16

843 122 33
                                    

"Baby R? Raja?" Queen melihat sekali lagi orang-orang di dalam foto, matanya menangkap sosok pria yang tengah tersenyum lebar sembari menggendong bayi dengan pakaian berwarna merah muda. "Baby Q? Quennara?"

Queen menatap dalam foto pria tersebut, dia ingat siapa yang ada di dalam foto. Sangat ingat malah, "Lingling, apa mereka orang tua kandung Quennara?"

Ting!

"Saya tidak tahu pasti nona, tapi kemungkinan benar."

"Kakak Zi? Siapa dia, ataukah dia kakak dari Raja dan Quennara?"

"Pria ini, dia ayahku. Raja Brian, dan wanita ini. Dia ibuku, Ratu Lareina." Gumam Queen lirih, matanya sudah berkaca-kaca melihat foto dua orang dewasa itu. "Kenapa mereka sangat mirip dengan orang tuaku di zaman dulu?"

"Nona, jangan sedih."

Queen tertawa sumbang, "tidak. Aku tidak sedih, hanya saja. Kenapa takdir sangat senang mempermainkan diriku?"

Queen mengusap kedua pipinya yang sudah basah dengan air mata, "ah sudahlah. Tidak ada gunanya aku menangis seperti ini."

Queen menyimpan foto tersebut di dalam saku celana, lalu mulai mencari informasi lagi. Queen beranjak berpindah tempat, menjadi di jajaran guci berukuran sedang. Tidak ada yang aneh dari guci-guci tersebut, hanya warna yang berbeda dan ukiran-ukiran rumit. Queen berpindah lagi, kini dia berada depan dua kaca besar yang saling berhadapan. Queen memperhatikan setiap detail yang ada di pinggiran dua kaca itu.

"Ini?" Queen kembali ke tempat jajaran guci yang berjumlah tujuh itu, setiap ukiran yang ada di guci tersebut seperti simbol.

Mata Queen melirik ke arah kaca lagi, tangannya terulur mengambil guci dengan ukiran mirip mahkota ratu dan diletakkan di jajaran paling awal. Lalu di letakkannya lagi guci berukiran mirip mahkota raja di samping guci awal. Yang ketiga guci dengan ukiran mirip pemuda dengan pedang berkilau, keempat guci dengan ukiran mirip pemuda memegang panah.

Queen meletakkan guci dengan simbol hati di sebelah guci keempat, lalu menaruh kembali guci dengan ukiran yang mirip dengan gadis bergaun. Dan yang terakhir, guci dengan ukiran kristal es, yang pecah. Queen menunggu beberapa saat, tapi tidak ada yang terjadi.

"Apa ada yang salah?" Gumam Queen pelan.

"Anda salah mengurutkan guci nona!" Pekik Lingling di dalam pikiran Queen.

"Salah?"

"Anda perhatikan lagi, simbol-simbol itu berkaitan dengan anda."

Queen melihat sekali lagi jajaran guci di hadapannya, matanya membola lebar saat menyadari jika simbol-simbol tersebut berkaitan dengan kerajaan Elean, tempat dia berasal. Dengan cepat tangan Queen bergerak mengubah jajaran guci, mulai dari raja, ratu, pemuda dengan panah yang menggambarkan sosok pangeran Zevan kakaknya. Lalu disusul dengan sosok gadis yang tak lain adalah dirinya , dan terakhir adalah simbol es.

"Kenapa masih tersisa?" Tanya Queen bingung, Queen menggeser guci dirinya di paling ujung samping simbol es, dan meletakkan guci dengan ukiran pemuda berpedang di sampingnya. Yang terakhir, adalah guci dengan ukiran hati.

Bunyi pecahan kaca membuat Queen terkejut, sesaat cahaya terang muncul di antara dua kaca besar itu. Membuat sebuah cahaya putih keunguan yang samar.

"Apa ini?" Queen menjulurkan tangannya ke dalam cahaya dan matanya membola saat tangannya dapat menembus ke dalam. "Apakah ini aman?"

"Saya tidak yakin nona." Sahut Lingling, Queen melihat jam tangannya yang menunjukan pukul dua siang. Masih ada beberapa jam hingga malam, dan pintu ruangan terbuka.

"Aku penasaran, mari kita masuk!" Kaki jenjang Queen perlahan mendekati cahaya, dan masuk kedalamnya. Tubuh Queen terasa seperti tengah terseret arus air yang kencang tapi juga berangin, Queen tidak dapat menjabarkannya.

Setelah beberapa detik di dalam lorong gelap itu, Queen merasakan hembusan angin dan terik matahari yang menyengat. Saat membuka mata, Queen takjub dengan apa yang ia lihat. Bagaimana tidak, dia kembali ke masa kerajaan Elean. Tepatnya berada di tempat para prajurit berlatih, Queen merasa syok.

"Lingling, bagaimana ini bisa terjadi?" Tanya Queen bingung.

"Lingling juga tidak tahu nona, perlu Lingling tanyakan pada sistem informasi?"

"Boleh, jangan lama-lama pergi Lingling!" Peringat Queen, bunyi berdenting pelan menandakan Lingling yang tengah tidak aktif di pikiran Queen. Sembari menunggu Lingling kembali, Queen berjalan menyusuri lapangan berlatih itu. Aneh, kenapa tidak ada penjagaan di lapangan berlatih. Biasanya tempat itu akan ramai di jam-jam berlatih seperti ini.

Queen tersenyum lebar saat melihat sosok Zevan sang kakak yang tengah berjalan mendekatinya bersama beberapa prajurit, saat hendak memeluk Zevan. Queen terpaku karena Zevan melaluinya begitu saja, bahkan menembus tubuh Queen.

"Apa aku tidak terlihat?" Queen berjalan kembali, untuk mencari sesorang dan mengabaikan Zevan yang entah pergi kemana.

Queen mendekati salah satu pelayan yang tengah berjalan sembari membawa sapu, dengan cepat Queen berdiri di depan pelayan itu. Dan, pelayan itu juga menembus tubuh Queen. Bahkan tidak melihat keberadaan Queen, "kenapa bisa begini?"

Langkah kaki Queen bergegas menuju kamar ayahnya, setelah mendengar bisik-bisik pelayan yang mengatakan sang ayah tengah beristirahat. Sampai di depan pintu, ada pengawal yang berjaga. Queen mengulurkan tangannya ke pintu dan berhasil menembus pintu kayu itu dengan mudah. Saat berhasil masuk kedalam, Queen menutup mulutnya tiba-tiba saat melihat Brian tengah bersiap memasuki cahaya berwarna putih keunguan sama seperti Queen tadi.

Queen hendak menghentikan langkah Brian tapi terlambat, Brian sudah berhasil masuk ke dalam cahaya itu dan entah pergi kemana.

"Lingling!"

Queen seketika merasa pusing, semua benda yang tertangkap matanya berputar tidak jelas.

"Ayah." Lirih Queen sebelum kesadarannya menghilang.

Yes I'm QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang