23. Dendam Cabe-cabean

57 9 0
                                    

Ara berjalan cepat menuju kamar mandi. Lomba telah usai, dan sekarang para peserta disuruh menunggu untuk mengetahui hasil lomba yang akan diumumkan hari itu juga. Ara semakin mempercepat langkahnya menuju kamar mandi yang terletak di belakang sekolah saat ia merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Keadaan koridor SMA Mutiara Bangsa yang terletak di dekat kamar mandi terlihat sepi. Ara pun langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk mengeluarkan sesuatu yang ditahannya sejak dari tadi. Setelah selesai, ia pun langsung keluar untuk kembali ke ruangan lomba. Namun, langkahnya terhenti saat jalannya di halangi oleh tiga anak cowok berseragam SMA Mutiara Bangsa. Secara tiba-tiba, dua dari anak cowok itu langsung memegang tangan Ara, tanpa sempat Ara mengelak.

"Ohh, jadi ini yang udah bikin Cika malu," kata salah satu anak cowok yang berada di hadapan Ara. Anak cowok itu memandang Ara dengan tatapan mengejek.

Ara menatap sinis cowok itu. Dia paham sekarang. Jadi, cowok-cowok ini suruhan si Cika-Cika itu. Ara tersenyum meremehkan membuat cowok yang berada di hadapannya itu menatapnya garang.

"Oh, jadi ini toh terong si cabe-cabean," ceplos Ara sambil menggut-manggut.

"Sekarang lo bisa tersenyum, tapi setelah ini gue pastiin lo gak bakal bisa tersenyum lagi!" kata cowok itu lalu menjambak kencang rambut Ara.

Ara memejamkan matanya, menahan sensasi nyeri di kepalanya. "Dasar bencong! Udah keroyokan, mainnya jambakan pula! Gak sekalian lo cakar-cakaran!"

Cowok itu memperkencang jambakannya lalu melepaskannya dengan kasar dan menatap Ara marah. Ia tersenyum tipis sambil mengusap pipi Ara. "Bibir lo menggoda juga yah?"

Mata Ara melotot. Jantungnya berdegub kencang. Ia bersumpah, sampai cowok itu berani menyentuh bibirnya, ia akan menghabisi mereka dengan kedua tangannya sendiri. Enak saja cowok itu ingin menyentuh bibirnya! Si Aliennya saja baru sekali mencium bibirnya! Astaga, Ra! Fokus, Ra! Fokus! Kenapa jadi inget ke ciuman dia dengan si Alien sih! Harusnya ia fokus untuk memikirkan gimana caranya lepas dari para brengsek ini yang sudah berani-beraninya menyentuh tangannya.

"Berani lo sentuh bibir cewek gue, gue bikin lo gak bisa ngomong dan liat matahari hari ini juga!" seru seseorang membuat mereka semua menengok.

Alien! Bathin Ara. Rasanya ia ingin memberi pelajaran ke cowok-cowok brengsek itu. Ara pun menatap Vando dengan wajah berkaca-kaca. Ayo, Ra! Akting sekarang sebagus mungkin. Siapa tau nanti bisa jadi pemain sinetron nantinya. Tapi, sinetron zaman sekarangkan lebay akut kayak Vando, jadi kayaknya yang cocok main sinetron Vando deh bukan dirinya. Kenapa jadi ngomongin sinetron sih? Dia kan harus fokus akting sekarang. Ara tertawa dalam hati. Ternyata dia bisa ikutan lebay juga kayak gini.

"Lepasin cewek gue brengsek!" seru Vando kencang. Mereka pun langsung melepaskan Ara. Vando langsung menarik gadisnya mendekat dengan dirinya. Tadi ia sedang mencari gadisnya yang bilang ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil. Setelah cukup lama, gadisnya tak kembali juga. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk menyusul gadisnya. Ia memang berhasil menemukan gadisnya yang sedang dipengangin oleh cowok brengsek, dan kata-kata dari cowok brengsek satunya lagi, benar-benar membuat darahnya mendidih. Bibir gadisnya hanya miliknya! Ia bersumpah akan menghabisi mereka kalau berani menyentuh bibir gadisnya.

"Kepala gue sakit, Alien. Mereka ngejambak rambut gue kencang banget," adu Ara dengan suara dan raut wajah seakan-akan dia baru saja jadi korban kekerasan. Setetes air mata pun jatuh dari pelupuk matanya untuk menambah kesan pada aktingnya saat ini. Aura Vando berubah menjadi hitam. Ara pernah melihat ekspresi Vando yang seperti ini waktu liburan di Lombok lalu. Namun, auranya yang sekarang lebih menakutkan dari yang di Lombok.

Ketiga cowok itu menelan ludah mereka. Mereka tidak tau kalau cewek itu adalah pacar Vando. Kalau mereka tau, mereka tidak akan berani. Siapa sih yang tak kenal dengan Vando? Petarung nomor satu itu belum ada tandingannya.

My Sweet Troublemaker #2Where stories live. Discover now