14

830 121 8
                                    

"Gold."

Queen melihat pemuda dengan rambut hitam rapih, pakaian serba hitam serta topeng berwarna emas yang menutupi sebagian wajahnya.

"Well, aku mengganggu?" Ucap Gold dengan suara berat, Queen tidak mengenali suara itu tapi postur tubuhnya sedikit familiar. Ifzan melirik sinis ke arah Gold yang sudah mengambil duduk di sisi kasur yang lain.

"Keluar Gold, kau tidak lihat aku sedang bersama kekasihku?" Tanya Ifzan dengan sinis, Gold terkekeh pelan.

"Ah kau ini, aku tidak akan merebut kekasihmu. Bukankah kita sering tidur bersama di kamar ini?" Queen yang semula menatap Gold beralih menatap Ifzan penuh tanya.

"Dia sering menginap Amour, jangan buruk sangka!" Elak Ifzan cepat, Gold kembali terkekeh. "Kenapa kau datang?" Sentak Ifzan tidak suka.

"Aku membawa informasi baru, tentang Crest." Jawab Gold membuat kedua mata Queen membola sempurna. "Crest, seperti yang kau jabarkan ditelpon tadi. Sepertinya aku tahu siapa dia, tapi aku masih belum yakin. Biarkan aku menyelidikinya lebih dalam. Lagipula, ciri-ciri yang kau sebutkan sedikit berbeda dengan Crest yang membunuh adikku." Lanjutnya.

Gold melihat ke arah Queen, "bagaimana keadaanmu Queennara?" Tanya Gold, sedangkan Queen mendengus kecil mendengar nama panggilan itu.

"Namanya bukan Quennara, berhenti memanggilnya Quennara!" Bela Ifzan, lantas Gold kembali terkekeh.

"Ugh, kisah cinta yang rumit." Cibir Gold. "Aku rasa aku harus pulang, dan kau juga Queen. Setelah aku pergi, pasti ada orang rumah yang menelpon." Gold keluar dari kamar Ifzan, meninggalkan Queen yang memiliki banyak pertanyaan.

"Siapa Gold sebenarnya?" Tanya Queen penasaran.

"Kau akan tahu nanti, dia akan membuka topengnya di saat yang tepat." Jawab Ifzan, hendak bertanya kembali. Suara ponsel Queen menyela  di sana terdapat nama Kak Raja menelpon. Queen menunjukkan ponselnya pada Ifzan, kenapa bisa sama seperti ucapan Gold. "Angkat saja!"

Akhirnya Queen menerima panggilan dari Raja, "ada apa?" Tanya Queen ketus.

Lama tidak ada jawaban, Queen melihat ponselnya lagi apakah masih tersambung atau tidak. "Kenapa tidak pulang?" Tanya Raja dari seberang telepon.

"Aku akan menginap di rumah temanku." Jawab Queen sembari menatap Ifzan tajam, karena pemuda itu hendak berbicara.

"Pulang Queen, mama khawatir sama Lo!" Queen memutar bola matanya malas, yang benar saja. Kenapa Raja tidak bisa membedakan yang tulus dan yang hanya berpura-pura. "Lo ada dimana? Biar gue jemput."

Queen berdecak pelan, "nggak usah kak, Queen pulang." Gadis itu cepat memutuskan sambungan telepon. "Aku akan pulang."

Ifzan mengangguk pelan, "silahkan."

Queen menatap sinis sang kekasih, menghentakkan kedua kakinya kesal lalu keluar dari kamar. Belum sempat keluar, Ifzan menarik tangan Queen dan memasangkan jaket di tubuh Queen. "Aku akan mengantarmu, kenapa tidak sabaran sekali ingin pulang." Bisik Ifzan lirih.

"Ayo!" Ifzan menarik tangan Queen lembut, bahkan sesekali mengusap pucuk kepala Queen dengan tangannya yang bebas. "Yakin ingin pulang?" Tanya Ifzan memastikan, kini mereka sudah berada di samping motor Ifzan.

Queen mengangguk yakin, "yakin." Jawabnya, Ifzan mambantu Queen untuk naik ke atas motor dan mulai menarik gas menjalankan motor.

Queen marapatkan jaket yang ada ditubuhnya karena merasa angin malam ini sedikit menusuk tulangnya. Ifzan yang dapat melihat Queen dari spion menarik kedua tangan Queen untuk melingkar di pinggangnya. "Aku kedinginan." Teriak Ifzan keras.

"Apa?! Kau keinginan? Keinginan apa?" Balas Queen sembari berteriak, tapi tangannya sudah melingkar sempurna di pinggang Ifzan.

