Bab 22 - Pengumuman Hasil Ujian

291 57 8
                                    

Hari ujian pun tiba. Maria bersama dua murid kelas percepatan lainnya tengah menjalani ujian di ruangan terpisah. Hermand dan Arya telah menyelesaikan ujian kenaikan kelas mereka, tinggal ujian akhir Maria yang belum selesai.

Keduanya berdiri di depan pintu ujian sambil menggigit jari. Hermand dan Arya sampai terlonjak kaget saat pintu dibuka. Maria keluar dengan ekspresi datar. Persis seperti sebelum masuk ruangan ujian tadi.

"Bagaimana ujiannya? Apakah mudah? Sulit? Apakah kau bisa mengerjakannya?" tanya Arya bertubi-tubi. Maria hanya mengangkat bahunya tak menjawab pertanyaan Arya ataupun Hermand mengenai ujiannya.

Kedua pemuda itu saling pandang. Apa itu artinya? Apakah Maria yang genius mengalami kesulitan menyelesaikan soal-soal ujiannya?

Ah, bisa jadi. Ia mungkin stress karena ekspektasi semua orang yang mengharapkan ia akan segera lulus, atau mungkin soal ujian kali ini memang terlalu sulit buatnya. Bagaimanapun, kalau berdasarkan usia, seharusnya sekarang Maria baru menyelesaikan ujian siswa kelas 2, bukan kelas 5.

"Sudah, jangan diganggu," kata Arya, memberi tanda kepada Hermand dengan telunjuk di jarinya. "Kita ajak dia bermain saja untuk mengalihkan perhatiannya dari hasil ujian."

"Hmm..." Hermand mengangguk. "Ibuku akan senang kalau kalian datang lagi. Kami baru dapat kiriman barang-barang dari Belanda. Ada beberapa buku dan alat kerajinan juga."

"Ah, ide bagus," kata Arya. "Ayo ajak Maria."

***

Masa-masa penantian pengumuman hasil ujian sungguh menyiksa Arya. Ia tak bisa beraktifitas normal. Dirinya selalu diliputi perasaan cemas. Ia yakin bahwa Maria akan lulus namun ia takut sekali kalau sampai hari itu tiba. Di dalam hatinya ia berdoa agar Meneer Timmer atau Meneer Douwes, atau siapa pun yang mengoreksi lembar ujian Maria mengantuk dan mencoret jawaban Maria.

Diamnya Maria juga tidak membantu sama sekali. Gadis itu tak ingin berkomentar mengenai ujiannya sekeras apa pun Arya memohon untuk diceritakan.

Akhirnya, pengumuman yang dinanti-nantikan itu pun tiba.Arya tengah merapikan bukunya ketika Hermand datang begitu tiba-tiba sambil berteriak di depan kelas Arya, "Meneer Douwes sudah menempel hasil ujian!!!!"

Tanpa membuang satu detik pun Arya berlari kencang menuju papan pengumuman. Ia merangsek ke kerumunan tanpa mengucapkan permisi kemudian mencari nama Maria. Ia menyusuri nama-nama murid yang ikut ujian kelas akselerasi untuk lulus. Dari tiga orang yang ikut ujian, hanya dua orang yang lulus dan Arya tak menemukan nama Maria di sana.

Secara naluri ia mengepalkan tangannya dan bersorak senang. Akibat kehebohannya, ia dilihat aneh oleh murid-murid lain. Arya pun pura-pura batuk dan memasang wajah tenang meskipun bibirnya perlahan bergetar menahan untuk tidak tersenyum.

"Waaaah......." ujar Arya melepaskan napas yang ditahannya sedari tadi. Beban yang di pundaknya seakan terangkat dan Arya kini bisa bernapas lega.

Maria tidak lulus. Ia harus mengikuti kegiatan sekolah tahun terakhir.

Seseorang menarik tangannya ternyata Hermand yang tengah menunjuk sebuah nama.

"Maria masuk kelas lima unggulan bersamamu."

Arya menggeser tubuhnya untuk melihat nama Maria yang berada di urutan pertama masuk kelas lima unggulan. Hermand mengulurkan tangannya dan diam-diam Arya menepuk telapak tangan pria itu. Keduanya melakukan tos untuk merayakan kelegaan yang sama.

Keduanya harus menyampaikan ini kepada Maria. Namun selama melewati lorong sekolah keduanya berpikir sejenak mengenai kejanggalan ini.

"Apakah Maria tidak segenius yang kita pikir?" tanya Hermand.

"Jangan sembarang bicara! Mara benar-benar genius! Kau tahu sendiri dia selalu mendapatkan nilai sempurna dan para guru memujinya."

"Tapi kenapa tidak lulus?"

Arya jadi teringat doanya tentang meminta para guru yang memeriksa ujian Maria mengantuk dan mencoret seluruh jawaban Maria. Tapi apakah benar doanya terkabul semudah itu?

Di kelas Maria, Arya mendekat dan menyentuh pundak gadis itu. Ia melihat Hermand yang mengangguk sebagai tanda mempersilakan Arya untuk menyampaikan berita itu.

Arya berdeham sbeelum memulai. "Maria, kamu telah melakukan yang terbaik. Kamu adalah anak tergenius yang pernah kami temui. Aku yakin tak ada anak yang lebih pintar darimu di sekolah ini. Hanya saja ... mungkin ujian kelulusannya benar-benar sulit sehingga ada yang perlu kau pelajari. Kita diberi kesempatan untuk bersekolah bersama satu tahun lagi. Kau ... tidak masalah kan?"

Maria mengangkat bahu acuh tak acuh.

"Ujiannya memang sungguh sulit," jawaban Maria seperti tidak terlihat sedih sama sekali.

Seumur hidup Arya ini pertama kali baginya melihat Maria gagal dalam ujian. Diam-diam ia meragukan firasatnya mengenai doanya tadi. Pasalnya jika memang pemeriksa ujian mengantuk, saat ia memasukkan nilai ke papan pengumuman pasti ia akan merasa aneh karena anak terpandai di sekolah tak lulus bukan? Mereka tentu akan memeriksa ulang ...

Apa jangan-jangan Maria sengaja menyabotase nilainya sendiri? Arya segera menghapus tuduhannya karena itu sama sekali tidak mungkin karena ia tahu Maria adalah sangat suka belajar dan tidak pernah terpikir untuk curang.

Atau benarkah demikian?



Raden Arya AdinataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang