Part 55: Obviously

33 5 0
                                    

Jangan lupa vote and commentnya ya

terima kasih

***

Aku melirik Kean dan Denis yang saat ini masih mengobrol di dalam ruangan Kean. Pagi tadi Denis tiba di kantor dan membawa sejumlah sarapan untuk anggota timnya Pak Myer. Yang lebih mengejutkan, semua anggota tim Pak Myer menyambut Denis dengan akrab. Dan baru diketahui, bahwa dua tahun yang lalu Denis memang sering mengunjungi Kean. Sebelum dia pindah ke Bali. Jadi tak heran jika anggota tim Pak Myer begitu terbuka menyambut Denis.

Aku melirik snack dan minuman yang sudah ditaruh di nampan. Lalu masuk ke ruangan Kean dalam diam. Sambil melangkah, aku melirik Denis dan Kean yang masih tetap mengobrol meskipun mereka sadar jika aku mendekati mereka.

"Silahkan dinikmati," tawarku dan meletakan biskuit dan cake yang tadi sempat di beli OB untuk mereka.

"Kemanapun kamu pergi, tetap akhirnya bersama Kean, Micha." Tutur Denis sambil menyesap tehnya. Laki laki itu tersenyum manis melihatku mengerutkan wajah tak setuju dengan pernyataannya.

"Hei, apa maksudmu?" jawabku, jelas dengan nada tak senang. Disisi lain, Denis malah dengan tenang menanggapiku, tampa sedikitpum terganggu dengan wajah jengkelku.

"Apalagi? Tentu saja karena kamu berkahir bersamanya. Meskipun kamu sudah berusaha keluar dari lingkaran setan bernama Kean. Kamu pindah sekolah setelah Kean dibawa kakeknya."

"Sepertinya kamu memang ditakdirkan terikat dengannya," lanjut Denis setelah kembali menyesap tehnya.

Berbeda denganku yang jengkel dengan kata 'takdir' yang keluar dari Denis. Yang juga sama sama teman SMA ku. Yang jelas sudah tahu bagaimana dulu aku hanya bisa menjadi penonton atas drama percintaan Kean. Disisi lain, Kean malah mengangguk dengan semangat setelah mendengar 'aku dan dia memang ditakdirkan bersama'. Tampa memperdulikan kalimat sebelumnya.

Melihat reaksi Kean yang tidak seperti biasanya, Denis semakin bersemangat untuk meledeku menggunakan Kean.

"Micha..." Denis kembali memanggilku, tapi sebelum dia sempat berbicara, Kean dengan cepat memotong perkataannya.

"Jangan panggil Micha," ucap Kean dengan spotan, seolah-olah sadar sedari tadi Denis memanggilku sebagaimana dia memanggilku saat SMA dulu.

"Apa yang salah?" balasnya dengan pandangan berkerut karena itu panggilan yang sudah dia gunakan sejak dia mengenalku.

"Hanya aku yang boleh memanggilnya Micha," ujar Kean dengan nada dingin dan jelas menyiratkan jika dia tak suka, jika panggilan itu juga dibagi dengan Denis. Denis yang sadar kemana arah pemikiran Kean semakin tersenyum lebar dan menatapku dengan pandangan penuh kegelian.

Begitu sifat kekanakan Kean keluar, aku sadar akan menjadi bahaan cemoohan dan olok-olokan dari Denis. Karena laki-laki itu sangat tahu bagaimana dinginnya Kean dengan semua wanita yang bersamanya. Tapi sikap dingin yang seperti mengakar dan menjadi pribadinya itu berubah begitu dia bersamaku. Tentu saja Denis akan semakin ingin menjahiliku karena ini pertama kalinya dia melihatku kehilangan akal dan mati kutu karena sikap absurd Kean.

Denis mengerutkan wajah, seolah olah dia tak mengerti, dan Kean menjelaskan sekali lagi dengan sedikit desahan di mulutnya karena dia benar-benar tak suka menjelaskan dua kali untuk masalah yang menurutnya sudah jelas seperti ini. "Panggil dia Rere mulai sekarang," jelas Kean dengan nada mutlak tak bisa dibantah.

"Kenapa? Kenapa aku harus? Aku temannya," bela Denis jelas tidak setuju dengan saran Kean.

"Aku pacarnya,"

"Lalu? Aku teman masa kecilnya,"

"Aku juga temannya sekaligus pacarnya,"

Aku mendesah melihat perseteruan tak jelas mereka. Sebagai penonton opera yang dengan waktu singkat diciptakan Denis dan Kean, aku hanya menatap mereka dengan pandangan lelah. Selain itu, masih banyak masalah yang harus diselesaikan, tapi dua laki-laki dewasa didepanku ini malah sibuk berdebat yang 'entah-untuk-apa-diperdebatkan'.

"Aku sahabat dekatnya sejak SD,"

"Statusku lebih mutlak dari padamu, Denis,"

"Kamu belum berstatus sebagai suaminya, apanya yang mutlak," sanggah Denis plus cengiran yang diarahkannya padaku.

"Mmm, status itu sudah aku di pertimbangkan," jawab Kean dengan seenak jidatnya. Yang membuatku mendelik kesal karena dia menanggapi possitive ledekan Denis yang jelas ditujukan untuk membuatku bertambah nelangsa.

Denis langsung terkekeh begitu mendapat reaksi yang tak terduga dari Kean. Dan begitu melihat tawa menyebalkan itu, aku langsung memberikan pukulan di bahu dengan kesal.

"Micha..., Kean sekarang benar-benar lucu," kekehnya yang tak berhenti juga.

"CUKUP" teriakku sedikit lebih keras dari pada yang aku kira, "Berhenti mempermasaalahkan masalah sepele seperti ini," ucapku menatap berganti dua orang dewasa di depanku.

"Ini bukan masalah sepele," jawab Kean yang membuatku kembali mendesah frustasi kerena Denis juga tampak setuju dengan tanggapan Kean.

"Hah, apa yang harus aku lakukan dengan dua orang anak-anak ini," gumamku tak lagi ingin ikut campur dengan dua orang anak-anak itu. Dan memilih keluar dari ruangan itu.

***

Akhirnya kami melakukan rapat bersama dengan Tim Pak Myer. Termasuk Denis di dalamnya. Singkat cerita, Kean ingin mengganti penggunaan jasa dari WFe Grup menjadi perusahaan Tech Care yang sekarang di pimpin oleh Denis. Selaku Wakil Direktur dari perusahaan itu, Denis menjelasan dengan lebih rinci kepada kami.

Meskipun Tech Care tergolong perusahaan baru yang tidak sebesar WFe Grup yang memang sudah lama berdiri, tapi produk dan layanannya juga tak kalah berbeda dengan WFe Grup. Tentu saja setelah melalui pertimbangan dengan berbagai pihak, mulai dari Pak Ardi, Pak Casey, dan tentu saja Kakek Kean. Dan dari informasi yang aku dengar, ternyata Harlan Alston, papa dari Mbak Alya-lah yang merekomendasikan Tech Care untuk digunakan menyeluruh di La-Gufta Grup menggantikan WFe Grup yang sekarang dipimpin oleh keluarga Polliton.

"Oke, untuk selanjutnya mari kita buat draft kontrak kerjasama, aku akan mempelajari lebih lanjut setelah draft kontrak kerjasama jadi," ucap Kean mengakhiri meeting hari itu.

Denis mengangguk setuju dan lanjut menjelaskan beberapa hal yang ditanyakan Pak Myer padanya. Setengah jam berikutnya Denis pamit karena dia sudah memiliki janji lain. Sedangkan Kean kembali mengumpulkan semua anggota timnya untuk merancanakan langkah selanjutnya.

"Bagaimana perkembangan pembangunan hotel dan galeri?" tanya Kean pada Pak Myer.

"Tidak ada masalah pak, sejauh ini berjalan lancar. Saya akan terus pantau agar pekerjaan berjalan sesuai tenggat waktu," jawab Pak Myer dengan tenang.

"Alya, apa kamu sudah menyampaikan sesuai dengan pesanku?"

"Sudah pak, Pak Harlan sudah menindak lanjuti sesuai dengan arahan bapak," jawab Mbak Alya.

Semua tim Pak Myer dan tentu saja aku, serempak melirik Mbak Alya dan Kean yang sedang berbica. Melihat dua sepupu bekerja seperti ini benar benar membuat bulu kuduk merinding.

Kean mengangguk mengerti, "tolong pantau terus semua pekerjaan di Bali, dan laporkan pada saya jika ada gangguan, saya yakin cepat atau lambat mereka akan berekasi."

"Micha, apa hasil investigasimu sudah membuahan hasil?" tanya Kean padaku saat dia mengalihkan tatapannya.

"Saya sudah pastikan beberapa transaksi mereka yang mencurigan, dan hasilnya possitive," jelasku. Lalu menyerahkan beberapa laporan yang sudah diminta Kean.

Begitu Kean menerima lembaran itu, dia langsung tersenyum, "Okey, ini cukup untuk saat ini, saya akan melakukan sisanya." Jelasnya dan meminta kami undur diri dari ruangannya untuk kembali mengerjakan tugas masing-masing.

***

MellifluousWhere stories live. Discover now