"Kedinginan! Bukan Kekeringan!" Sahut Ifzan.

"Oh, Kau ingin kelingan?!" Queen berteriak, tapi setelahnya terdiam. "Apa itu kelingan?" Gumamnya pelan.

Setelah itu mereka sama-sama diam, menyadari jika percakapan mereka tidak menyatu. Sampai di depan rumah Queen, gadis itu dengan cepat turun dari motor. Melepaskan helm-nya sendiri, dan menyerahkannya pada Ifzan. "Terima kasih sudah mengantarkanku pangeran mahkota." Ucap Queen sembari membungkukkan badannya sebentar.

Ifzan tersenyum tipis, lalu menundukkan kepalanya sekejap. "Sama-sama, putri mahkota. Aku harus pergi sekarang, ada pertemuan yang harus aku hadiri." Balas Ifzan setelah berdiri berhadapan dengan Queen.

Bibir Queen tersenyum tipis, "aku akan merindukanmu." Ucap Queen lirih, namun Ifzan masih mendengarnya dengan baik.

"Kalau begitu, aku juga akan merindukanmu." Balasnya. "Masuk, aku akan pergi setelah kau masuk." Queen mengangguk, berbalik sebentar untuk melambaikan tangan pada Ifzan.

Queen membuka pintu rumah, belum sempat dia membuka lebar pintu itu. Tangan Queen sudah ditarik secara kasar oleh Adrean, gadis itu hanya diam dan mengikuti drama yang akan dilakukan pasangan gila itu. Adrean menghempas tangan Queen kencang, membuat gadis itu meringis nyeri.

"Apa yang kamu lakukan Quennara?!" Bentak Adrean kencang.

"Apa?" Queen membalas dengan tenang, lalu sedikit melirik Naira yang tengah menatapnya tajam. "Aku membolos." Imbuh Queen.

Plak

Wajah Queen tertoleh ke samping karena tamparan yang diterima dari Adrean, "dasar anak tidak tahu diri! Papa sekolahin kamu pakai uang, dan kamu seenak jidat bolos!" Teriak Adrean marah.

Queen tersenyum sinis, "aku tidak tahu diri? Yang benar saja." Gadis itu berdecak pelan, Adrean hendak menampar Queen lagi. Namun Naira segera menahan tangan suaminya dengan wajah yang di buat sedih dan kasihan pada anak perempuannya.

"Jangan pa, Quennara juga anak kita." Ucap Naira dengan suara bergetar karena menangis, Queen memutar bola matanya malas. Melihat sandiwara yang tengah dilakoni oleh Naira, mata Queen melirik ke arah Raja yang tengah menatapnya sendu. "Kita omongin masalah Ara baik-baik, dia pasti mau maafin Queen." Kening Queen mengerut samar.

"Apa maksudnya?"

Naira melihat ke arah Queen, lalu mendekatinya. Memeluk Queen dengan lembut jika dilihat dengan mata telanjang, jika dilihat lagi tangan Naira meremas bahkan mencubit pinggang Queen. Wajah Naira mendekat ke telinga Queen, "jangan lakukan hal bodoh jika tidak ingin melihat Raja terluka!" Bisiknya lirih.

Naira melepaskan pelukannya, dan mengubah raut wajahnya kembali. "Kamu pasti marah banget, sampai nyuruh orang untuk nabrak Ara. Kamu jangan takut, mama akan lindungi kamu." Queen menatap Naira tajam, apa-apaan itu. Menyuruh orang untuk menabrak Ara, kapan dia melakukannya.

"Aku tidak melakukan apapun pada gadis kesayangan kalian!" Elak Queen dengan sikap tenang, dan itu bukanlah harapan dari Naira. Wanita itu berharap Queen akan marah dan mengamuk, bahkan kalau bisa sampai menyakiti Naira. Membuat Raja semakin membenci Queen, dan memiliki Raja selama-lamanya di pihaknya.

"Tidak melakukan apapun katamu!" Bentak Adrean, "Raja dan teman-temannya sudah menemukan orang yang kau suruh untuk menabrak Ara! Masih mau mengelak dengan bukti sejelas itu?"

Queen mengalihkan pandangannya ke arah Raja yang kini menatapnya dalam diam, Queen tahu jika Raja sedang berperang batin. "Baiklah, anggap saja aku yang melakukannya." Sahut Queen lalu berjalan menuju kamarnya, tidak memperdulikan panggilan dari Adrean dan juga Naira.

Sedangkan Naira, diam-diam wanita itu mengepalkan tangannya kuat.

"Gadis licik!" Gumamnya pelan.

Yes I'm QueenWhere stories live. Discover now