Part 36: Drama Picisan (Revisi)

79 10 2
                                    

Jangan lupa vote and comment nya ya.

Saya juga menerima kritik dan saran yang mendukung dari pembaca.

Selamat membaca, terima kasih.

***

Kami mengendarai mobil selama kurang lebih tiga jam di perjalanan. Meskipun aku sedikit khawatir saat Kean bersikeras untuk menyetir walaupun badannya masih kurang sehat. Empat puluh menit kemudian kami sampai di hotel yang telah di booking oleh perusahaan. Kami check in dan menaruh barang-barang di kamar masing-masing. Setelah itu, Kean menghubungi Ronald yang juga ada di hotel yang sama.

Alasan aku dan Kean datang jauh-jauh ke Bandung adalah untuk menyelesaikan masalah pembelian tanah untuk pembangunan hotel di Bali. Kebetulan pemilik tanah saat ini tinggal di Bandung.

Pada awalnya Ronald sudah dikirim oleh perusahaan untuk menangani masalah itu. Tetapi kakek Abram tidak mau berurusan dengan Ronald, dia ingin berdiskusi dengan Kean selaku pimpinan perusahaan. Jadi disinilah kami saat ini, berdiskusi dengan Ronald yang sudah menemui Kakek Abram. Kean menanyakan banyak hal pada Ronald, mulai dari bagaimana tanggapannya terhadap tawaran kami dan bagaimana karakter si pemilik tanah ini.

Dan dari apa yang dikatakan Ronald aku mengetahui bahwa tanah yang ada di Bali adalah milik cucu perempuannya. Dia hanya ingin menjualnya jika cucunya menyetujui juga. Kakek Abram sangat menyayangi cucu perempuan satu-satu nya ini. Maka dari itu Kean lebih memilih mendekati cucunya Kakek Abram untuk mempermudah negosiasi ini.

Tapi Ronald memberikan saran untuk berbicara dengan Kakek Abram terlebih dahulu karena bagaimanapun dialah yang memegang hak secara hukum atas tanah-tanah itu.

Besoknya aku dan Kean datang ke kediaman Kakek Abram setelah Ronald membuat janji dengan beliau.

"Ini adalah CEO kami, Pak. Bapak Keano." Ronald mengenalkan Kean pada Kakek Abram.

"Senang bertemu dengan anda Pak Keano, saya Abram." Sapa Kakek Abram. Dia tersenyum hangat dan menggenggam tangan yang Kean ulurkan dengan tegas dan percaya diri.

Aku juga mengenalkan diri, dan Kakek Abram menyambut kami dengan hangat.

"Silahkan duduk, maaf membuat orang sesibuk anda harus datang jauh-jauh datang kesini untuk menemui saya." Kakek Abram membuka pembicaraan.

Kakek Abram berbicara dengan ramah dan sopan. Aku cukup terkejut dengan nada sopan yang dia gunakan saat berbicara dengan kami. Meskipun beliau lebih tua, tapi dia tetap bersikap sopan dan menghargai lawan bicaranya.

Kean dan Kakek Abram berdiskusi tentang tanah yang akan di beli oleh La-Gufta group. Sesekali Ronald ikut menimpali untuk memberikan gambaran lebih jelas pada Kean dan Kakek Abram. Sehingga tak ada miss communication antara keduanya.

Disisi lain, aku mencatat semua point pembicaraan mereka. Dari apa yang aku tangkap, Kakek Abram ingin menjual tanah yang ia peruntukan untuk cucu perempuannya itu. Tetapi beliau tak bisa menjual tanah itu begitu saja karena cucu perempuannya, Latisha tidak menyetujui keputusannya. Alasannya masih belum jelas, karena Kakek Abram tak ingin memberi tahukannya pada kami.

Aku menyadari bahwa Kakek Abram sangat memanjakan cucunya. Matanya terlihat berbinar cerah ketika membicarakan cucu kesayangannya ini. Tapi saat topik terkait bisnis muncul sikapnya berubah. Dia lebih percaya diri dan terlihat bijaksana dalam menyikapi tawaran yang diajukan Kean. Business man sejati, pikirku. Tampaknya beliau masih memiliki pengaruh yang kuat sebagai kepala keluarga. Sangat berbeda dengan kakekku yang lebih memilih menikmati hari tuanya dengan tenang.

Selain itu, beliau juga ingin berinvestasi dalam proyek pembangunan museum dan galeri seni yang rencananya akan berdampingan dengan hotel. Melihat dari banyaknya lukisan dan pajangan antik di rumah ini, aku tahu Kakek Abram sangat tertarik dengan seni.

MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang