13

823 124 6
                                    

"Apa maksudmu Queen?" Tanya Ifzan dengan nada tinggi, belum sempat menjawab. Nafas Queen sudah tersendat dengan keringat dingin yang membasahi dahi serta leher.

"Seseorang ingin membunuhku." Ucap Queen rendah, matanya sudah memburam dan akhirnya tidak sadarkan diri. Ifzan dengan cepat menangkap tubuh Queen, dan membawanya ke kamar.

Pelayan yang mendengar keributan segera berkumpul dia ruang tamu, "panggil dokter cepat!" Teriak Ifzan dan salah satu pelayan bergegas menelpon dokter, untuk segera datang ke rumah.

Para pelayan berdiri di depan kamar Ifzan, tempat dimana Queen sedang diperiksa oleh dokter. Semua itu atas perintah sang tuan muda yang menyuruh semua pelayan untuk menunggu di depan kamarnya. Salah satu dari pelayan itu menyeringai kecil, berharap jika hasil kerja kerasnya berhasil dan akan mendapatkan bonus dari sang majikan lain.

Dokter keluar terlebih dahulu, meninggalkan tanda tanya di benak para pelayan. Tak lama dari itu, Ifzan keluar dari kamarnya dengan wajah dan aura yang suram. Mati-matian para pelayan menekan rasa takut dan meneguk ludahnya secara kasar.

"Ada yang ingin mengakui kesalahan?" Tanya Ifzan dengan nada rendahnya, tetapi tidak ada jawaban. Ifzan melirik ke arah pelayan yang mengantarkan jus untuknya serta Queen. "Kau!" Pelayan yang merasa dipanggil segera berlutut dihadapan Ifzan.

"Maaf tuan muda, saya tidak tahu apapun! Saya hanya bertugas membuat jus, saya tidak mencampurkan apapun lagi!" Serunya dengan suara bergetar.

"Kau meninggalkan dapur?" Pelayan itu mengangguk cepat.

"Iya, setelah tuan muda menyuruh saya membuat minuman. Teman-teman saya pergi ke taman belakang, hanya tersisa saya yang berada di dapur. Tapi saya juga meninggalkan dapur untuk mengambil wortel di taman belakang, meninggalkan jus alpukat milik nona di dapur." Jelas pelayan itu, "saya berani bersumpah, saya tidak berbuat di luar batas tuan muda!"

Ifzan menganggukkan kepalanya, matanya melirik ke arah pelayan dengan tahi lalat di dagu. Pelayan yang baru bekerja tiga Minggu ini, Ifzan memang sudah curiga sejak awal. "Kalian boleh pergi!" Perintah Ifzan, "tidak dengan pelayan baru!"

Para pelayan menatap teman barunya dengan kasihan, sedangkan pelayan baru itu meneguk ludahnya dengan kasar. Sedikit tersenyum, pelayan itu menundukkan kepalanya di hadapan Ifzan.

"Ikut aku!" Ifzan melangkah lebar menjauhi kamarnya, diikuti oleh pelayan baru itu. Sampai di depan pintu yang terletak di pojok lorong panjang, Ifzan menarik pelayan baru dan mendorongnya masuk. Ifzan menyeringai kejam melihat tatapan ketakutan milik pelayan itu. Ruangan berukuran tiga meter dengan cat hitam pekat, dan satu lampu temaram di tengah-tengah langit-langit. Terdapat lemari kayu besar di sudut ruangan, isinya sangat menakutkan.

"Kau main-main denganku?" Ifzan mengambil sebilah pisau dari meja, di sana terdapat banyak pisau dari berukuran kecil, sedang sampai  besar. Jangan lupakan, ada yang tajam ada juga yang berkarat. Tak hanya ada pisau, ada juga pistol dan tongkat bisbol. "Siapa tuanmu sebenarnya?" Ifzan mengangkat wajah pelayan yang tubuhnya sudah bergetar dengan pisau di dagu.

Pelayan itu menangis, tidak berani menatap wajah kejam Ifzan. Pisau yang ada di dagu pelayan itu semakin menekan, menimbulkan darah mengalir dari sana. "Ingin aku siksa terlebih dahulu?" Bisik Ifzan rendah.

"Tu-tuan, maafkan aku! Aku hanya diperintahkan oleh nona." Jawab pelayan itu lirih.

