29. Akhirnya

31 2 0
                                    

"Ra, lo oke?" tanya Bia khawatir. Sudah dua hari ini Ara terlihat lebih pendiam. Ia mendadak kangen dengan Ara yang galak.

Ara tak menjawab. Pikirannya sedang melayang ke suatu tempat.

"Kalau kamu gak enak badan, kamu ke UKS saja, Ra," kali ini Bu Ika yang berkata.

Ara mengangguk lalu bangkit dan melangkah menuju UKS. Di kelas pun percuma, karena tak ada satu pun pelajaran yang masuk ke otaknya saat ini. Setelah sampai, ia langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur UKS. Matanya kembali menerawang, mengingat kejadian beberapa hari lalu.

"Gue kangen sama lo, Alien," gumam Ara pelan. Setetes air mata jatuh dari sudut matanya. "Lo bodoh, Alien! Lo bodoh!"

Bel pulang telah berbunyi. Ara tidak sadar kalau dirinya tertidur. Untung ketiga temannya membangunkan dirinya, kalau tidak, mungkin ia akan tertidur hingga sore nanti.

"Lo nangis?" tanya Bia tak percaya saat melihat mata Ara yang sedikit bengkak. "Jangan buat kita khawatir, Ra!"

Ara tersenyum. Entahlah, ia sendiri tak tau kenapa air matanya tak pernah habis dan akan kembali mengalir saat mengingat kejadian itu.

"Hentiin senyuman palsu lo itu, Ra!" seru Clara. Ia sudah tau kejadian yang menimpa sahabatnya, tapi ia tak menyangka sahabatnya akan terpuruk seperti ini.

Senyum Ara menghilang. Percuma, ia tak akan bisa membohongi sahabat-sahabatnya.

"Gue gak nyangka, Ara yang galak bisa jadi selemah ini karena jatuh cinta," celetuk Dira.

Jatuh cinta? Ara bertanya pada hatinya. Apa ia benar-benar jatuh cinta pada Alien sinting itu? Kalau bukan, lantas ini perasaan apa? Astaga! Kenapa cinta bisa serumit ini untuk di mengerti.

"Pulang yuk!" ajak Bia membuat lamunan Ara buyar.

"Kalian duluan aja, gue mau pergi ke suatu tempat dulu," sahut Ara.

"Kita anterin!" seru Clara.

Ara menggeleng. Ia ingin sendiri saat ini. "Kalian tenang aja, gue gakpapa," kata Ara coba menyakinkan.

Ketiga temannya pun mengangguk pasrah. Mereka tau Ara sedang ingin sendiri saat ini. "Jangan bikin kita cemas yah," pinta Bia sungguh-sungguh.

Ara mengangguk. Setelah ketiga temannya pergi, Ara pun bangkit lalu keluar dari UKS. Ara menatap mading sekolah. Ia tersenyum saat mengingat ia dan Vando yang selalu bertengkar karena mading. Ara menghembuskan napas kasar. Dengan langkah cepat ia menginggalkan sekolah.

Dengan menggunakan taksi, kini Ara sudah sampai di tempat tujuannya. Ia pun berjalan menyusuri makam-makam yang berderet rapi, untuk mencari sebuah makan yang ingin ia jumpai beberapa hari ini. Namun, baru hari ini ia berani kunjungi. Setelah berhasil menemukan makam itu, Ara berjongkok di samping makam itu. Kini kesesakan kembali memenuhi rongga dadanya. Setetes air mata pun kembali jatuh dari sudut matanya. Entah kenapa ia menjadi cengeng seperti ini.

"Aldi berhasil, Do. Dia berhasil buat Vando berbaring di rumah sakit sekarang, dan ternyata gue adalah penyebab utamanya," kata Ara lirih. Lagi-lagi matanya kembali menerawang.

Tubuh Ara bersandar di tembok rumah sakit. Ketiga teman Alien itu pun berjalan mondar-mandir. Mereka telah memberi tahu orang tua Vando tadi. Vando sendiri masih dalam penanganan di dalam sana. Tak lama kemudian orang tua Vando dan kedua kakaknya datang. Raut wajah mereka sama dengan dirinya dan ketiga teman Vando, yaitu raut wajah cemas. Ara langsung berlari ke pelukan Oik, bunda Vando.

"Vando, Bun, Vando," isak Ara.

"Stttt, tenang, Sayang, Vando itu anak kuat kok," kata Oik coba menenangkan gadis yang terlihat rapuh dalam pelukannnya.

My Sweet Troublemaker #2Where stories live. Discover now