Bab 25 - Bintang Jatuh

293 58 3
                                    


Maria mengerjapkan mata, masih tak percaya melihat Arya yang kini tengah berada di atas atap rumah mereka.

Arya terus mengajak Maria untuk naik ke atas.

"Lewat mana?" tanya Maria bingung.

"Ada tangga di dekat jendela kamarku," kata Arya.

Maria berbalik untuk melihat ke arah jendela kamar Arya. Tepat di samping jendela kamar Arya yang terbuka, bersandar sebuah tangga. Gadis itu bingung dari mana Arya bisa mendapatkan tangga di larut malam seperti ini. Maria terlihat ragu menapaki anak tangga tersebut. Disentuhnya tangga dari bambu tersebut memastikan benda itu cukup kuat menahan bobot badannya.

Arya berjalan pelan sambil menyeimbangkan posisi kakinya di atas genteng agar tidak tergelincir. Dipegangnya tangga agar Maria lebih yakin bahwa tangga itu aman untuk ditapaki. Arya pun tersenyum merasa lega saat Maria perlahan menapaki anak tangga tersebut.

Ia lalu mengulurkan tangannya membantu Maria untuk naik ke atas atas. Gadis itu memegangi lengan Arya erat-erat karena beberapa dari genteng tersebut sedikit licin. Setelah mereka sampai di tempat yang sama, Arya menyelimuti tubuh Maria dengan selimut yang dibawa bersamanya tadi. Gadis itu pun duduk sambil memeluk lututnya dan memandangi pemandangan malam di depannya.

"Aku senang kau bisa bergabung," ujar Arya yang kembali merebahkan tubuhnya.

Permukaan atap yang tak datar tak menjadi penghalang bagi Arya untuk menikmati terangnya langit malam itu.

"Mari, kemarilah. Berbaring bersamaku."

Arya menepuk tangan kanannya yang sudah ia rentangkan. Menawarkan lengannya sebagai bantalan gadis itu agar ikut merebahkan tubuh di sampingnya. Awalnya Maria terlihat ragu tetapi tak menunggu lama akhirnya gadis itu ikut merebahkan tubuhnya. Arya pun mendesah lega dan kembali menatap bintang-bintang di atas mereka.

Semilir angin malam itu cukup membuat keduanya merasa segar. Angin meniup sebagian rambut Arya yang agak berantakan.

"Apa Ayah sedang melihat kita dari atas sana, ya?" tanya Arya.

Maria yang awalnya melihat pemandangan kini ikut mendongak melihat taburan kerlap-kerlip di langit hitam.

"Mungkin Ayah adalah salah satu bintang itu," kata Arya lagi.

"Bukan, bintang terdiri dari senyawa—"

"Hidrogen dan Helium yang melakukan fusi akibat gravitasinya masing-masing sehingga membentuk energi. Maria, aku tahu itu...." potong Arya. Arya yang gemas membenturkan kepalanya pelan pada kepala Maria.

Maria mengerjapkan mata berkali-kali. Bibirnya dibuka kemudian ditutup kembali seperti ragu-ragu untuk berbicara. Arya yang memperhatikan itu pun hanya menunggu. Mungkin Maria ingin menyampaikan sesuatu...

Cukup lama Arya menunggu tetapi gadis itu tak kunjung berbicara. Arya pun kembali melihat bintang di atas mereka.

"Maria, kelulusan kita sudah ada di depan mata," ujar Arya begitu pahit. Ia menarik napas sebelum bertanya kepada gadis itu. "Apakah ada yang kau inginkan?"

Arya menoleh ke samping dan melihat Maria masih menatap bintang. Kedua mata cokelat itu terlihat begitu murni. Sangat jernih sampai Arya bisa melihat pantulan bintang di sana. Hatinya terasa seperti diremas ketika sebuah kenyataan menamparnya.

Waktu mereka telah habis dan selama ini Arya masih tak tahu jalan apa yang akan akan diambilnya... Setelah tiga tahun berusaha... ia masih tak dapat menyelamatkan Maria dari kungkungan tradisi keluarga mereka yang kolot. Yang ia lakukan selama ini hanyalah menunda... tetapi tidak menyelesaikan masalah. Cepat atau lambat, mereka harus menghadapinya.

Raden Arya AdinataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang