.

"Apa kalian gak sadar? Semenjak kalian masuk SMA sifat kalian berubah?"

"Mikir pakai otak, kalian sudah dewasa. Bukan anak kecil lagi yang tidak tahu apa-apa. Seharusnya kalian sudah bisa membedakan yang mana yang bener dan mana yang salah. Berubahlah dan sadarlah sebelum terlambat, tapi–" jeda Alina.

Ia tidak bisa berkata-kata lagi. Sungguh sakit menjadi Alina. Dari orangtua yang dulu tidak memperhatikannya, terus sang kakak sibuk dengan orang lain, itu semua sudah di rasakan oleh Alina. Ia bersyukur masih mempunyai adek yang sangat menyayanginya, dan seorang pembantu yang telah mengurusnya.

"T-tapi," tubuh Alina bergetar. "Semuanya sudah terlambat, dia sudah pergi, dia tidak ada lagi di dunia ini, dan ini semua ulah kalian semua."
Setelah Alina mengatakan itu, ia pergi meninggalkan mereka.

"ALINA," teriak Giska dkk.

"Puas lu, udah bikin dia nangis, asal kalian tahu, di antara kalian ada pengkhianat yang akan menghancurkan keluarga, dan persahabatan kalian. Camkan itu," tajam Arkan. Ia langsung lari menyusul Alina, di susul teman sekelasnya.

"Maafkan Abang dek, Abang gagal jadi seorang kakak yang terbaik untukmu." Batin Galang sendu melihat Alina yang berlari keluar kantin.

"Maaf dek, maaf. Abang selalu membentak kamu, memukul kamu, dan mengabaikanmu. Abang gagal jadi pelindungmu." Batin Gilang.

Mereka berdua terdiam di saat Alina mengeluarkan unek-uneknya. Hati mereka tergores. Apakah kita salah dan jahat terhadapmu, dek. Pikirnya.

"Gw kecewa sama kalian berdua," kata Samuel.

"Kelas," ucap Samuel tertuju pada Arthan.

"Hmm." Arthan dan Samuel pergi, melangkahkan kakinya ke luar. Sungguh bodoh, batin mereka mengumpat.

"Ayok pergi, gak enak jadi bahan tontonan." Ujar Ata.

"Ya," Vano dkk pun keluar dari kantin IPS. Dengan Vano yang setia menggandeng Sila.

Kasihan Alina

Iya kasihan banget

Tadi luka memar si Sila hilang tuh

Hooh pas Alina mengusapnya langsung hilang

Makeup dong

Dasar cewe letoy

Huh polos polos bangsat

• • •

"Alina, kamu di mana?" Teriak Giska.

"Itu Alina," Zahra menunjuk ke arah taman belakang sekolah. Mereka langsung menghampiri Alina yang duduk di kursi taman.

"Hey, jangan nangis lagi, ya!" Kata Giska menenangkan Alina.

Alina or Alana [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن