11 - Hi, Lexa

105 16 0
                                    

happy readingg!!💗

***

Tidak ada yang bisa seratus persen dipercaya dari igauan orang sakit. Itulah acuan Calla untuk melupakan hal-hal yang terjadi tadi malam.

Pagi ini, Nemio tidak masuk sekolah. Calla hingga detik ini masih tidak tahu mau berangkat dengan siapa. Ia malahan menikmati sarapannya sambil sedikit-dikit melamun.

Tin tin!!

Mendengar klakson motor, Calla melongok melalui jendela. Ia mendapati motor Raven di depan, dengan pemiliknya, melambaikan tangan ke arahnya.

Calla, masih bersama roti di tangannya, buru-buru meraih ransel sekolahnya dan mengibrit keluar dari rumah. Udah sampai di luar, ia baru ingat ia lupa menjinjing helm.

"Aduh.."

"Gak apa-apa, gue bawa," ucap Raven menepuk helm yang ia pegang.

Syukurlah. Calla langsung memakai sepatu, lalu menghampiri Raven yang menunggu di balik gerbang.

"Kenapa buru-buru sih? Santai aja," ujar Raven tertawa kecil.

"Kok lo yang anter gue? Perasaan gue gak nge-chat."

Raven menatap Calla lamat. "Itu masalahnya. Kenapa lo gak nge-chat kalo tau gak ada yang anterin?"

"Gue pikir tadi mau naik motor sendiri."

"Ya udah gak apa-apa. Ayo naik," Raven menyiapkan mesin motornya. "Nemio di kamar?"

"Iya."

"Keadaan dia gimana?"

"Lebih baik tapi kurang baik buat masuk ke sekolah."

Kepala Raven berangguk.

Calla dapat menyimpulkan bahwa Nemio yang meminta Raven untuk mengantarnya ke sekolah. Kenapa Nemio tidak mengabarinya ya?

Mungkin Nemio tahu Calla itu lelet dan Raven pasti datang duluan sebelum Calla bergerak untuk berangkat.

"Yuk berangkat."

***

Perihal kerjaan, Calla sudah mendapatkan update dari Dava melalui daring. Calla telah diberikan daftar jobdesk, tinggal saja Calla menandatangani kontrak apabila ia menyetujui.

Sembari menunggu guru datang, Calla mengeluarkan perintilan ekskul seninya seperti cat, kuas, dan kanvas kecil. Seperti biasa, ia memulai dari goresan asal yang berlanjut menjadi objek yang indah.

Calla selalu tenang dan tak terbantah setiap kali ia melukis. Pun tidak ada seorang pun di kelas yang berani mengganggunya, melihat betapa serius dan jutek wajahnya.

"Calla."

Biasanya, Calla selalu mengenal setiap suara yang memanggilnya, sebab tidak ada yang mau memanggil dirinya kecuali orang yang ia dekat.

Namun, kali ini tidak, dan yang paling bikin beda adalah ini suara perempuan.

Calla mendongak, mendapati Lexa, berdiri di samping mejanya.

Lexa Penelope, dari namanya saja udah terdengar cantik, kaya, dan berpenampilan. Cewek ini ramah tapi terlihat sedikit mengintimidasi. Fashionista, banyak teman di luar sekolah, bentukan dia kayak Barbie di dunia nyata.

Dan tanda tanyanya, mau ngapain Lexa ke meja Calla?

"Maaf, gue cuma mau tanya aja gak bermaksud apa-apa," Lexa menduduki bangku kosong di seberang Calla. "Lo pacaran kah sama Raven?"

The Battle I Never WinWhere stories live. Discover now