18. Ternyata

62 8 0
                                    

Vando ngambek! Hari sudah menjelang malam, tapi Vando tidak juga mau keluar kamar. Ia mengurung dirinya di kamar. Bukan tanpa persiapan, tadi siang setelah pulang sekolah, ia telah membeli beberapa cemilan dan air mineral, takut-takut ia merasa lapar. Vando menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya kembali ke kejadian tadi pagi saat berangkat sekolah. Selama ini, Vando memang diam dan tak meladeni orang itu, tapi bagaimana kalau orang itu malah mengganti targetnya? Lamunannya buyar saat ia mendengar ketukan dari pintu kamarnya. Vando mengabaikan panggilan ayahnya, pokoknya ia tak mau keluar!

"Vando, teman Ayah udah mau datang, keluar dong, Nak!" Cakka terus mengetuk pintu kamar Vando. Temannya sudah mau sampai, tapi Vando tidak mau keluar juga dari kamarnya. Tak ada jawaban. Tidak biasanya Vando ngambek separah ini. Bahkan tadi pagi anak bungsunya bersikap dingin saat sedang sarapan. Biasanya kan Vando selalu berceloteh ria saat sedang berkumpul.

"Kamu kelewatan sih! Liat tuh akibatnya!" ketus Oik. Ia khawatir, sejak pulang sekolah Vando tidak keluar kamar. Ia sudah membujuknya, tapi tak juga berhasil. Kekhawatirannya bertambah saat ia ingat, ia melihat tangan anaknya yang sepertinya terluka. "Kalau sampai ada apa-apa sama Vando, aku gak bakal maafin kamu!"

Cakka memucat saat mendengar acaman dari istrinya. Ia tahu istrinya tak pernah bermain-main dalam berbicara. Ia tak tahu kalau kejadiannya bakal seperti ini. "Jangan gitu dong, Sayang, aku bisa gila kalau kamu marah sama aku."

Oik mendengus mendengar nada memohon dari suaminya itu

"Gimana, Bun?" tanya Oca saat sampai di depan kamar Vando bersama Difa.

"Gak mau keluar juga." Oik berkata lirih. Ibu mana yang tak cemas bila anaknya tidak mau keluar dari kamar. "Coba kamu yang bujuk, Sayang, kali aja mau keluar."

Oca mengangguk. Ia tak tega melihat Bundanya sedih seperti ini. Tapi, wajar sih kalau adiknya ngambek seperti sekarang, siapa coba yang tidak kesal kalau secara tidak langsung mau dijodohkan padahal kita sudah punya pacar. Syukurnya adiknya tidak kabur dari rumah. "Dedek, keluar dong, Dek! Kita semua khawatir tau sama kamu."

Masih tak ada jawaban. Bahkan hening. Apa Vando ada di dalam? Atau jangan-jangan Vando kabur lewat jendela? Atau jangan-jangan juga--?

Cakka menggeleng, berusaha mengusir pikiran-pikiran buruk tentang anaknya yang terlintas di pikirannya. Apa dia dobrak aja yah pinta kamar anaknya? Namun, belum sempat ia mengambil ancang-ancang, bel rumah berbunyi.

"Kayaknya teman Ayah udah dateng deh."

"Terus gimana, Yah?" tanya Difa.

"Kamu sama Oca tunggu sini, biar Bunda sama Ayah yang buka pintu," kata Cakka dibalas anggukan kedua anaknya. Ia pun meninggalkan kamar anaknya bersama sang istri untuk menyambut tamunya.

"Selamat malam, Bunda, Ayah." Ara tersenyum canggung. Ia tak tahu kalau Ayah si Alien ternyata teman Papanya. Papanya juga tidak bilang, tiba-tiba saja mengajaknya untuk ikut makan malam ke rumah temannya. Ia baru tau saat mobil sang Papa memasuki kompleks perumahan yang ia kenal, karena pernah ia lewati. Pantas saja sang Papa memaksanya memakai pakaian formal. Tadinya ia ingin mengunakan pakaian kasual dengan jeans, kaus, dan sepatu, tapi ternyata sang Papa telah menyiapkan dress cantik dengan panjang 5cm di atas lutut berwarna pink dengan sepatu hak berwarna senada. Walau pun tidak tinggi haknya, tapi tetap saja menyiksa. Bahkan belum ada beberapa menit ia berdiri, tapi kakinya sudah mulai terasa pegal dan sakit.

"Malam, Sayang, Papa kamu mana?" tanya Cakka saat ia hanya melihat Ara.

"Papa masih di mobil, katanya ada yang ketinggalan di mobil tadi."

Tak lama kemudian Agra pun datang. "Maaf yah lama."

"Gak papa kok," sahut Oik. "Ayo masuk!"

Mereka pun masuk ke dalam rumah.

My Sweet Troublemaker #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang