Part 5: Keano, Si Raja Setan (Revisi)

144 21 1
                                    

Jangan lupa Vote and Comment nya  ya

Kontribus pembaca sangat berarti bagi penulis.

Thansk, Chocomellow

***


"Hebat lo mbak, gue aja sampai bertepuk tangan liat aksi heroik lo barusan." Rita dan aku kembali ke lantai empat, setelah memberi pelajaran pada dua cewek gatel di toilet wanita.

"Lo yang terbaik," kata Rita sambil memberikan dua jempolnya untukku.

"Ya dong! Siapa dulu, Rere," ujarku ikut bangga. Rita hanya terkekeh melihat reaksiku.

"Kok lo bisa kepikiran buat rekam pembicaraan mereka di toilet sih?" Tanya Rita saat kami masuk dalam lift menuju lantai empat.

"Rekam? Oh itu, gue nggak rekam apa apa ta, gue cuma gertak mereka aja sama rekaman palsu. Biar mereka jera." Itu betul, aku tak merekam apa apa di toilet. Hanya saja aku butuh sesuatu untuk membuat mereka tak mengulang omong kosong yang sama. Apalagi sampai menjelek jelekan orang lain. Makanya aku bilang bakal sebarin rekaman mereka agar mereka tutup mulut.

Karena adegan di parkiran aku harus menanggung rumor memalukan seperti ini. Dasar laki laki kejam. Aku jadi curiga Kean sengaja melakukannya saat itu.

"Apa? Lo serius mbak? Jadi itu cuma boongan," Rita terlihat terkejut. "Gue kira benaran ada rekaman suara mereka." Dia lalu menyerahkan ponselku yang sedari tadi di genggamnya.

"Thanks," aku menerimanya dan memasukannya dalam saku jasku. "Lagian rekaman kayak gitu juga nggak berguna ta, Pak Kean dan Pak Ardi nggak bakal ngurusin masalah bawahan kayak kita. Apalagi gosipnya nggak masuk akal kayak gitu, selama tidak mengganggu perusahaan, itu bukan masalah yang bakal di urus sama pimpinan seperti mereka. Jadi gue cuma mau gertak mereka aja."

Yah, walaupun aku cukup dekat dengan Pak Ardi karena dia sahabat papa. Tapi untuk masalah seperti ini, itu bukan tanggungjawab beliau untuk mengurusi masalah pribadi bawahannya. Aku bertemu Pak Ardi empat tahun yang lalu. Karena aku sering melibatkan diri dalam acara perusahaan sehingga aku dekat dengan beberapa atasan. Salah satunya adalah anaknya Pak Ardi, Mbak Elyza. Awalnya Mbak Elyza adalah manajer keuangan dan aku masih karyawan biasa di DK. Lalu aku diangkat menjadi asisten manajer sama mbak Elyza dan Mbak Meli sebagai Manajer Keuangan yang baru menggantikan Mbak Elyza.

Mbak Elyza sekarang pindah ke cabang perusahaan yang ada di luar negeri mengikuti suaminya yang juga pindah kesana. Aku sering bertemu dengan Mbak Elyza sebelum dia menikah dan bertamu kerumahnya, tetapi tak pernah sekalipun Pak Ardi mencampuri urusanku di kantor dengan masalah pribadinya. Walaupun sebagian orang yang melihat dari jauh mengira ada favoritisme karena aku dekat dengan beliau. Untungnya rekan rekan satu timku tau situasiku dengan baik. Dan mereka juga tau sifat Pak Ardi yang keras dan tegas.

***

Seminggu berlalu. Event tahunan perusahaan akan diselenggarakan dalam tiga hari kedepan. Aku akhirnya pindah ke kantor pusat. Aku menunggu lift selama lima menit karena dari tadi semua lift penuh, akhirnya aku bisa masuk dengan sedikit berdesakan dengan karyawan lain. Setelah menemui HRD, aku akhirnya naik ke lantai 30, tempat ruang CEO dan timnya berada.

Setelah memperkenalkan diri dengan karyawan lain yang satu tim denganku, aku bergerak menuju kursi dan meja yang telah disediakan untukku. Pada dasarnya lantai 30 dikhususkan untuk ruang CEO dan timnya. Sedangkan ruang Kean tepat berada paling ujung dari lantai ini. Menempati setengah dari lantai tiga puluh. Aku meletakan tas di atas meja dan mengeluarkan beberapa barangku. Sendal, sepatu, perkakas kantor, pengharum ruangan, pencuci muka, makanan ringan, dan bantal leher. Ini sudah menjadi kebiasaanku, peresiapan wajib: amunisi sebelum perang.

MellifluousWhere stories live. Discover now