Slide Story 3 - THE END

54 10 0
                                    

Aku menatap Micha yang sedang membuat sampul rumit dasi untukku. Perempuan itu dengan cekatan melilitkan dasi donker itu di leherku. Jarak kami yang dekat membuatku dengan mudah mengamati semu wajahnya.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Micha dengan wajah merah karena malu.

"Aku baru sadar, ternyata istirku cantik sekali, sampai-sampai aku tak bisa mengalihkan tatapanku pada yang lain," ucapku masih terpaku menatap Micha yang terkekeh geli mendengar pujianku.

"Sepertinya stock gombalan mu masih banyak Ke, mengingat setiap hari ada saja gombalan baru yang keluar dari mulutmu itu," jawab Micha.

"Oke, done," kata Micha dan aku melirik dasiku yang terpasang rapi dan menarik. Ketika Micha ingin melangkah mundur dengan cepat aku memeluk pinggannya dan mendaratkan ciuman dibibirnya yang tadi mengejek gombalanku itu.

Mencium Micha setiap pagi tidaklah memuaskan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mencium Micha setiap pagi tidaklah memuaskan. Aku tak bisa menangkapnya lagi jika dia tiba tiba lari. Dan jika aku memperpanjang ciuman pagi kami, istriku itu akan menggerutu karena aku membuatnya terlambat datang ke kantor.

Yah, walaupun kami bekerja di kantor yang sama. Dan selama dia masih menjadi sekretarisku. Kata sibuk akan selalu menemaninya. Tapi aku senang, karena konsentrasiku akan terganggu jika tak ada Micha disekitarku.

Harusnya aku menyadari pentingnya kehadiran Micha dihidupku. Kenapa aku baru menyadari setelah banyak masalah yang aku buat untuknya. Apalagi selama masa SMA kami.

Aku melepaskan bibir Micha sesaat, hanya untuk memperdalam ciuman kami. Wanita itu menerimanya tapi hanya sebentar sebelum dia mulai mencoba melepaskan pagutan kami.

"Kita sudah terlambat," katanya saat aku masih mencoba menyentuhnya sedikit lagi.

"Bapak Kean yang terhormat, anda ada meeting pagi ini." Sergahnya dan tersenyum lembut sebagai penolakan.

Apa yang harus aku lakukan jika dia tersenyum begitu manis untuk menolakku? Itu hanya membuat situasiku makin sulit. Sebelum pikiran tak senonoh lainnya menggerayang di otakku, dengan cepat aku menggandeng Micha ke ruang makan.

"Mama," suara anak laki-laki mengejar Micha begitu kami keluar dari kamar. Micha memeluknya sebentar dan menyerahkannya padaku.

Miquel, anakku dengan Micha. Anak laki-laki yang sayangnya sangat mirip denganku itu terus-menerus lengket dan tak mau berpisah dengan Micha. Jadi untuk menjadikan Micha milikku selama setidaknya musim libur sekolah. Aku sengaja mengirimnya ke rumah mama Micha yang juga sedang rindu dengan cucunya. Dan beruntungnya Raka yang juga sedang cuti, dengan sukarela mengajak Miquel pergi dengannya.

"Apa semua barangmu sudah siap?" tanya Micha sambil menggengam tangan anak laki-laki yang ada di pelukanku.

"Sudah, tadi Mba Narmi juga sudah cek lagi," katanya dengan nada yang bersemangat.

"Kamu boleh main sepuasnya disana, tapi nggak boleh nakal sama oma ya," kata Micha memberikan pengertian.

"Mmm, janji." Jawabnya dan menyerahkan jari kelingkingnya yang mungil.

"Kapan libur sekolah Miquel selesai?" tanyaku saat Micha melangkah kembali ke ruang makan.

"Dua minggu lagi," jawab Micha. "Aku sudah bilang sama Raka untuk mengantarkannya kesini seminggu sebelum libur sekolah berakhir." Lanjut Micha, yang dengan cepat kuhadiahi senyuman senang. Aku sudah memesan tiket pesawat untuk liburan kami berdua. Aku ingin mengajak Micha liburan. Di tambah Miquel yang juga sedang tidak dirumah memudahkanku untuk membujuknya.

Kami makan dengan tenang, sesekali Miquel akan berceloteh tentang teman temannya dibangku sekolah dasar. Dan Micha yang dengan senang hati menanggapinya. Dan begitu suara mobil Raka terdengar, Miquel berlari keluar menyambut om nya.

"Mama, papa, Miquel pamit dulu ya, jangan berantem berdua." Ucap Raka begitu Miquel masuk ke dalam mobilnya setelah berpamitan pada kami.

Rencananya Raka ingin membawa Miquel ke Bandung, menemui mama Micha.

"Hati-hati di jalan, gue titip Miquel ya Ra," Ucap Micha pada Ara istri Raka.

"Tenang aja Mbak, Ami jadi ada temannya. Jadi Mba Micha nggak usah khawatir." Jawab Ara. Ami, gadis kecil itu duduk di kursi penumpang dengan tenang. Sementara Miquel terlihat misuh-misuh mengajak gadis itu untuk bermain.

"Ya udah, jangan ngebut Ke. Lo bawa anak-anak." Seloroh Micha dengan menatap tajam Raka.

"Iya, iya Mba. Khawatir amat sih. Biasa juga gue yang bawa mobil pas kita ke Bandung."

"Karena lo yang bawa mobil makanya gue khawatir. Lo kan nggak pernah pelan bawa mobil," tukas Micha dan membuat Raka bungkam.

"Udah-udah. Raka bakal hati hati kok, kalau nggak nanti dia kena semprot sama aku. Kamu nggak usah khawatir." Kataku melerai dua adik kakak itu.

Raka berangkat ketika semua barang bawaan Miquel masuk ke bagasi mobilnya. Dan begitu mobli Raka keluar dari pagar rumah. Aku menarik Micha ke sisiku dengan menggenggamnya erat.

"Akhirnya, aku bisa memiliki kamu untuk diriku sendiri selama seminggu ini," ucapku dan hanya dihadiahi cubitan kecil dari Micha. Yang membuatku terkekeh melihat wajah meronanya.

***

The End

Buat pembaca semua, terima kasih atas dukungannya selama ini.

Salam, Chocomellow.

MellifluousWhere stories live. Discover now