"Nona? Siapa maksudmu?" Ifzan semakin menekan dagu pelayan itu hingga mendongak ke atas. "Jawab!" Bentaknya.

"Nona, di-dia tidak memberikan nama aslinya. Hanya saja, dia berambut pendek dengan nama samaran Crest." Jelas pelayan itu takut.

"Crest?" Pelayan itu mengangguk pelan saat pisau tajam di dagunya sudah diturunkan. "Kau hanya sedikit membantu, maka dari itu aku akan membantumu sedikit." Ifzan melemparkan pisau ditangannya dan mengambil pisau besar tapi berkarat.

Pelayan itu berlari menuju pintu keluar, tapi sialnya Ifzan sudah menguncinya. Pemuda itu menyeringai kejam melihat mangsanya ketakutan bahkan hendak kabur. "Kau tidak akan bisa kabur dariku setelah menyakiti ratuku." Geram Ifzan.

Ifzan menyayat lengan pelayan itu dengan pisau yang ia pegang, seketika teriakan kesakitan memenuhi ruangan mengerikan itu. Setelah dirasa cukup, Ifzan menarik pelayan yang sepertinya masih bernafas mendekat ke arah lemari. Membuka pintu lemari dan melemparkan tubuh pelayan tadi ke dalam, di sana bukanlah lemari. Tapi terdapat ruangan kecil berisi ular besar, bukan hanya berjumlah satu. Namun ada tiga ular berbisa yang bisa mematikan manusia dalam satu patukan. Kembali mengunci lemari, Ifzan keluar dari ruangan penyiksaan dan kembali ke kamarnya.

Mendapati Queen yang masih menutup mata, Ifzan tersenyum kecil saat melihat mata Queen bergerak kecil. "Bangun Queen, jangan berpura-pura lagi!" Seketika mata Queen terbuka lebar dan memandang Ifzan kesal.

"Kenapa kau menganggu tidur cantikku?" Tanya Queen kesal, Ifzan terkekeh kecil dan duduk di hadapan Queen.

"Karena aku suka," Ifzan mengusap pipi Queen lembut. "Bagaimana keadaanmu?"

Queen mengedikkan bahunya, "baik-baik saja, memang aku sebodoh apa sampai meminum minuman yang jelas-jelas beracun?"

"Gadis pintar!" Ifzan menepuk pucuk kepala Queen, "ingin pulang? Hari sudah menggelap, aku takut orang tuamu mencari."

Queen melemaskan bahunya, lantas menggeleng. "Aku akan menginap di tempat lain, tidak ingin pulang."  Tolak Queen, membuat kening Ifzan berkerut samar.

"Kenapa memang?" Queen mendengus kecil.

"Aku tidak ingin kembali ke rumah sebelum dua orang tua itu pergi." Jawab Queen kesal.

"Maksudmu orang tua pemilik raga?" Tebak Ifzan, Queen memutar bola matanya malas.

"Lebih tepatnya orang tua angkat." Ifzan menganggukkan kepalanya pelan, senyum kecil muncul di wajah tampannya.

"Mau menginap disini?" Tawar Ifzan, Queen menggeleng cepat.

"Tidak, aku sudah memiliki tempat menginap sendiri." Tolak Queen lagi.

"Baiklah, aku akan mengantarkanmu." Queen lantas mengangguk, belum sempat Queen bergerak. Ifzan sudah menambahkan, "aku mendapatkan sesuatu yang mungkin dapat membuka penyelidikan kita." Tambah Ifzan membuat mata Queen membola sempurna.

"Apa?"

"Crest!" Queen menatap tak paham, "dia yang menyuruh pelayan itu meracunimu." Lanjut Ifzan.

"Siapa Crest?" Gumam Queen pelan.

"Yang pasti, dia berbahaya. Aku curiga jika Crest adalah orang yang juga membunuh pemilik raga." Jelas Ifzan membuat Queen bergidik takut.

"Bagaimana dengan pelayan tadi? Kau sudah membereskannya bukan?" Ifzan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Baguslah, aku tidak ingin terlibat dengan polisi."

Ifzan terkekeh pelan, "tidak akan." Sahutnya. "Kita juga mendapat satu anggota baru." Queen menatap ke arah pintu kamar yang terbuka.

"Gold."







Yes I'm QueenWhere stories live. Discover now