19 - Harapan

83 12 0
                                    

vote, comment, and happy reading!🫶

***

Calla sebetulnya heran pada Nemio.

Setiap dua kali dalam seminggu, Nemio selalu melakukan aktivitas di luar cukup lama—sekitar dua jam, dengan pakaian yang berbeda dari biasa ketika cowok itu pergi ke tongkrongan. Tetap simpel sih, tapi lebih sopan.

Calla tidak pernah tahu ke mana cowok itu pergi. Yang jelas, Calla selalu tahu setiap Nemio hendak pergi untuk hal yang tak pernah cowok itu beri tahu.

"Lo baru pulang dari mana, Nem?" Untuk pertama kalinya Calla bertanya. Ia selalu cuek biasanya.

"Kenapa mau tau?"

Calla melirik sinis. "Pertanyaan dibales jawaban, bukan dibales pertanyaan lagi. Kebiasaan banget."

"Ada lah, suatu tempat."

"Suatu tempat yang bikin lo sibuk dan cape. Beberapa kali pulang sekolah lo masih sempetin ke sana," gumam Calla sambil memikirkan tempat yang dimaksud.

Nemio melepas jaket kulit berwarna hitamnya. Ia melemparnya asal ke sofa ruang tamu. Tenang, ia akan meletakan jaketnya itu di tempatnya, sebab ia bukan orang yang suka meninggalkan cucian di sembarang tempat, kecuali cucian piring.

"Lo dugem ya?"

"Dugem itu malem-malem, anak kecil."

Calla mencerna dalam hati. Benar juga sih. Lagian Nemio perginya nggak malem-malem, tapi pulangnya yang malem-malem.

"Tumben banget lo kepo," cetus Nemio melepas kaus kaki, lalu menggantung kunci motornya, sementara Calla sedang menyiapkan sandwich di dapur untuk makan malamnya.

"Cuma nanya."

"Oma mana sama Chiko?"

"Nemenin nyokap lo belanja bulanan," jawab Calla.

"Nyokap kita," koreksi Nemio memandang Calla.

Calla berdeham. Ia sesungguhnya masih kaku untuk menyebut Mama Anna dengan panggilan ibu. "Mau sekalian gak?"

"Apa?"

"Makan malem," jelas Calla.

"Makanan buatan lo nggak pernah enak."

"Lidah lo eror."

"Gue nggak laper."

"Ya udah bagus. Gue tadi cuma basa-basi."

Nemio terkekeh sinis saat Calla memutar bola matanya. Ia tahu bahwa Calla pasti jengkel.

"Gue tadi ke panti asuhan," ujar Nemio yang lagi duduk di sofa sambil memejamkan mata sebentar. Ia membuat Calla yang tadinya mau ke kamar jadi berhenti berjalan.

"Ngapain?"

"Biasa."

"Biasanya lo ngapain?" Calla menghampiri Nemio, sepertinya ia terlalu penasaran.

"Main sama anak-anak di sana."

Calla mengernying kala meletakkan piringnya di atas meja ruang tamu. "Sejak kapan lo suka anak kecil?"

Nemio membuka matanya, langsung menatap Calla. "Sejak lo belum tau gue. Bahkan sejak lo belum lahir juga gue udah suka anak kecil."

Calla menaikkan kedua alis karena Nemio tidak terlihat seperti orang yang suka anak kecil. Perawakan dan raut wajah cowok itu benar-benar galak dan jutek. Calla pikir anak kecil akan takut padanya.

"Gue dulu punya adik cewek, beda dua tahun. Dia meninggal karena kecelakaan motor."

Jantung Calla seketika berhenti. Ia tidak siap dengan percakapan serius ini. Mendengar kata meninggal mampu membuatnya instan membeku.

The Battle I Never WinWhere stories live. Discover now