9 - After Last Night

5.9K 679 201
                                    

Sorry for this late update guys...
I hope you still love Sean and Dea😍

Bagaimana kabar kalian selama sebulan ini? Aku harap kalian tetap bahagia🤗

So, izinkan bab ini yang akan membuatmu rileks dan tersenyum. Don't forget to vote and comment yahh😉

Happy reading 👏👏

🫀

Sepasang muda mudi masih enggan untuk membuka mata dan menyapa sinar matahari pagi. Walau dering ponsel banyak berbunyi sejak tadi, keduanya tetap nyaman dan tidak terganggu, sampai sebuah ketukan di pintu datang tanpa diundang.

Dea langsung terbangun dan terjaga. Ia segera menyingkirkan tangan yang memeluk tubuhnya erat semalaman, lalu turun dari kasur dan memeriksa siapa yang bertamu ke ruangannya.

Setelah kunci diputar dua kali dan gagang pintunya ditarik, asisten Dea yakni Nina, sudah berdiri dengan setelan baju kerja khas Butik O'Deil. "Ada apa ya, Nin?" tanya Dea sambil menutup pintu dan berjalan menuju sofa. Nyawanya belum sepenuhnya terkumpul, namun Dea berusaha untuk segera sadar dan fokus mendengarkan alasan Nina ada di sini.

Bekas makan malamnya bersama Sean tadi malam sudah tidak ada lagi di meja. Mungkin dibersihkan oleh pegawai kebersihan atau mungkin Nina yang langsung turun tangan.

"Perwakilan pihak agensi sudah ada di ruang rapat, Kak."

"Agensi? Siapa?"

Nina waspada. "MNM Models, Kak."

"Shit! Pertemuannya hari ini? Bukannya dua hari lagi?" Dea diserang panik.

"Hari ini, Kak," jawab Nina.

"Beritahu mereka aku datang sebentar lagi," ujar Dea yang langsung lari ke ruangan pribadinya.

Dea menyalakan lampu untuk menambah penerangan, dan seseorang di atas kasur langsung mengeluh karena cahaya lampu yang terlalu terang. Dea bahkan jadi lupa akan kehadiran laki-laki itu.

"Mau ke mana, De?" Suaranya yang parau menyapa kepanikan Dea.

"Ada rapat." Dea secepat kilat menyambar handuk dan sepotong gaun dari dalam lemari. Ia buru-buru ke kamar mandi untuk berbenah. Dea tidak boleh kehilangan kesempatan untuk mempromosikan karyanya. Jadi, setelah sekitar delapan menit di kamar mandi, Dea keluar dengan pakaian dan rambut yang sudah diikat satu.

Pandangannya langsung bertubrukan dengan Sean yang dengan santainya masih bertelanjang dada di sana. Walaupun semalaman Dea sangat puas untuk memeluk tubuh pria itu, ia tidak punyak banyak waktu untuk mengobrol dengan Sean pagi ini.

"Buru-buru banget."

"Iya." Dea mengambil iPad yang ada di meja serta berkas yang ia simpan di rak bukunya. Dea memeriksa kelengkapan berkas tersebut, memastikan tidak ada yang hilang dari lembarannya.

"Tapi nggak harus dengan penampilan seperti ini kan?" Sean yang tadinya duduk di kasur kini turun menapaki lantai dan berjalan ke arah Dea. Ia memutar tubuh Dea agar mereka saling berhadapan. "Ini lho, kancing bajumu berantakan banget." Sean menunduk untuk membenarkan kancing baju Dea yang tidak pas. Tidak ada rasa sungkan, seolah ia terbiasa melakukannya pada Dea.

Sepasang tangan itu bekerja dengan sukarela. Wajah Dea makin terasa panas ketika Sean menyentuh pinggangnya untuk menarik tali bajunya ke belakang dan membuat simpul di sana.

Tubuh mereka kembali berdekatan hingga ujung hidung Dea menyentuh dada bidang dokter bedah itu. Ada sensasi aneh yang Dea rasakan di tubuhnya, sama seperti rasa yang diterimanya ketika Sean menciumnya kemarin malam. Semuanya bercampur aduk saat Sean mencuri kecupan singkat di puncak kepalanya setelah tali bajunya selesai diikat. Isi kepalanya blank, seolah meminta dirinya bertahan di tempat dan lari dari rapat yang tengah menunggu.

DPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang