21 - Sweet & Love

4.5K 475 149
                                    

Semoga bab ini menjawab kerinduan kamu buat Sean & Dea ya🤭😍

Ayok dikomen, kamu baca cerita ini jam berapa?

Hari Sabtu hari Minggu
Lama gak ketemu, yuk dibaca dulu🤗

Selamat membaca semuanya✨

🫀

Dea berpamitan pada Tante Nara setelah turun duluan dari kamar hotel tempat ia bertemu dengan Sean. Mereka keluar secara terpisah, takut ketahuan orang lain yang mengenal mereka. Dea tidak bertemu lagi dengan para sepupu Sean di ballroom, bahkan Gina sudah tidak memperlihatkan keberadaannya. Benar-benar ajaib.

Dea turun ke basement, mencari mobil Sean yang terparkir di area VVIP. Kunci mobil sudah di tangannya. Sean tinggal terima beres ketika ia sudah turun dari lantai 22 nanti. Dan Dea mau-mau saja jadi anteknya.

Begitu menemukan mobil Sean dengan plat yang ia hafal-hafal sejak tadi, Dea langsung segera mengendarai mobil itu, sebelum pengguna mobil-mobil di area VVIP berdatangan.

Dea kemudikan mobil itu dengan mulus sampai berhasil ke luar gedung. Ia menghubungi Sean dan Dea diminta menunggu di depan lobi. Dea manut-manut saja, dan tidak sampai 10 menit, Sean sudah mengetuk dan membuka pintu.

"Akhirnya datang juga. Untung nggak banyak yang antri di belakang," ujar Dea.

"Hm." Sean memasangkan seat belt, duduk manis di sebelah Dea tanpa repor-repot memutar setir mobil.

"Kamu mau makan apa? Biar aku pesankan sekarang." Sean membuka gofood dari ponselnya.

"Beli langsung aja. Aku mau makan sate."

"Oke." Sean mengantongi ponselnya. Tangannya mulai mengatur posisi kursinya agar lebih miring. "Om sama Tante jalan ke mana?" tanya Sean.

"Sentul."

"Pulang besok pagi ya?"

"Senin." Dea tetap mengarahkan fokusnya pada jalan, tidak terganggu dengan ajakan mengobrol dari Sean.

"Romantis ya mereka," gumam Sean.

"Kita juga romantis. Aku bahkan sopirin kamu sekarang."

"Ya, ampun. Nyindirnya gitu banget." Sean terkekeh, gemas dengan perkataan Dea barusan, hingga ia mentoel pipi kekasihnya.

"Pokoknya aku mau sate 2 bungkus ya." Dea membelokkan setirnya ke kanan, kemudian memelankan kecepatan saat memasuki jalan potong menuju apartemen Sean.

"Aku nggak punya cash. Boleh pinjam uang kamu?"

Dea menghela napasnya. "Sekarang ada QRIS, Sean. Abang-abang yang jualan cimol aja udah pakai QRIS." Dea mengetahui fakta-fakta baru bahwa kemajuan teknologi sudah merambat ke cara pembayaran jajanan di pinggir jalan. Makan bareng anak kantor di butik banyak membuat Dea menerima informasi ter-update di tahun-tahun Dea tidak tinggal di Indonesia.

"Kalau nggak ada gimana?"

"Ya udah. Ini pakai uang aku aja."

"Oke."

Sembari menunggu Sean memesankan sate pesanan pacarnya, Dea yang menunggu di mobil membuka tas dan mengecek ponselnya. Tadi Arga sempat mengabari bahwa ia akan menginap di rumah temannya. Adiknya itu mengirimkan bukti persetujuan Melani bahwa ia sudah diizinkan. Sungguh totalitas sekali.

Dea menatap Sean yang berbincang dengan si Abang tukang sate. Dea mengambil potret mereka dari dalam mobil. Walau gambarnya tidak terlalu jelas, yang penting perawakan Sean masih bisa dikenal. Dea belum memberikan jawabannya atas lamaran laki-laki itu. Kehadiran cincin yang hanya di imajinasi, membuat Dea langsung mengajak Sean keluar karena percuma melanjutkan obrolan di sana.

DPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang