24 - Emang Boleh?

3.4K 471 61
                                    

Udah lama banget gak main ke lapak ini. Semoga kalian masih senang lihat update cerita ini ya. Selamat menjalani aktivitas di tahun 2024✨

Tahun lalu aku belum bisa namatin cerita ini. Semoga DPD bisa tamat sebelum pertengahan tahun 2024 ini. Dan cerita ini, mungkin jadi the last series of Mahastama & Brahmana.

Hope you enjoy this part guys 😍
Happy reading🤗🤗🤗

Jangan lupa vote dan comment yang banyak ya😍😍

🫀

Bagi pasien, bolak-balik rumah sakit adalah hal yang dihindari, terutama jika kesehatan mereka masih memburuk. Namun mereka tetap punya harapan setiap melangkah ke sana. Berharap ada kesembuhan dan keajaiban setelah menjalani pengobatan maupun operasi.

Tidak jauh berbeda dengan para tenaga kesehatan, mereka juga berharap pasien-pasien yang datang dengan masalah dan luka, bisa pulang dengan membawa kesembuhan. Mereka memang tidak bisa menjanjikan kesembuhan total, tapi tentu mereka akan berusaha maksimal untuk membantu para pasien.

Sekitar lima belas menit lalu, Dokter Sean dam timnya baru saja melakukan operasi bedah pada pasien endokarditis. Hal tersebut terjadi karena adanya infeksi pada lapisan dalam jantung, endokardium. Dokter Sean sudah menemui keluarga pasien dan menyatakan operasi berjalan lancar, namun pasien masih harus dalam pengawasan selama 7 hari ke depan.

"Dok, kita mau beli kopi ke bawah. Dokter mau nitip?" tawar Frans.

"Lagi nggak ngopi. Thanks." Frans mengangguk dan ia permisi meninggalkan atasan lamanya itu, walau sekarang jadi atasan yang paling atas.

Dokter Sean duduk di bangku yang ada di lorong rumah sakit. Ia masih mengenakan baju operasi. Tangannya kemudian mengambil ponsel yang tadi ia titip di loker sebelum masuk ke ruangan bedah. Sekedar mengecek pesan-pesan WhatsApp yang mungkin lupa dibalas.

Ia kemudian berdiri, berniat kembali ke ruangannya di atas. Mungkin ia bisa istirahat atau akan melanjutkan pekerjaannya di sana. Dan ketika Dokter Sean memasuki lift, ia berpapasan dengan adik bungsunya.

"Halo, Dok."

"Jaga malam?"

"Iya. Dokter baru selesai operasi?"

"Hm. Kamu mau ke mana?"

"Ambil jaket aku di atas." Sean bersandar di dinding lift sembari menatap adiknya. "Kita ke ruanganku. Aku mau ngobrol." Ajakan tersebut membuat Gina waswas.

"Maaf, saya sibuk, Dok."

"Sibuk jaga atau sibuk pacaran?"

"Aku gak pacaran!" Seruan itu bersamaan dengan pintu lift yang terbuka di lantai 5, tujuan Gina sejak awal. Saat ia hendak keluar, dokter pembimbingnya masuk sambil menenteng jaket. Alhasil, ia mengurungkan niat untuk keluar.

"Selamat pagi, Dok." Gina menyapa duluan dan dokter pembimbingnya hanya mengangguk sambil tersenyum kaku.

"Pagi, Dok," sapa Dokter tersebut pada Sean.

"Pagi." Sebenarnya Sean tidak terlalu kenal dengan semua dokter yang bekerja di rumah sakit, termasuk yang berdiri di sebelahnya sekarang. Mereka bertiga hening bersamaan, tidak ada yang berani membuka obrolan hingga Sean keluar dari sana ketika lift tiba di lantai 7 dan meninggalkan mereka di sana.

Segera setelah ia keluar dan lift di belakangnya tertutup, Sean buru-buru mengambil ponselnya.

To: Gina
Yang itu ya?
Kok jaketnya sama kayak yang Abang beli waktu di Bali.
Ditunggu 10 menit lagi di ruangan ya.

DPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang