3 - Tiga puluh juta

6.8K 676 104
                                    

Hai teman-teman, selamat datang lagi di DPD🤗😜

Mention asal kota/daerah kalian di sini yuk:)

Selamat membaca

🫀

Seminggu setelah pertemuan Dea dan Sean di rumah sakit, Dea kembali sibuk dengan pekerjaannya, begitu pun dengan Sean. Keduanya tak saling berkomunikasi melalui media apa pun.

Dea sibuk memantau pekerja butik O'Deil yang mengangkat barang dan finishing dekorasi. Ya, bangunan yang sudah lama berdiri itu akan memasuki babak baru di tangan orang yang baru juga. Dea, orang baru yang akan memegang butik, merupakan cucu pertama dari owner dan pendiri butik O'Deil. Butik itu akan segera diwariskan kepadanya.

Sebelum peresmian dan pindah tangan kepemilikan, Dea melakukan renovasi dengan merealisasikan konsepnya sendiri. Bangunan berlantai 4 itu adalah bangunan yang hampir tiap hari ia kunjungi semasa kecil hingga SMA. Jadi, Dea menuangkan semua ide dan kreativitasnya di sana.

Dea melakukan renovasi atas persetujuan Oma Clara dan Papa Dirga. Ya mau gimana lagi, ini masih butik Oma dan dana renovasi turun dari Papanya.

Sambil menjinjing tas, Dea memasuki ruangan kerja miliknya yang ada di lantai 4. Ruangan itu telah bersih dan sudah selesai diperbaharui. Dinding yang terbuat dari kaca dan langsung menghadap ke parkiran dan jalan, membuat Dea bisa melihat kesibukan-kesibukan di luar gedung.

Dulu sekali sebelum ia bertolak ke New York untuk menempuh pendidikan, ruangan ini menjadi kamar keduanya selama hampir 17 tahun. Ia lebih suka bermain di sini, dengan melihat berbagai desain, kertas, pensil, benang dan perintilan lainnya.

"Ruangan yang aku minta gimana? Sudah jadi?" tanya Dea pada Nina.

"Iya, Kak. Lewat sini."

Dea mengikuti Nina yang berjalan ke arah kamar mandi di dalam ruangan. Tepat di sebelah pintu kamar mandi, ada sebuah pintu yang bertuliskan Dea's room. Nina membuka pintu, dan Dea masuk untuk memeriksanya. Ruangan pribadi atau semacam kamar istirahat yang dilengkapi dengan kasur, lemari, meja, kursi, TV, dan rak buku.

"Nice," komentar Dea.

Mereka lanjut berkeliling untuk melihat ruang meeting, ruang kerja pegawai per divisi, tempat pemotretan, fitting room, gudang, hingga ke pantry. Semuanya sudah terlihat lebih bersih dan baru. Dea sudah tidak sabar untuk beraktivitas dan memulai karirnya di sini.

"Nin, kita ke rumah Oma ya," ujar Dea memberi perintah.

"Oke, Kak," jawab Nina dan turun duluan.

Dea mengambil ponsel untuk menghubungi Papanya. Ia duduk di kursi yang ada di ruang meeting. Panggilan video pertama yang ia tujukan pada Papanya langsung diangkat tanpa lama-lama.

"Hai, Pa," sapa Dea.

"Hai. Sudah di butik, Kak?"

"Iya, aku lagi di butik sekarang. Thanks loh, Pa, sudah mau renovasi butiknya Oma."

"Sama-sama. Minggu depan jadi opening?"

"Jadi dong. Sekarang udah mulai angkat-angkat barang dari gudang," jelas Dea.

"Sukses ya di butik Oma, eh bentar lagi jadi butiknya kamu ya, Kak."

"Yea, I can't wait." Dea melihat wajah Papanya dari layar ponsel.

"Papa enggak ngajar?" tanya Dea.

"Sebentar lagi."

"Oke, Pa. Semangat ya! Aku tutup dulu."

DPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang