31. Rasa yang sama

42 1 0
                                    

Hari ini sekolah Ara sedang mengadakan acara yang dibuka dengan berbagai perlombaan hingga sore nanti, dan akan dilanjutan dengan panggung pertunjukan dan berbagai stand bazar. Kini Ara sedang berdiri di pinggir lapangan bola, menyaksikan pertandingan futsal antar kelas. Ara tersenyum menatap pria yang sedang memainkan bola dengan lihainya. Ia tak pernah menyangka, kalau pada akhirnya hatinya jatuh pada pria itu. Pria yang selalu membuatnya emosi dan bahagia dalam waktu bersamaan.

"Gue gak nyangka, lo akhirnya beneran jatuh cinta sama Vando," gumam Bia yang berdiri di samping Ara.

Ara menengok sekilas lalu kembali menatap Alien sintingnya. "Awalnya gue juga gak percaya kalau gue jatuh cinta sama dia."

Pandangan Ara masih lurus ke depan, sementara Bia menunggu Ara melanjutkan perkataannya.

"Gimana enggak, kalau setiap sama dia, dia selalu bisa bikin emosi gue naik ke level yang paling tinggi," lanjut Ara.

Bia terkekeh pelan. Benar! Jangankan Ara, ia saja tak percaya, karena Ara dan Vando selalu tampak seperti Tom and Jerry selama ini.

"Hingga akhirnya, sebuah rasa yang membuat gue menyadari perasaan gue, yaitu rasa takut. Takut kalau dia bakalan ninggalin gue, takut kalau dia memilih berhenti dan menyerah. Rasa takut itu yang buat gue sadar kalau dia juga berharga." Ara kembali tersenyum, mengingat betapa takutnya ia saat Vando tak juga membuka mata. Bahkan air matanya selalu jatuh tanpa ia pinta saat itu.

"Dari situ gue belajar satu hal, kalau cinta itu bukan hanya rasa bahagia, tapi juga rasa takut. Karena kalau cuma rasa bahagia ngumpul bareng kalian aja udah bisa bikin gue bahagia."

Bia ngakak nista, membuat Ara menatapnya bingung.

"Sumpah! Lo gak cocok banget ngomong serius kayak gitu," kata Bia di sela-sela tawanya.

Ara mendelik sebal. Padahal ia lagi benar-benar serius, tapi Bia malah mengejeknya. Tak mau ambil pusing, Ara pun kembali menatap lapangan. Peluit tanda pertandingan berakhir pun berbunyi. Tim Vando menang unggul dengan skor 5-1. Ditatapnya Vando yang sedang tertawa bahagia itu bersama teman-temannya. Matanya kini mendapati Vando sedang menatapnya juga. Lelaki itu tersenyum lalu berlari ke arahnya.

"Gue menang, Nona!" seru Vando riang. Baru saja ia ingin memeluk Ara, tapi gadisnya sudah memberi bogem mentah terlebih dahulu di perutnya. "Kok lo mukul gue sih, Nona?" Ringis Vando.

"Jangan asal peluk-peluk sembarangan yah, Alien! Badan lo mandi keringet juga! Dasar jorok!" omel Ara.

"Gak bau ini, Nona," gerutu Vando. Masa gara-gara ia keringatan gadisnya tidak mau dipeluk. Bagaimana nanti kalau ... Vando menggeleng, mencoba mengusir pikirannya yang iya-iya.

"Kenapa lo, Alien?" tanya Ara.

"Gakpapa kok, Nona," jawab Vando. Ditarik gadisnya untuk duduk di pinggir lapangan.

"Nih!" Ara memberi Vando sebotol air dan handuk.

"Thanks, Nona," kata Vando lalu menengguk air dari gadisnya. Diusap keringat yang membanjiri wajahnya.

"Lo inget gak, Nona? Di sini kita resmi pacaran waktu itu, dan sekarang di sini pula bersama dengan rasa yang sama," gumam Vando.

Ara mengangguk. Ia ingat, bahkan sangat ingat, saat ia memberi Vando tantangan, dan karena tantangan itu pula ia harus menjadi pacar Alien sintingnya. "Waktu itu gue sempat merasa sial banget, tapi sekarang gue malah bersyukur, kalau bukan karena itu mungkin semua ini gak akan terjadi, termasuk perasaan gue saat ini."

Vando mengacak-acak rambut gadisnya. "Gue ganti baju dulu yah, Nona, tunggu sini!"

Ara kembali mengangguk. Vando pun bangkit lalu pergi. Kali ini ia menuruti perintah Vando. Ia pernah sekali melanggar, dan ia hampir kehilangan Alien sintingnya saat itu. Cukup sekali baginya. Ia tak mau kehilangan Aliennya kembali. Tak lama kemudian pun Vando kembali lalu duduk di sampingnya. Perlombaan telah usai. Acara pun berganti. Vando berdiri lalu mengulurkan tangannya.

My Sweet Troublemaker #2Where stories live. Discover now