27. Diculik!

97 8 2
                                    

Remaja pria itu mengendarai motornya dengan gila-gilaan. Ia tak peduli dengan klakson dan umpatan dari pengendara lain di jalan karena ulahnya. Setelah sampai tempat tujuannya, remaja pria itu memakirkan motornya, lalu langsung berjalan menyusuri gundukan tanah yang telah di penuhi rumput. Remaja pria itu terus berjalan, mencari sebuah papan nisan yang bernamakan kembarannya. Ia tersenyum saat berhasil menemukan nisan itu.

Aldo Deswata

""Hai, Al, gue datang lagi nih," sapa remaja pria itu.

"Lo pasti bertanya-tanya kenapa gue ngelakuin ini kan?" gumam remaja pria itu. Ia tersenyum sinis saat mengingat semua kenangan itu.

"Kenapa?" tanya Aldo saat ia tersadar dari komanya. "Kenapa lo lakuin ini? Padahal gue udah turutin semua mau lo."

"Gue gak suka waktu teman lo itu menarik perhatian Lani gue!" ketus Aldi.

"Di cuma mau nolongin Lani, Al," Aldo berkata lirih. Untungnya ia cepat tanggap saat kembarannya bilang akan menghabisi sahabatnya, Vando. Ia telah memberitahu Vando untuk menghindari orang-orang suruhan Aldi, tapi bukan Vando namanya kalau tidak keras kepala.

"Padahal gue udah turutin keinginan lo dengan membiarkan lo mendekati Lani dengan menggunakan nama gue, Al." Apa Aldo kecewa? Sangat! Ia sangat kecewa dengan kembarannya. Semua yang Aldi pinta telah ia turutin, tapi Aldi masih saja menganggu sahabatnya.

"Dia udah ngerebut lo dari gue, setelah itu dia juga mau ngerebut Lani dari gue! Apa gue salah kalau gue marah? Gue gak peduli saat lo lebih peduli sama dia, tapi gue gak terima kalau Lani dekat sama dia! Lani itu punya gue, Do! Punya gue!" napas Aldi memburu karena gejolakan emosi di dadanya. Ia tau Vando hanya menolong gadis masa kecilnya, tapi ia tak suka dengan respon Lani yang langsung memeluk Vando. Ia cemburu. Ia akan menyingkirkan siapa pun yang merebut perhatian gadis masa kecilnya. Aldi pun berbalik, meninggalkan ruang rawat Aldo. Emosinya sedang menguasai dirinya, ia tak mau kembarannya menjadi sasarannya.

Keesokan harinya Aldi mendapat kabar kalau Aldo telah tiada. Ia berlari menuju ruang Aldo. Air matanya meluruh saat mendapati tubuh kembarannya telah terbujur kaku.

"Harusnya dia yang di sini bukannya lo!" seru Aldi kencang. "Bangun,Do! Bangun!" Tubuh Aldi meluruh ke lantai saat tak ada respon apapun dari Aldo.

"Arrrgggghhhh!" teriak Aldi kencang. "Dia harus dapat balasannya! Harus!"

"Lo bodoh, Do! Bodoh!" gumam Aldi. "Lo ngorbanin diri lo sendiri buat ngelindungin temen lo yang brengsek itu!"

Dada Aldi terasa sesak. Selama ini ia menggunakan nama kembarannya saat ingin mendekati gadis masa kecilnya, Lani. Sekarang kembarannya pergi, lalu bagaimana ia mendekati Lani kembali. Kalau saja ia tak memberitahu Aldo kalau ia akan menghabisi sahabatnya, pasti Aldo masih ada sekarang, dan yang terbujur kaku itu adalah Vando.

Aldi mengusap kasar air matanya. "Gue gak bakal berhenti buat celakain dia, Do, lo harus tau itu. Dia harus ngerasain apa yang gue dan lo rasain !"

Aldi menggeleng kencang, mencoba mengusir kenangan itu. Ditatapnya kembali makam Aldo.

"Hari ini gue bakal ngelaksanain rencana gue, Do. Gue udah muak sama dia. Gue bakal rebut Lani kembali!" Mata Aldi kembali menerawang mengingat gadis masa kecilnya.

"Gue bakal bikin dia temanin lo di sini. Dulu mungkin ada lo yang ngelindungi dia, sekarang gue bakal buat dia menyerahkan dirinya sendiri," gumam Aldi. Seringainya muncul. Ia tak sabar melaksanakan rencananya kali ini.

***

Ara jengah! Sejak kejadian kemarin, Vando semakin menjadi-jadi, dengan mengikutinya ke mana pun. Bahkan Alien sinting itu sampai bolos pelajaran hanya untuk menunggu dirinya yang berada di dalam kelas, dengan alasan takut mereka kembali dan menyerang dirinya secara mendadak, membuat Ara ingin sekali menjedotkan kepala Alien sinting itu. Lagi pula memang ada orang yang melakukan serangan di dalam lingkungan sekolah? Yang harus menjaga diri itu kan Vando bukan dirinya.

"Sekarang apa lagi hah?!" seru Ara gusar. Bel baru saja berbunyi, tapi Vando telah berada di depan kelasnya.

"Tungguin gue di sini, Nona, jangan pulang duluan," kata Vando dengan tatapan memohon. Perasaannya tidak enak dari tadi pagi. Ia takut orang itu mengincar gadisnya, makanya ia mengikuti gadisnya ke mana pun. Bahkan ia rela memperhatikan gadisnya yang sedang belajar di dalam dari luar kelas. Bilang saja ia berlebihan, tapi yang namanya musuhkan bisa dimana saja, bahkan tidak jarang mereka berkedok sebagai teman.

"Emangnye lo mau ngapain?"

"Gue sama teman-teman gue di hukum buat bersihin WC sama Bu Ika gara-gara bolos pelajaran tadi." Vando mengerucutkan bibirnya. Kalau bukan bu Ika yang menghukumnya, ia sudah kabur saat ini.

"Salah sendiri! Siapa coba yang nyuruh lo bolos pelajaran!" ketus Ara. Ia bersorak dalam hati. Akhirnya ia bisa lepas juga dari Alien sinting itu.

"Jangan ke mana-mana Nona, tungguin gue di sini."

"Bawel ah! Udah sana!" usir Ara. Vando yang lain pun langsung pergi. Ara tersenyum puas. Setelah memastikan Vando tak terlihat lagi, Ara melangkah pergi dengan riang. Ia pun memutuskan berjalan kaki melewati jalan yang biasa ia lewati bersama Vando. Suasana jalan tampak sepi seperti biasanya. Jarang orang melewati jalan ini, mereka lebih memilih melewati jalan raya.

Saat tengah asik berjalan,telinga Ara mendengar suara derap langkah mengikutinya. Ia pun menghentikanlangkahnya. Di tajamkan pendengarannya, tanpa menoleh kebelakang. Ia kembalimelangkah dengan cepat saat suara derap langkah itu semakin mendekat. Ara inginberlari. Namun, belum sempat ia berlari, seseorang membekap dirinya daribelakang dengan sapu tangan. Dengan sekuat tenaga Ara mencoba melepaskan diri,tapi kepalanya terasa pusing. Kesadarannya semakin menipis. Ia tak tau kalausapu tangan yang membekapnya telah diberi obat bius, hingga akhirnya semua punmengelap.

My Sweet Troublemaker #2Where stories live. Discover now