Part 47: Aku Ingin Masuk Ke Lubang Tikus (Revisi)

57 7 0
                                    

Jangan lupa vote and commenya ya

Terima kasih.

***

Menjelang makan siang, aku dan Mira berangkat ke tempat pertemuan kami dengan Pak Hirata. Awalnya aku mengira Pak Hirata adalah laki-laki berumur 50-an. Betapa terkejutnya aku dan Mira yang mendapati kenyataan bahwa Pak Hirata yang akan kami temui adalah laki-laki muda, berumur 25-an. Dengan lesung pipi dan mata sipitnya. Dia benar-benar tampan.

"Dia laki-laki yang ganteng," gumam Mira masih tak bisa memalingkan wajahnya dari Pak Hirata yang mengobrol bersama asistennya.

"Mmm," jawabku. Juga terbawa pesonannya yang ceria.

Aku rasa Pak Hirata berdarah campuran. Dia terlihat seperti orang Jepang. Matanya sipit, bibir tipisnya yang merah, dan kulit putih membuat wajahnya terlihat cantik dibandingkan wajah laki-laki lain. Tapi melihat dari badannya yang tinggi dan tegap, aku yakin dia tidak seperti oppa-oppa Korea yang bisa menari dan bernyanyi.

Pak Hirata membawa kami untuk makan siang, sebelum mulai mendiskusikan pekerjaan. Menjelang sampai di kantin, aku dan Pak Hirata mengobrol banyak hal. Dia termasuk laki-laki yang ramah dan humoris. Hingga membuat kami nyaman berbicara dengannya.

"Mbak, jangan sampai tergoda. Ingat sama Pak Kean," kata Mira sambil cengengesan melihatku yang masih menatap Pak Hirata.

"Ssttt, jangan sampai Pak Kean tahu. Bisa habis kita dimakan hidup-hidup," jawabku. Dan kami terkikik geli membayangkan bagaimana wajah Kean yang merah dengan asap membumbung dari kepalanya.

"Mbak, bisa pengangin ini. Gue mau ke toilet sebentar," ucap Mira dan menyerahkan beberapa dokumen yang perlu kami diskusikan hari ini.

"Kenapa tiba-tiba?" tanyaku saat Mira dengan bergegas memindahkan semua dokumen itu ke tangaku.

"Touch up bentar," jawab Mira sambil terkekeh. Lalu dia menghilang begitu saja dari kantin.

"Adresia," panggil Pak Hirata ketika aku masih menatap bingung kearah hilangnya Mira. Atau haruskah aku memanggil Hirata saja. Karena kami sepakat untuk tidak menambahkan sapaan "bapak" atau "ibuk".

"Ya?"

"Ayo, makan siang." Ajak Hirata, dan mengarahkanku ke dalam kantin.

"Kenalkan ini asisten saya, Arsa." Ujar Hirata memperkenalkan laki-laki yang sedari tadi mengekori kami.

"Adresia," ucapku sambil bersalaman dengan Arsa yang juga sudah mengulurkan tangannya.

"Anda bisa bicara santai dengan saya, buk." Kata Arsa dengan senyum ramah.

"Baiklah," jawabku dan juga membalas senyum ramah Arsa.

Saat kami sedang mengantri untuk memesan makanan, ponsel digenggaman tanganku berbunyi. Ini panggilan dari Kean.

"Ya Pak," sapaku saat aku terhubung dengan Kean diseberang line.

"Kamu sudah makan siang?" tanya Kean begitu mendengar suaraku.

"Saya sedang mengantri untuk makan siang," kataku dan maju selangkah ketika antrian mulai berkurang.

"Kamu makan siang dengan siapa?" tanya Kean dengan penasaran.

"Ada Mira, Hirata dan Arsa," kataku sambil maju selangkah lagi.

"Hirata? Kamu sudah memanggil namanya begitu santai walaupun ini pertemuan pertama kalian?" tanya Kean tak percaya dengan sikap santaiku.

"Mmm, kami sepakat memanggil nama saja." Ucapku cuek, tak acuh dengan Kean yang sepertinya mulai menahan amarah diseberang sana.

"Bagaimana bisa kamu dengan gampang mamanggil namanya? Bahkan aku saja butuh waktu lama untukmu memanggil namaku," kata Kean kecewa.

MellifluousWhere stories live. Discover now