21 - Takut

83 11 0
                                    

happy reading💕

***

Jangankan keluar rumah, keluar kamar aja Calla gemetar.

Calla baru sadar sebesar itu pengaruh keberengsekan Dava padanya. Calla baru paham seburuk itu pengaruh suatu 'pelecehan' meskipun tidak melalui sentuhan fisik.

Setelah menunggu tujuh menit terpanjang dalam masa hidupnya, akhirnya Calla mendengar deru mesin motor yang baru datang. Ia melirik lewat jendela kamarnya dan ia bernapas lega setelah melihat bahwa itu Nemio.

Calla lebih lega lagi saat ia melihat hanya ada Nemio. Tidak ada teman-temannya yang lain yang mungkin saja bisa memicu keributan di area komplek malam-malam begini.

Usai Nemio tiba, Calla baru berani keluar kamar dan membuka sedikit pintu depan rumahnya. Ia sengaja mau mengintip dan menguping pembicaraan mereka.

"Ngapain?"

"Cuma mejeng, ngobrol di sini. Kenapa?" Dava bertanya santai. Kemudian, ia melirik motor Nemio yang berhenti tepat di depan rumah yang ia tongkrongi. "Eh iya ini rumah lo ya?"

"Gak usah pura-pura gak tau. Pergi. Gue gak suka ada orang asing ngalangin pager rumah gue," ucap Nemio dengan tatapan mematikan.

"Ya udah, oke. Tapi gue mau nanya, Calla ada di dalem gak?"

Nemio menyeringai sinis seolah ia sudah tahu niat awal Dava dan dua kawannya ada di sini. Persetan dengan mejeng. Lagian orang bosan mana yang mejeng di depan rumah orang? Pun di tengah banyaknya rumah lain, kenapa harus rumah Nemio?

"Sekali lagi gue tanya, ngapain?"

"Mau ketemu. Dari tadi gue bel nggak ada yang keluar."

"Jangan pikir gue gak tau lo apain Calla ya waktu itu," ancam Nemio.

"Justru itu gue mau minta maaf, Nem."

"Gak usah minta maaf daripada lo nanti kena tonjok. Pergi sekarang," titah Nemio masih kalem.

"Gue ke sini bener-bener cuma mau minta maaf," ucap Dava masih kompromi.

Cowok bangsat nggak tahu malu mana yang masih punya keberanian buat datang dan menampakkan wajah setelah melecehkan perempuan dan mengempeskan ban motor perempuan itu?

Makin Nemio ingat, makin Nemio emosi. Untung ia masih sedia stok kesabaran, meskipun Dava sudah kelewat konyolnya. Ia tak mau membuat keributan hingga tetangga keluar, tapi ia tak masalah hal itu terjadi jika Dava tak bisa diberi tahu.

"Lo siapanya Calla sampe berhak kayak gitu? Cowoknya?" tanya Dava kemudian.

Nemio perlahan maju beberapa langkah seraya kedua tangannya masuk pada saku jaket. Dagunya terangkat berani, terpancar sinar kebencian dari sepasang matanya.

Fakta bahwa Nemio ialah sang pemilik rumah aja harusnya udah menjadi alasan kuat bagi Dava untuk berhak diusir dan pergi, bukan?

"Harusnya lo udah habis di tangan gue, Dav," ujar Nemio penuh penekanan. "Lo bersyukur karena malam itu lo gak ketemu gue."

"Lo gak jawab—"

"GUE GAK PEDULI! Bukan urusan lo untuk tau gue siapanya Calla. Bukan hak lo untuk nentuin gue berhak atau enggak ngelindungin dia!"

Nemio tak lagi berbicara santai. Uratnya sudah menegang yang berarti ia telah membentak kuat.

"Gue lagi gak bercanda, Dav. Sekali lagi lo berani punya keinginan untuk ketemu dia, sekali lagi lo berani dateng ke sini dan ganggu kenyamanan dia, gak ada kata 'sekali lagi' buat lo untuk pergi dengan selamat!"

The Battle I Never WinDonde viven las historias. Descúbrelo ahora