Part 3: Gak Papah, Buat Nggak Ngelakuin Apa-apa (Revisi)

171 20 7
                                    

Jangan Lupa Vote and Comment nya ya

Thanks 

***

Setelah memesan makanan aku melihat Dimas yang duduk bersama Anggie. Ada juga mbak Ziya, Doni dan Kevin. Mereka mengukuhkan diri sebagai Klub Lambe Turah perusahaan ini. Menempati meja untuk kapasitas 8 orang. Aku melihat Dimas melambaikan tangan kearahku. Aku duduk disamping Kevin yang tidak menyadari keberadaan ku.

"Did you hear the hot topic at the office right now?" Tanya Dimas langsung seketika bokong cantikku mendarat di kursi.

"No, I didn't. What the topic about?" aku menjawab dengan acuh jawaban Dimas sambil menyuap soto betawi menu hari ini.

"Roman romannya nih ya, Si Arlan bakal lengser dari posisinya. Lo tau siapa yang menempati pencarian terpanas saat ini? Si bos Re, bos baru kita." Dimas langsung mendekat dengan mimik emak-emak kompleks yang ngegosip waktu lagi beli sayur.

"Kok bisa? Bukannya dia selalu jadi trending topik ya," tanyaku penasaran lengkap dengan mimik yang tak kalah sama dengan Dimas.

Maklum aku dan Dimas partner setia dalam hal menggosip. Baik itu di kampus, di Klub mahasiswa, bahkan sekarang di kantor sekalipun. Tetap yang namanya menggosip itu selalu terasa nikmat. Menggosip, bagiku menambah informasi. Hanya saja perlu saringan lebih banyak untuk info yang back to reality. Dan ini base on my experience

Mas Arlan ini bisa dibilang punya bibit, bebet, dan bobot yang jelas. Ditambah sekarang laki – laki mapan, tampan, jabatan oke, baik, ramah, dan single mulai punah. Makanya mas Arlan selalu jadi incaran cewek jomblo, butuh kasih sayang, dan kurang perhatian. Selalu aja ada gosip terbaru. Si Arlan beginilah, si Arlan begitulah.

Pernah aku tanya sama anak DK (Departemen Keuangan) kenapa sikap mereka kayak orang kesurupan kalau udah ada Si Arlan Arlan ini. And jawabannya permisa... kalau kata Rita nih ya "kalau ngomong sama mas Arlan tu pengen cepet cepet googling WO mbak, ramah tenan", atau kalau nggak kayak kata Anggie "kadang gue ngerasa asupan kewarasan gue kurang kalau udah ngadepin mas Arlan". Dan tanggapanku hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban ngaur mereka berdua.

"Iya, anak anak sekarang pada ngomongin bos baru yang hot abis. Lo bukannya juga liat dia waktu tadi rapat? Gue liat dia tadi pas keluar sama Pak Ardi, duh badannya... Nggak kayak hasil olahan gym. He is totally hot, sexxxyyy... No. I can't describe him with just 'hot' or 'sexy'. He more than that. He looks so gorgeous." Seru Dimas dengan semangat empat limanya.

"Kalau mau dibandingin sama lo ya tentu beda, badan lo bongsor begini. Perut aja yang di pikirin, angkat kertas tiga rim dari gudang aja langsung ngos ngosan lo..." seloroh Mbak Ziya yang duduk di depannya.

Dan tawa kami semua meledak. Sebenarnya badan Dimas yang sekarang nggak terlalu gemuk juga, tapi dibandingkan dengan dulu ketika dia masih berstatus mahasiswa, bedanya jauh banget. Dulu badannya proposional karena rajin latihan karate. Tapi sekarang, semua otot yang sudah di bentuk kendur di gerogot jam kerja yang tak manusiawi.

Jadi waktu itu, Kang Arbi minta tolong Dimas dan Doni buat bantuin angkatin kertas yang dibawa OB. Dimas yang bawa paling sedikit kertas malah ngos ngosan pas naik ke lantai 4. Plus dengan keringat sebesar biji jagung yang buat kemejanya hampir basah semua.

Mbak Ziya yang kebetulan ada di TKP langsung menertawakan Dimas. "Oalah Dimas, Doni yang badannya kecil lo kasih 5 rim kertas. Nah elo cuma bawa 3 rim kertas udah ngos ngosan kayak habis lari keliling lapangan bola". Makanya kejadian 'Dimas dengan tiga rim kertas' masih jadi bahan tertawaan hingga sekarang.

"Eh, jangan salah ya mbak, gue gini gini masih di lirik cewek ya. Lo kalau liat gue tiga tahun lalu klepek klepek deh lo kayak ikan koi. Ya nggak re," bela Dimas.

MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang