Bab 38 - Piknik Ke Pantai

134 33 4
                                    

Hari yang dijanjikan pun tiba. Arya sempat menawarkan Ibu untuk ikut dengan mereka. Karena mereka akan pergi dengan menyewa kereta berkuda jadi tak akan sulit bagi ketiganya untuk berangkat bersama tetapi Ibu bilang ingin menghabiskan waktu di rumah saja sambil menanam tanaman yang sudah Arya belikan kemarin.

Tak banyak persiapan yang Arya bawa. Ia membuat roti lapis untuk mereka makan di sana juga membeli beberapa roti juga beberapa peralatan piknik lainnya. Maria membawa sebuah buku. 

Arya tertawa melihat buku yang dibawa oleh Maria. Itu adalah buku kuliahnya yang sangat tebal yang ia tunjukkan saat mereka piknik di taman saat itu. Ia tidak melarang dan tetap membiarkan Maria memasukkan buku tebal itu ke dalam tasnya.

"Sudah siap?" tanyanya. 

Maria mengangguk kemudian keduanya izin kepada ibu.

Mereka memesan sebuah kereta kuda dengan seorang kusirnya untuk menuju pantai yang dituju. Selama perjalanan Arya menceritakan banyak tentang laut dan seisinya. Maria sendiri sudah banyak membaca tentang laut tapi ia selalu penasaran dengan hamparan air yang sangat luas yang berisikan banyak Natrium Klorida itu.

Semakin dekat mereka dengan pantai, semakin kering dan panas udara di sekitar mereka. Maria menyentuh hidungnya saat mencium aroma yang tak biasa.

"Bagaimana? Kau penasaran? Kita sudah sampai," kata Arya dengan penuh semangat.

Maria turun dari kereta kuda disusul dengan Arya yang membawa keperluan piknik mereka Keduanya berjalan di jalanan setapak yang dikelilingi oleh tanaman pohon kelapa yang sangat tinggi.

Arya menggandeng Maria untuk berjalan ke arah pantai. Maria sedikit gugup saat sepatunya kemasukan butir-butir pasir. Ia menggenggam tangan Arya karena merasa tidak nyaman. Arya tertawa kecil kemudian mengangkat kakinya ke depan agar Maria melihat bahwa ia sudah melepas sepatu miliknya.

"Lepaskan saja sepatumu," ujarnya sambil memberi contoh.

Maria terlihat ragu tetapi melihat Arya yang begitu leluasa bergerak dengan kaki yang menapaki tanah berpasir ia pun ikut melepaskan sepatu juga kaos kaki berendanya. Maria menggerak-gerakkan jemari kakinya untuk merasakan pasir di setiap sisi kulit kakinya. Arya setia menunggu sampai Maria bisa menyesuaikan dirinya.

Maria mengambil satu langkah ke depan meninggalkan Arya. Ia pun mulai menyusuri pasir-pasir itu sambil memandangi sekelilingnya. Matahari bersinar begitu terangnya. DI depannya terbentang laut yang begitu luas dan di ujung terdapat garis horizon sedikit mengabur mempertemukan warna biru langit dan biru laut. Maria terperangah melihatnya. Pemandangan ini belum pernah ia lihat sebelumnya, kecuali di dalam buku. Indah sekali.

Kerlip pantulan cahaya yang bertemu dengan permukaan laut terlihat begitu indah. Buih putih memberikan kesan warna lain. Maria terus mendekat ke arah bibir pantai tetapi ia tak benar-benar berani sampai menyentuh air.

Angin pantai ternyata begitu kencang sampai Maria harus memegangi topi jeraminya yang berbentuk bundar agar tidak lepas. Ini pertama kalinya bagi Maria melihat pantai dan ternyata begitu menakjubkan. Ia cukup terkejut saat deburan air laut menyentuh kakinya padahal ia tak berubah tempatnya. Angin berhembus lebih kencang sehingga mendorong gelombang untuk masuk lebih dalam ke arah pantai.

Maria yang terkejut berlari ke arah Arya yang sedang menyiapkan tempat piknik mereka. Ia menebar selimut piknik di pasir pantai yang terletak agak di atas agar tidak basah terkena sapuan ombak. Dari sana, mereka bisa melihat pemandangan laut biru yang cantik, burung-burung camar yang ramai terbang di angkasa, dan orang-orang lain yang sedang bermain air.

"Arya! Airnya mengenai kakiku!" seru Maria kelewat antusias. Arya mengerjap-kerjapkan matanya karena ini pertama kalinya melihat tampak Maria begitu reaktif akan sesuatu yang mengejutkan. Ia tersenyum melihat wajah Maria yang merona merah akibat rasa antusiasnya.

"Kau senang?" tanyanya.
Maria mengangguk cepat kemudian kembali memandangi laut di depannya.

Arya sangat senang, keputusannya untuk mengajak Maria sangat benar. Ia telah melihat sebuah ekspresi baru yang gadis itu tunjukkan. Gadis ini benar-benar menyukai laut.

Arya sendiri tak terlalu terkejut melihat ombak yang berkejaran seperti itu, karena ia sudah pernah melihat pantai sebelumnya sedangkan ini adalah kali pertama bagi Maria. Selama ini kan gadis itu selalu melihat pegunungan karena rumah mereka berada di lembah.

Angin lagi-lagi berhembus sangat cepat sehingga membuat topi Maria terlepas dari rambutnya. Arya dengan sigap meraih topi jerami tersebut sebelum terjatuh ke pasir.

"Ikat saja topinya seperti ini," ujar pemuda itu.

Ia bangkit mendekati Maria kemudian mengikat pita biru dari topi tersebut di bawah dagu Maria. Ia mengikatnya dengan simpul pita sederhana.

"Nah, dengan begini kau tak perlu khawatir topinya akan terlepas lagi."

"Terima kasih," balas Maria.

Arya menggandeng tangan Maria lalu menarik gadis itu untuk kembali mendekati bibir pantai. Maria mengeratkan genggamannya saat deburan ombak yang kuat mengenai kakinya hingga hampir menyentuh lutut.

"Lihatlah? Tak ada yang perlu ditakutkan ini hanya air," kata Arya tenang.

Maria terdiam sesaat. Meski pun cuaca di pantai itu cukup panas tetapi air yang menyentuh kakinya dingin. Maria pun melepaskan tangannya untuk berjalan lebih dalam kemudian menyentuh air laut tersebut.

Ia penasaran bagaimana rasanya. Yang pernah ia baca, air laut adalah sumber utama pembuatan garam. Kalau air laut mengandung garam, tentu rasaya asin, bukan?

Tapi seasin apa?

Maria pun menangkup air sekali lagi kemudian di minumnya.

"Bleh!"

Arya tertawa kencang melihat wajah Maria yang mengernyit akibat rasa asin yang ia rasakan. Saat ada gelombang yang lebih besar, tubuh Maria hampir limbung dibuatnya. Dengan cepat Arya menahannya dengan memegang pinggang gadis itu.

"Awas jatuh!" serunya.

Maria tersenyum lebar. Tawa kecilnya lolos membuat Arya terpana sesaat.

Suara tawa gembira gadis itu membuat jantung Arya berdetak sangat cepat. Ia pun melepaskan pegangannya pada tubuh Maria saat gadis itu berlari meninggalkan laut saat dikejar oleh ombak yang datang. 

Raden Arya AdinataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang