Chapter 48

309 41 31
                                    







"Apa?!"

Pria jabrik itu setengah berteriak pada sang ayah saat mengetahui perihal tentang Madara yang sudah melamar Mei. Sudah dikejutkan oleh hal itu, kini lebih-lebih dikejutkan oleh Madara yang akan menjadwalkan pernikahannya dengan Mei. Oleh sebab itu, pria berambut panjang itu mengumpulkan keempat anaknya di ruang makan.

"Kok bisa sih Pa? Tiba-tiba banget," Gerutu Obito masih terkejut.

Melihat tatapan terkejut dari anaknya, Madara menghela napasnya berulangkali. Entah ia sudah menjelaskan tentang hal ini berkali-kali. Tapi respon mereka malah terkejut dan terus bertanya-tanya.

"Papa ini emang berniat bikin kita jantungan, To." Ucap Itachi memegang dadanya, "Gua hari ini dikejutkan dua kali. Pertama pas lo di kampus, kedua sebelum lo pulang kesini dan masih di rumah pacar lo.. Papa bilang mau ngatur jadwal."

Shisui berdehem panjang, menatap sang ayah dengan lembut. "Hmm, sebenarnya sih Pa. Papa nggak usah main rahasia sama kita. Kalo tiba-tiba tau begini, kita bisa jantungan Pa."

"Papa serba salah di mata kalian," Sahut Madara melayangkan protes. Tidak dapat dipungkiri juga, mungkin ia salah sudah main rahasia. Tapi, ini semua karena sikap anak-anaknya. Jika mereka bersikap normal seperti anak lain, sudah dari dulu Madara tak main rahasia.

"Sudahlah, Papa kan mau rencanakan tanggal pernikahan Papa yang tepat, jadi.." Madara berhenti sejenak, menatap Obito. "Wisuda kamu kapan To?"

Obito terkesiap, onyxnya mengarah ke atas seperti mengingat-ingat. "Masih dua bulan lagi Pa."

"Masih dua bulan lagi ya?" Ulang Madara nampak berpikir. Sebenarnya dua bulan adalah waktu yang sebentar tapi karena Madara sudah tak tahan lagi untuk menikah, waktu dua bulan terasa lama.

"Maksud Papa," Madara mulai berbicara lagi, menatap keempat anaknya. "Papa maunya sesudah Obito wisuda, tapi Papa ngerasa kelamaan—" Refleks pria itu menghentikan ucapannya. Merutuki kebodohannya yang bicara terang-terangan. Entah mereka menyadarinya atau tidak, tapi melihat dari ekspresinya mereka berempat terkejut.

"Oh, jadi.. Papa nggak sabar kawin?" Tanya Obito melotot tak percaya. Namun sedetik kemudian ia tertawa. "Oke Pa..kalem aja, nggak usah tegang begitu."

"Gua kayaknya sependapat sama Papa deh. Kalo nunggu Obito wisuda, kelamaan.. kita kan juga nggak sabar pengen punya adek!" Ucap Sasuke dengan nada tinggi, membuat Madara salah tingkah. Pipinya sedikit memerah.

"—Eh, maksudnya Ibu Pa!" Ralat pria raven itu sambil menahan tawa. Saudara-saudaranya pun ikut menahan tawa.

Madara menghela napasnya pasrah. Mulai lagi mereka.. bagaimana bisa ia bicara terang-terangan pada keempat anaknya kalau begini? Mereka berempat tak sadar diri apa yang membuat ayahnya jadi main rahasia.

"Papa ini nggak ngerti sama kalian. Papa ini terus terang, tanya pendapat tapi kalian malah bercanda."

"Kita nggak bercanda Pa." Sahut Sasuke lagi, "Kita ngomong apa adanya."

"Udah Sas," Tegur Itachi mengubah nadanya menjadi serius yang dibuat-buat, "Kalau menurut Papa wisuda Obito kelamaan ya... Terserah Papa. Kita bakal dukung Papa terus." Ucap Itachi terdengar bijak.

Perkataan salah satu anaknya membuat Madara mendadak canggung. Ia tak menyahut selama beberapa detik sebelum akhirnya suara Shisui terdengar.

"Tante Mei kok nggak diajak kesini Pa? Diskusi bareng gitu maksudnya."

"Katanya Tante Mei iya-iya aja sama keputusan Papa. Karena Papa bingung, Papa mau minta pendapat kalian.." Jawab Madara.

Mereka menganggukkan kepalanya paham. Sejenak hening, hanya terdengar suara alat makan.

MY DADDY { MADARA }Where stories live. Discover now