17

551 84 2
                                    

Queen merasakan pusing di kepalanya, tapi sekarang dia tidak ada di kamar sang ayah lagi. Melainkan berada di kamarnya sendiri, sebagai Quennara. Mata Queen melirik ke arah jendela, yang ternyata langit sudah menggelap. Mata gadis itu tertutup sebentar, lalu merasakan sebuah usapan lembut di dahinya.

"Bagaimana keadaanmu?" Telinga Queen menangkap suara berat yang ia kenali, matanya terbuka dan melihat Ifzan tengah duduk di sampingnya sembari mengusap dahinya lembut. Ifzan membantu Queen untuk duduk dan bersandar di sandaran ranjang, "ingin ke rumah sakit?" Tanya Ifzan penuh dengan khawatir, Queen lantas menggeleng pelan.

"Tidak perlu," jawabnya dengan suara sedikit serak. "Apa yang terjadi padaku?"

Ifzan mengusap pipi Queen lembut, "aku menemukanmu tidak sadarkan diri di gudang rumah ini, sebenarnya aku ingin membawamu ke rumah sakit. Tapi wanita tua itu melarangku dengan alasan, takut jika kau semakin marah padanya." Jelas Ifzan, membuat Queen berdecak pelan.

"Aku marah atau wanita gila itu yang marah?" Ujar Queen ketus, Ifzan terkekeh pelan dan kembali mengusap pipi Queen yang memerah. "Aku di dalam ruangan itu karena dia yang menjebak ku dengan drama murahannya!"

Queen menatap Ifzan penuh tanya, "bagaimana kau bisa berada di sini?"

"Aku tidak melihatmu di sekolah, aku langsung kemari sepulang sekolah. Tapi kakak dan teman-temannya menggangguku dijalan, jadi aku terlambat menyelamatkanmu. Maafkan aku Amour." Jawab Ifzan penuh dengan rasa bersalah, Queen balas mengusap pipi Ifzan yang sedikit keras.

"Tidak masalah, aku baik-baik saja sekarang. Terima kasih telah menyelamatkanku." Balas Queen lembut, Ifzan tersenyum tipis dan memajukan wajahnya mendekati wajah Queen. Kini keduanya dapat merasakan hangat deru nafas masing-masing, Queen sudah menutup matanya. Akan tetapi langsung terbuka lebar saat suara perutnya menganggu suasana.

"Kau lapar?" Tanya Ifzan sedikit meledek sang kekasih.

"Aku belum makan dari pagi," jawab Queen sedih sembari mengusap perutnya yang terasa perih.

"Mereka tidak memberimu makan?" Queen menggeleng pelan, membuat Ifzan menggeram marah. "Aku akan memberi mereka pelajaran telah menyakiti kekasihku." Geramnya.

"Daripada memikirkan itu, lebih baik ambilkan aku makanan! Aku sangat lapar sekarang," adu Queen sedikit manja, wajah Ifzan kembali melembut. Diusapnya kepala Queen pelan, lalu mencubit pipi berisi milik Queen.

"Aku akan membawamu kerumahku, agar kau selalu aman Amour." Ucap Ifzan dengan nada dingin, Queen dengan cepat menggeleng untuk menolak.

"Tidak, aku tidak ingin pergi dari sini." Tolaknya, dahi Ifzan berkerut samar menatap Queen bingung. "Ada rahasia yang belum aku ketahui di rumah ini," imbuhnya.

"Apa maksudmu?"

"Aku akan menceritakannya nanti, sekarang biarkan aku makan atau aku akan mati kelaparan." Rengek gadis itu dengan bibir di majukan.

"Tidak, jelaskan dulu!" Paksa Ifzan, membuat Queen menghela nafasnya panjang. Akhirnya Queen menceritakan kejadian dari awal, saat dia mendengar suara tangis Naira di gudang. Hingga menemukan foto keluarga, dan masuk ke dalam zaman kerajaan Elean.

"Kau bisa kembali ke sana?" Tanya Ifzan takjub, Queen segera mengangguk.

"Tapi mereka tidak dapat melihatku, aku seperti hantu." Jawabnya, membuat Ifzan terkekeh pelan.

"Baiklah, ayo kita keluar!" Ifzan membantu Queen untuk turun dari ranjang, menuntunnya untuk berjalan keluar dari kamar. Queen sempat menolak, tapi Ifzan selalu mengabaikan penolakannya.

Sampai di ruang makan, di sana sudah ada Adrean, Naira serta Raja yang kini menatap sengit pada Ifzan. Queen duduk setelah Ifzan menarikkan kursi untuknya, Naira yang melihat Ifzan memasang wajah ramahnya.

"Sayang, kamu mau makan apa?" Tanya Naira pada Queen dengan suara lembut penuh kepalsuan.

"Aku akan ke depan sebentar," ucap Ifzan lali meninggalkan ruang makan.

"Queen, mama tanya sama Lo!" Sentak Raja kecil, mata Queen melirik Naira yang kini tengah mengaduk makanannya tanpa minat. Tapi matanya tertarik dengan wajah Naira yang sudah baik-baik saja, tidak ada bekas luka atau lebam seperti tadi pagi.

"Wow, obat apa yang anda gunakan nyonya? Wajah anda sudah sembuh dari luka secepat ini?" Queen bertanya dengan senyum tipis, "lihatlah, luka lebam bekas tamparan kalian masih membekas." Queen menunjukkan lebam yang ada di kedua pipinya.

Naira terlihat menegang sebentar, lalu melirik ke arah Adrean yang ternyata tengah menatapnya penuh peringatan. "Boleh aku minta obat mu nyonya?" Queen tersenyum tipis melihat ekspresi Naira yang kebingungan.

Queen melirik ke arah Raja yang kini sedang memperhatikan Naira lekat, sudut bibirnya terangkat menimbulkan seringai tipis. "Oh, atau sebenarnya kau tidak terluka sama sekali?"

"Apa yang kau bicarakan Queen?" Adrean membuka suara membantu Naira.

"Luka nyonya Naira tadi pagi hanya lukisan." Sahut Queen tenang, Raja menggebrak meja makan dengan keras.

"Tutup mulut Lo Queen!" Bentak Raja, belum sempat Queen membalas. Raja sudah terkapar di lantai karena ulah Ifzan yang kini tengah memukuli Raja.

Adrean juga Naira berdiri dari duduknya dan melerai kedua pemuda itu. "Hentikan!" Teriak Adrean.

Queen hanya diam sembari melipat kedua tangan di depan dada, pemandangan yang menyenangkan.

"Maafkan aku Quennara, aku sudah sangat kesal dengan kakakmu ini." Batin Queen.

Ting!

"Nona, Lingling sudah mendapatkan jawaban atas kejadian tadi. Tapi Lingling belum berhasil mendapatkan informasi tentang Ara." Ujar Lingling melapor.

"Tidak apa Lingling, sekarang kita lihat tontonan menyenangkan ini!" Seru Queen di dalam hati.

Adrean berhasil melepaskan Raja dari tangan Ifzan membuat Queen mendesah kecewa, "ugh. Kenapa sangat sebentar?" Gerutunya.

"Raja, tidak seharusnya kamu bentak Queen kaya tadi." Ujar Naira dengan air mata buayanya.

"Tapi gadis itu udah nuduh mama." Balasnya dengan nafas tersengal karena kelelahan.

Naira terlihat mengangguk, "mama tahu, tapi Queen adik kamu. Anak mama juga," Raja menatap sinis Queen.

"Lo denger, mama bahkan belain Lo!" Seru Raja kesal, Ifzan berdecak pelan dan menarik tangan Queen untuk mendekat.

"Jika kalian izinkan, aku akan membawa Queen untuk tinggal di rumahku. Aku akan memastikan dia aman dan selalu tersenyum, tidak seperti di rumah kalian." Ucap Ifzan dengan nada dingin, Adrean bahkan merasa menggigil mendapat tatapan tajam dari pemuda itu.

Queen terlihat hendak protes, tapi Ifzan meremas pinggang gadis itu hingga terdiam.

"Bawa saja!"

Yes I'm QueenWhere stories live. Discover now