28. Bertahanlah

29 4 0
                                    

Vando panik! Setelah menyelesaikan hukumannya, ia langsung menuju kelas gadisnya, tapi ia tak menemukan gadisnya. Ia telah periksa ke dalam kelas Ara, siapa tau gadisnya berada di dalam, tapi nihil, gadisnya tak ada juga. Vando mondar-mandir di depan kelas gadisnya. Kini pikirannya terbang ke mana-mana.

"Kenapa Van?" tanya Ardo bingung saat melihat ekspresi Vando yang tak bisa dijelaskan.

"Nona, gak ada," kata Vando cemas.

"Coba lo telepon," sahut Bima.

"Oh iya ya! Bilang kek dari tadi, Bim!" seru Vando lalu mengambil handphone-nya dari saku dan mencari kontak nomor gadisnya.

"Otak lo sih kepinteran!" balas Bima jengkel. Teknologi sudah canggih, ngapain coba Vando harus capek-capek mikir sambil mondar-mandir.

"Gimana?" tanya Ray.

"Gak diangkat!" seru Vando semakin cemas. Ia benar-benar khawatir saat ini.

"Gimana kalau kita berpencar cari Ara, ketemu gak ketemu kita janjian di depan gerbang," usul Ardo.

"Ide bagus!" seru mereka serempak. Mereka pun langsung berpencar.

"NONAAAAAAA!!" teriak Vando kencang. Tak ada jawaban. Ia telah mencari gadisnya di setiap sudut sekolah, tapi tak juga menemukan gadisnya. "Lo boleh marah sama gue, Nona, tapi jangan ngilang kayak gini, gue khawatir," gumam Vando. "Lo di mana, Nona?"

Vando langsung berlari menuju gerbang sekolah, saat mendapat pesan kalau ketiga temannya telah berkumpul di sana.

"Gimana?" tanya Vando pada teman-temannya. Napasnya masih terengah karena lari tadi.

Ketiga temannya menggeleng, mereka juga sama, tak menemukan Ara di mana pun.

"Shit!" Vando mengusap kasar wajahnya. Tak lama kemudian handphone-nya berdering. Sebuah pesan masuk. Vando pun langsung membacanya. Mata Vando terbelak. Apa yang ia takuti akhirnya terjadi. Harusnya ia tadi mengajak gadisnya juga, bukan malah menyuruhnya menunggu. Demi Tuhan, ia tak akan membiarkan Aldi melukai gadisnya sekecil apa pun.

"Kenapa, Van?" tanya Ardo.

"Dia dapetin Nona, Ar," jawab Vando lirih, membuat ketiga temannya menatap dirinya tak percaya.

"Se-serius lo?"

Vando mengangguk lesu. "Lo bertiga panggil anak-anak, biar gue yang duluan buat nolongin Nona."

"Tapi--."

"Lo bertiga gak usah khawatir." Vando coba menyakinkan.

"Oke! Lo bawa mobil gue aja." Ardo melempar kunci mobilnya.

"Thanks." Vando langsung menangkap kunci mobil yang dilemparkan Ardo lalu berlari menuju parkiran.

***

Ara membuka matanya. Pandangannya buram. Ia pun kembali mengerjapkan matanya. Kini semua terlihat jelas. Hingga akhirnya ia sadar, kalau dirinya terikat di sebuah kursi. Ia menatap sekelilingnya. Tak ada apa pun. Ruangan ini kosong, yang ada hanya dirinya. Tak hanya tangan, kakinya pun terikat, membuatnya tak bisa bergerak sama sekali. Ara mencoba mengingat kembali apa yang terjadi dengan dirinya. Setelah ingat, ia merutuki kebodohannya. Kalau saja ia menuruti perintah Vando pasti ia tak akan berakhir seperti ini.

Ara menoleh saat mendengar suara decitan pintu yang terbuka. Seseorang itu pun masuk lalu menutup pintu itu kembali. Mata Ara terbelak saat melihat siapa sosok orang itu.

Aldi! Bathin Ara.

Aldi tersenyum. Ara telah sadar ternyata. Kini ia telah berada di hadapan gadis masa kecilnya. Gadis masa kecilnya kini telah menjadi gadis cantik sekarang.

My Sweet Troublemaker #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang